Monday 4 March 2013

Domba dan Kambing


Pemisahan antara Domba dan Kambing

 Disampaikan oleh Pendeta Eric Chang.

Ini adalah bagian terakhir dari pengajaran Yesus di dalam Matius 24-25. Merupakan satu bagian yang penting dari ajaran-Nya, ini sebenarnya tidak merupakan suatu perumpamaan, melainkan suatu ungkapan parabolis atau metafora yang menggambarkan Penghakiman lewat ungkapan yang sangat hidup.

Matius 25:31-46 berbunyi:

Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku

Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku

Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal

Di sini Yesus memberi suatu gambaran yang sangat jelas tentang apa yang akan terjadi di hari Penghakiman nanti. Pertama-tama, mari kita amati secara sekilas ayat-ayat tersebut untuk dengan lebih jelas melihat beberapa perincian.

Yesus akan datang kembali
Kedatangan Yesus yang pertama dilakukan dalam keadaan penyangkalan diri - yaitu, Ia merendahkan diri-Nya (ayat 31). Ia tidak dilahirkan di istana yang megah akan tetapi di palungan, dalam sebuah kandang. Namun, seperti yang kita lihat dari ayat 31, saat Ia datang kembali, hal itu akan berlangsung di dalam kemuliaan. Kata 'kemuliaan' muncul dua kali di dalam ayat ini.

Perhatikan juga bahwa ketika Ia datang lagi, Ia akan datang bersama para malaikat-Nya. Di sini kita melihat adanya dua kelompok yang berlawanan - Kristus dan para malaikat-Nya serta iblis dan para malaikatnya. Satu kontras yang sangat menyolok. Kedua kelompok ini menggambarkan kontras antara domba dan kambing. Dengan demikian, pada dasarnya ada dua macam kelompok utama. Iblis, para malaikatnya dan juga para kambing di satu sisi (para kambing akhirnya juga dicampakkan ke tempat iblis dan para malaikatnya) dan di sisi lain, Kristus, para malaikat-Nya dan para domba-Nya.

Penghakiman untuk semua orang
 Ayat-ayat ini memberitahu kita bahwa segala bangsa akan dikumpulkan dihadapan-Nya pada saat Penghakiman itu (ayat 32). Ini karena Injil kerajaan akan diberitakan kepada segala bangsa (Matius 24:14). Injil akan menjangkau segala bangsa, umat dan bahasa. Karena Injil menjangkau segala bangsa, maka akan ada umat dari berbagai bangsa yang akan berdiri di hadapan Kristus pada penghakiman ini. Pertama-tama mereka akan dikumpulkan di hadapan-Nya, kemudian dilakukan pemisahan, sebagaimana yang digambarkan dengan ungkapan memisahkan domba dan kambing di dalam ayat-ayat tersebut. Para peternak di Palestina pada jaman itu menggembalakan kambing dan domba secara bersamaan. Lalu pada petang hari, para gembala akan memisahkan domba-domba dari kawanan kambing, hal ini menjadi gambaran yang tegas tentang akan adanya pemisahan di hari Penghakiman - pada hari Keselamatan - saat Yesus datang kembali nanti.

Pemisahan domba dan kambing
Pemisahan domba dan kambing berkaitan dengan perbedaan karakter mereka. Domba bisa ditaruh di tempat terbuka karena mereka akan saling menghangatkan satu dengan yang lain dengan cara saling berdempetan. Dengan cara ini, mereka menjadi hangat. Akan tetapi kambing, hewan yang sangat individualis, tidak punya kebiasaan untuk saling berdempetan. Mereka baru mau melakukannya jika Anda memaksa, karena jika ada pilihan maka mereka lebih suka untuk bertindak semaunya sendiri, saling menjauhi. Akibatnya, mereka tidak bisa saling menghangatkan dan perlu ditempatkan di dalam kandang pada malam hari. Itu sebabnya mengapa para gembala memisahkan domba dan kambing di petang hari.

Ada lagi perbedaan menarik yang lainnya antara domba dengan kambing. Di Palestina, domba, sebagaimana halnya yang sering kita lihat juga di tempat-tempat lain, biasanya berbulu putih sementara kambing cenderung berbulu hitam. Ini memberikan gambaran yang menarik tentang perbedaan yang kasat mata antara domba yang putih dengan kambing yang hitam. Memang ada juga kambing berbulu putih di negara-negara barat, namun sungguh menarik betapa kambing-kambing yang diternak di Palestina berbulu hitam.

Tempat kehormatan terletak di sebelah kanan
Di dalam ayat ke-33, disebutkan tentang sebelah kanan dan kiri. Sisi kanan secara tradisional merupakan tempat kehormatan. Di Cina, sebagai contohnya, tempat kehormatan secara tradisional terletak di sebelah kanan.

Kerajaan Allah adalah bagian dari rencana kekal Allah
Ayat 34 berbicara tentang kerajaan yang sudah disiapkan sejak dunia ini diciptakan. Ini menunjukkan bahwa kerajaan Allah bukanlah sesuatu yang mendadak dipikirkan namun merupakan bagian dari rencana kekal Allah. Bahkan sejak saat Ia menciptakan alam semesta ini, kerajaan itu sudah direncanakan-Nya. Hal ini menunjukkan apa tujuan utama dari penciptaan-Nya. Yakni untuk mendirikan suatu kerajaan di mana kebenaran-Nya berdiam dan seluruh kepribadian-Nya terwujudkan. Ungkapan 'sejak dunia dijadikan' mengungkapkan suatu pemahaman bahwa kerajaan Allah adalah bagian dari rencana kekal-Nya dalam menciptakan segala sesuatu dan khususnya manusia.

Berpakaian tidak layak
Di dalam ayat 36 dan 38, kita melihat kata 'telanjang': "Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku." Sangatlah penting bagi kita untuk memahami bahwa kata 'telanjang' di dalam Alkitab ini tidak diartikan secara harfiah yaitu tidak memiliki sepotongpun pakaian. Akan tetapi, kata 'telanjang' di dalam Alkitab ini adalah suatu ungkapan tentang keadaan seseorang yang tidak memiliki pakaian yang layak seperti misalnya Anda tidak memakai jubah.

Di dalam pengajaran alkitabiah pakaian atau jubah luar adalah hal yang sangat penting. Jika Anda tidak memiliki jubah luar, maka Anda dipandang seolah-olah telanjang karena jubah luar sudah dianggap seperti kulit Anda. Kadang-kala jubah ini bisa dilepaskan, namun hanya di bawah keadaan-keadaan tertentu saja, misalnya demi melunasi hutang. Jika Anda tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan sebagai jaminan hutang Anda, maka Anda bisa memanfaatkan jubah Anda sebagai jaminan. Akan tetapi jubah ini sangatlah penting bagi setiap orang sehingga pada saat matahari terbenam, ia harus dikembalikan. Hukum Taurat mensyaratkan agar pakaian luar ini dikembalikan kepada pemiliknya karena ia memerlukannya sebagai selimut di malam hari. Tanpa pakaian luar ini, mereka bisa jatuh sakit karena suhu di malam hari di Palestina cukup dingin walaupun pada umumnya cuaca pada siang hari agak panas.

Kata 'telanjang' juga merujuk kepada fakta bahwa orang tersebut tidak memiliki pakaian yang layak. Sebagai contoh, seseorang bisa saja berpakaian compang-camping akibat kemiskinannya. Jadi, sekalipun ia memiliki pakaian luar, ia masih bisa dianggap 'telanjang' karena kondisi pakaiannya yang sangat lusuh.

Menerima berkat atau kutuk
Dan Anak Manusia berkata kepada para kambing, yang berada di sebelah kiri-Nya, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk" (ayat 41). Kalimat "orang-orang terkutuk" bukanlah suatu ungkapan makian, sebagaimana yang sering dikira orang. "Orang-orang terkutuk" adalah suatu pernyataan yang menyebutkan bahwa orang-orang tersebut berada dalam kutuk Allah. Dan berada di dalam kutuk Allah, sesuai dengan pemahaman dari Perjanjian Lama, berarti berada di bawah penghakiman Allah. Ini merupakan kontras dari ungkapan "orang-orang yang diberkati" yang disampaikan oleh Yesus kepada para domba, yang berada di sebelah kanan-Nya: "Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku" (ayat 34). Mereka ini diberkati sedangkan kelompok yang satunya lagi berada dibawah penghakiman Allah.

Kata "dikutuk" sering dipakai dalam Perjanjian Lama dalam kaitannya dengan orang-orang yang melanggar perintah Allah. Sebagai contoh, di dalam Ulangan 11:26-28 disebutkan: "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk:..." Kedua kata itu tampil pada bagian ajaran Tuhan ini. "Berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." Berkat diberikan bagi mereka yang taat kepada Allah, dan kutuk bagi mereka yang tidak taat. Ini adalah bahasa Perjanjian Lama yang sangat khas, khususnya di dalam kitab Ulangan. Di dalam Ulangan 28:15-19 ada daftar kutuk dihadapkan bagi mereka yang tidak taat kepada Allah. "Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau: Terkutuklah engkau di kota dan terkutuklah engkau di ladang. Terkutuklah bakulmu dan tempat adonanmu. Terkutuklah buah kandunganmu, hasil bumimu, anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. Terkutuklah engkau pada waktu masuk dan terkutuklah engkau pada waktu keluar."

Daftar yang lebih lengkap dari ini sulit untuk ditemui. Dan itulah hal yang persisnya terjadi pada orang-orang yang digambarkan sebagai kambing di dalam perumpamaan ini. Para kambing adalah mereka yang, apapun pengakuan mereka, telah gagal untuk mentaati perintah Allah sementara domba adalah mereka yang telah mentaatinya. Poin ini sangatlah jelas dan nyata di dalam Alkitab. Lihatlah Adam sebagai contohnya. Ketika ia berbuat dosa, ia segera jatuh ke bawah kutuk Allah (Kejadian 3:14). Ini menunjukkan bahwa kutuk selalu berkaitan dengan dosa atau ketidaktaatan.

Sesudah mengamati kata-kata yang penting di dalam bagian ayat-ayat ini, kita sekarang melangkah untuk menentukan siapa orang-orang yang diwakili oleh domba dan oleh kambing ini. Orang-orang yang digambarkan sebagai domba sangat mudah untuk dijelaskan karena baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru selalu memakai domba sebagai lambang bagi umat Allah. Jadi kita tidak perlu untuk menelitinya lagi. Akan tetapi siapakah yang digambarkan sebagai kambing? Apakah kambing menggambarkan orang-orang non-Kristen atau menggambarkan orang-orang Kristen dengan ciri-ciri tertentu? Kita harus mengamati beberapa hal untuk bisa menjawab pertanyaan ini.

Pertama, domba dan kambing pada dasarnya adalah satu famili sekalipun mereka memiliki karakter yang berbeda. Mirip dengan pertalian antara elang dan burung bangkai. Meskipun kedua burung itu satu famili, akan tetapi karakter mereka sangat berbeda. Baik kambing maupun domba, seperti yang kita lihat, merumput di tempat yang sama dan hidup berdampingan.

Kedua, domba dan kambing seringkali merupakan ternak dari penggembala yang sama karena mereka merumput di tempat yang sama. Inilah hal yang dikatakan oleh Yesus dalam ayat-ayat ini. Anda akan melihat bahwa baik domba maupun kambing sama-sama menyebut Yesus dengan kata "Tuhan". Di dalam ayat 37, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar...?" Kemudian di dalam ayat 44, para kambing juga memanggil-Nya "Tuhan", dan juga bertanya, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar...?" Jelas sekali bahwa orang-orang non-Kristen tidak akan mau menyebut Yesus sebagai Tuhan dalam pengertian yang sama seperti yang dipahami oleh orang Kristen. Fakta bahwa domba dan kambing merupakan milik dari satu gembala yang sama dan baik kambing maupun domba menyebut gembalanya dengan cara yang sama menunjukkan bahwa para kambing ini adalah orang Kristen. Kata 'kambing' adalah ungkapan lain yang berlaku bagi orang Kristen, ini adalah hal yang tidak terbantahkan.

Kemiripan antara perumpamaan ini dengan perumpamaan sebelumnya di dalam Matius tidak sulit untuk dipahami. Sama seperti adanya hamba yang setia dengan yang tidak setia serta lima gadis bijak dan lima gadis bodoh. Di dalam perumpamaan kali inipun kita melihat adanya domba dan kambing yang berasal dari satu famili namun berbeda karakter (kata 'baik, jahat, bijak, bodoh' semuanya menggambarkan karakter sebagaimana yang akan kita lihat nanti). Jelas ada kesejajaran di antara hamba yang baik dengan yang jahat, gadis yang bijak dengan yang bodoh dan sekarang antara domba dengan kambing. Di dalam setiap kasus, kelompok orang yang menjadi rujukan adalah satu kelompok yang sama - sama dalam arti bahwa mereka semua orang Kristen, murid-murid.

Dari perumpamaan ini, kita dapat melihat bahwa Penghakiman didasarkan pada satu kriteria saja - apakah orang-orang itu memiliki kasih terhadap apa yang disebut oleh Yesus "salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini." Jelaslah, seorang non-Kristen tentunya tidak akan dihakimi berdasarkan apakah ia mengunjungi orang Kristen yang di penjara, atau apakah ia memberi makan orang Kristen yang kelaparan. Bagaimana mungkin Anda akan menghakimi mereka berdasarkan kriteria itu? Anda tidak bisa mengharapkan seorang non-Kristen mengunjungi orang Kristen yang di penjara karena bisa saja ia adalah salah satu orang yang menjebloskan orang Kristen itu ke penjara. Jika seorang non-Kristen datang mengunjungi seorang Kristen di penjara, mungkin itu dalam rangka memukuli, bukannya untuk menghibur. Dengan demikian kriteria ini tidak masuk akal jika diterapkan kepada mereka. Menghakimi seorang non-Kristen berdasarkan kriteria-kriteria tersebut tidak akan ada gunanya karena memang sangat aneh jika kita mengharapkan mereka datang menjenguk seorang Kristen di penjara.

Anak kalimat "salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini" menunjuk kepada orang Kristen karena kata 'saudara' di dalam Alkitab selalu mengacu kepada orang Kristen tanpa pengecualian. Berdasarkan ayat-ayat di Alkitab itulah orang-orang Kristen menyebut orang-orang yang seiman sebagai saudara. Mereka adalah bagian dari satu keluarga rohani yang besar. Seperti yang dikatakan oleh Yesus, "Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (Matius 12:50). Jadi kata 'saudara' mengacu kepada mereka yang melakukan kehendak Allah, dan di dalam hal ini para dombalah yang melakukan hal itu. Dan ini berkaitan dengan poin di dalam kitab Ulangan bahwa mereka yang diberkati adalah mereka yang melakukan kehendak Allah, yang mentaati perintah-perintah-Nya. Jadi, Penghakiman didasarkan pada kriteria apakah para saudara itu dikasihi atau tidak. Dalam kasus para kambing, mereka tidak mengasihi saudara-saudara tersebut; sedangkan para domba mengasihi mereka.

Kasih bukanlah suatu pilihan
Ada satu dasar anggapan yang sangat jelas di dalam perumpamaan ini yaitu gereja adalah suatu masyarakat baru umat Allah; inti dari masyarakat ini, inti dari tubuh Kristus ini adalah kasih sayang antara satu dengan yang lain. Atau, seperti yang diajarkan oleh Yesus, bahwa kasih antara satu dengan yang lainnya di dalam gereja bukanlah suatu opsi atau pilihan. Kasih bukan sekadar hal yang dianjurkan. Kegagalan dalam hal saling mengasihi akan menimbulkan akibat yang sangat berat, sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat-ayat ini. Alasannya adalah karena saling mengasihi itu adalah suatu perintah, bukan suatu anjuran. Yesus menegaskan hal ini ketika Ia berkata, "Seluruh hukum Taurat didasari oleh kedua hukum ini: Kasihilah Allah dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Artinya, jika Anda melanggar hukum yang kedua itu, maka Anda telah melanggar semua perintah-Nya, dan berada dalam posisi memberontak sepenuhnya terhadap Allah.

Dan hal ini lebih diperjelas lagi dalam ajaran Yesus ketika Ia berkata, "Aku memberimu perintah yang baru yaitu agar kamu saling mengasihi satu dengan yang lain" (lihat Yohanes 13:34). Karena ini adalah suatu perintah, maka Ia tidak memberi Anda pilihan lain. Anda tidak bisa berkata, "Aku tidak mau mengasihi orang itu karena aku tidak suka dengannya. Aku tidak suka kepribadian, gaya, latar belakang dan penampilannya!" Yesus berkata, "Aku memberimu perintah dan perintah itu adalah agar kamu saling mengasihi. Dengan begitu setiap orang akan tahu bahwa kamu semua adalah murid-murid-Ku karena kamu saling mengasihi" (lihat Yohanes 13:35). Ciri khas dari masyarakat baru ini adalah kasih tanpa syarat antara satu dengan yang lainnya. Kata "tanpa syarat" berarti bahwa kita tidak mengasihi seseorang karena faktor-faktor tertentu seperti gaya rambut, penampilan, karakter atau kepribadiannya. Kita tidak mempunyai pilihan lain. Kita diperintahkan untuk mengasihi, itu saja. Tidak boleh ada syarat apapun.

Yesus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku" (Yohanes 14:15). Jadi, orang yang tidak menuruti perintah-Nya sama dengan tidak mengasihi-Nya, tidak peduli apapun pengakuan mereka. Di dalam pengajaran-Nya, kasih diartikan dalam bentuk tindakan, bukan dalam bentuk perasaan. Kita bisa saja tidak merasa mengasihi seseorang, namun itu tidak menjadi soal. Kita tetap harus berbuat berdasarkan perintah Tuhan. Itu berarti bahwa jika orang tersebut sedang kekurangan, kita akan menolongnya tidak peduli apakah kita menyukainya atau tidak, apakah wajah atau kepribadiannya menyenangkan atau tidak. Kita berada di dalam kewajiban untuk mengasihi dan menolong saudara seiman kita. Entah kita merasa sayang kepadanya ataupun tidak, hal itu tidak menjadi urusan kita. Kita harus membantunya tanpa syarat. Jika kita gagal melakukan itu, berarti kita telah gagal menuruti perintah-Nya. Jika kita tidak mentaati perintah-Nya, berarti kita masuk ke dalam kutuk. Ingatkah Anda akan hal yang dijabarkan di dalam kitab Ulangan? Allah berkata kepada mereka yang gagal mentaati perintahnya, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk." (ayat 41)

Iman dan ketaatan adalah hal yang tak terpisahkan dalam Alkitab. Kedua ungkapan ini pada dasarnya merupakan sinonim satu dengan yang lainnya. Iman yang bukan merupakan ketaatan kepada Allah bukanlah iman yang alkitabiah. Itu sebabnya mengapa kami mengartikan iman dengan memakai istilah komitmen, yang diambil dari arti komitmen untuk mentaati. Karena ketaatan itu sendiri adalah suatu komitmen, dengan demikian iman dalam pengertiannya yang alkitabiah adalah suatu komitmen untuk mentaati Tuhan. Jika Anda sudah memahami pandangan dasar ini, maka apa yang disampaikan oleh Tuhan di dalam perumpamaan ini akan menjadi sangat jelas. Kita sering gagal memahaminya karena kita tidak tahu betapa kasih di dalam gereja itu bukanlah suatu pilihan. Kita tidak punya pilihan lain.  Satu-satunya jalan untuk menghindari penerapan kasih adalah dengan cara tidak menjadi orang Kristen. Jika kita menjadi seorang Kristen, berarti kita sudah membuat komitmen untuk mengasihi semua saudara di dalam gereja Kristus, dan itu tidak hanya mencakup saudara-saudara di gereja tempat kita beribadah, tetapi kepada semua orang Kristen sejati yang berada di gereja lain juga. Pilihan yang tersedia buat kita hanyalah untuk mengasihi. Kegagalan untuk menjalankan hal itu, seperti yang disampaikan dalam perumpamaan ini, akan membawa akibat yang sangat mengerikan. Namun dasar kepribadian kita sebenarnya tidaklah mengasihi. Apakah Anda seorang yang sudah sejak awal memiliki watak mengasihi? Mengasihi bukanlah watak alami manusia. Perkara mengasihi membutuhkan suatu transformasi watak. Tanpa transformasi di dalam kepribadian kita, kita tidak akan bisa mengasihi.

Seorang pendeta dari Argentina, Juan Ortiz, menulis dalam bukunya The Call to Discipleship (Panggilan Kepada Pemuridan) bahwa Argentina adalah negeri dengan banyak domba. Dan domba selalu berdempetan dengan arah kepala yang sama. Juga ada banyak kambing di sana akan tetapi perilaku mereka agak berbeda. Mereka selalu saling membelakangi, saling beradu dan menendang. Saat kambing-kambing beradu, mereka akan mengarahkan tanduknya, siap untuk menyerang domba ataupun kambing, namun biasanya mereka menyerang kambing yang lain. Kambing gemar berkelahi. Karena sifatnya yang individualis; kambing biasanya saling membelakangi. Mereka baru mau beradu muka jika sedang bersiap-siap untuk berkelahi. Mereka selalu saling membelakangi sepanjang hari, dan itu dilakukan sambil saling menendang. Akan tetapi sifat domba sangat berlawanan. Tidak heran jika domba bisa saling menghangatkan satu dengan yang lain. Mereka berdiri searah, seolah-olah sedang mengadakan konferensi, dengan cara begitu mereka bisa saling menghangatkan. Perbedaan karakter antara kambing dengan domba sangatlah menyolok.

Para hamba di dalam sebuah rumah tangga juga bisa sangat berbeda wataknya, seperti yang sudah kita lihat pada perumpamaan yang lalu. Ada yang digambarkan setia, dan ada pula yang tidak setia. Perbedaan watak kerohanian ini juga terdapat di antara jemaat dalam sebuah gereja. Orang-orang Kristen wataknya tidak seragam, mereka tidak memiliki sikap yang sama. Jika seragam, tentunya yang akan terlihat adalah sekumpulan boneka, dan Anda tidak akan bisa membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap orang harus memakai tanda nama, jika keadaan mereka seragam, karena itu satu-satunya jalan untuk membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Yang dibicarakan di dalam Alkitab bukanlah kumpulan orang-orang semacam ini. Bukannya kesamaan atau keseragaman karakter atau kepribadian semacam ini yang diinginkan, melainkan agar setiap orang Kristen memiliki sifat ilahi yang sama yakni watak mengasihi. Inilah hal yang mendasar sekalipun cara pengungkapannya bisa saja berbeda-beda. Seseorang bisa mengungkapkannya dengan cara tertentu, sedangkan yang satunya lagi dengan cara yang lain. Yang penting adalah bahwa semua itu terisi oleh kasih. Dan kasih bukanlah hal yang bersifat pilihan di dalam Alkitab tetapi merupakan satu keharusan. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin kambing menjadi orang Kristen?

Transformasi yang tidak utuh menghasilkan permasalahan
Di dalam Alkitab, orang non-Kristen digambarkan sebagai serigala. Pada saat mereka bertobat, mereka mengalami perubahan watak. Sayangnya, dalam diri kebanyakan orang perubahan yang terjadi masih belum utuh, yang berakibat pada kepribadian yang lama yang masih cukup kuat, watak lama tersebut masih terdapat di dalam diri orang-orang Kristen yang digambarkan sebagai kambing dalam perumpamaan ini. Perilaku mereka masih lebih mendekati perilaku orang non-Kristen. Dengan kata lain, secara rohani mereka masih bodoh, tidak bisa mengenali perkara-perkara rohani dan dengan demikian masih tidak berhikmat, atau mereka masih tidak taat dan setia kepada Allah. Karakteristik orang non-Kristen masih melekat pada diri mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus terus membiarkan Allah bekerja mengubah diri kita, dan terus membiarkan proses itu berlangsung tanpa berhenti di satu titik saja. Ada banyak orang Kristen yang berhenti pada suatu tahapan di jalur perubahan ini. Mereka tidak melanjutkan perubahan tersebut, dan hanya berubah sedikit sejak menjadi orang Kristen. Hal itu tidak cukup karena perubahan yang sepenuhnya masih belum terjadi. Mereka mempertahankan watak lama mereka yang akan menimbulkan banyak persoalan nantinya.

Bagaimana terjadinya peristiwa perubahan yang vital ini? Ini adalah hasil dari karya kuasa Allah yang datang ke dalam hidup kita. Pada tahap yang pertama, terjadi suatu perubahan instan. Akan tetapi, jika kita berhenti di titik ini, kita bisa berakhir sebagai kambing karena sebenarnya proses perubahan cara berpikir itu harus berlanjut. Menurut Paulus, kita harus berubah oleh pembaruan akal budi kita (Roma 12:2). Ini adalah tahap yang kedua. Lalu bagaimana terjadinya pembaruan akal budi itu? Hanya Firman Allah yang memiliki kuasa untuk melakukan hal ini. Akal budi kita akan diperbarui setiap hari sejalan dengan penelaahan Alkitab yang kita lakukan. Kita harus terus melanjutkan proses transformasi ini. Sejalan dengan perubahan cara berpikir kita melalui Firman Allah, setahap demi setahap kita melangkah menuju kepenuhan kepribadian ilahi. Sama seperti Yesus yang disebut sebagai Anak Domba, maka kita sebagai umat-Nya akan disebut domba.

Tentu saja, bahasa yang memakai simbol-simbol memiliki keterbatasannya. Yang mau digambarkan di sini adalah bahwa sekalipun sekumpulan orang termasuk dalam satu keluarga besar, watak mereka bisa sangat berbeda. Sekalipun watak kambing lebih mendekati domba ketimbang serigala, akan tetapi masih cukup jauh perbedaannya dengan watak domba. Kita dapat berkata bahwa kambing adalah orang Kristen yang wataknya belum sepenuhnya berubah. Memang, kambing tidak seganas serigala. Anda bisa menempatkan kambing dan domba di tempat yang sama, dan kambing tidak akan memakan domba, hal yang pasti akan dilakukan oleh serigala. Akan tetapi kambing masih cukup galak, walaupun tidak dalam arti sampai memakan atau membunuh domba. Pada dasarnya, mereka tidak terlalu berbahaya.

Saya cenderung berpikir bahwa kebanyakan orang sekarang ini masih dalam tahapan kambing, mungkin bukan karena mereka sengaja mau menjadi kambing melainkan karena mereka belum mendapatkan pengajaran Firman Allah secara memadai atau belum meluangkan waktu yang cukup untuk merenungkan Firman Allah. Bagaimana mungkin mereka bisa melanjutkan perubahan jika mereka tidak mendapat pelajaran tentang Firman Allah? Waspadalah jika Anda bertemu dengan seorang Kristen yang sangat agresif, penyendiri dan individualistis. Atau jika ia sangat sulit untuk diajak berbicara dan berkomunikasi karena alasan-alasan ini. Orang Kristen semacam ini - bisa jadi ia adalah orang Kristen yang tulus karena ia telah mengalami sebagian pengalaman pertobatan - berperilaku seperti itu karena ia belum mengalami perubahan cara berpikir. Sekalipun ia seorang Kristen, tetapi ia masih berperilaku seperti orang non-Kristen. Jika gambaran seperti ini ternyata cocok dengan keadaan diri Anda, maka biarlah ayat-ayat dalam pembahasan saat ini menguji hati Anda. Ayat-ayat ini memperingatkan kita bahwa jika kita terus saja berada dalam posisi sebagai kambing, maka kita tidak akan mampu mengasihi. Jika kita tidak mampu mengasihi saudara-saudara kita, berarti kita masuk ke dalam keadaan rohani yang berbahaya.

Indahnya kemampuan untuk mengasihi
Ayat-ayat yang kita bahas kali ini menekankan pada masalah karakter. Dan di dalam pembahasannya terdapat unsur yang sangat mengejutkan. Ketika Yesus berkata kepada para domba bahwa mereka memberi-Nya makan ketika Ia kelaparan dan memberi-Nya pakaian ketika Ia telanjang, ternyata mereka terkejut. "Kapan kami melakukan semua ini? Kami tidak ingat kapan kami mengunjungi Engkau di penjara. Kami juga tidak ingat kapan kami memberi-Mu pakaian." Dan jawaban Yesus adalah, "Sebenarnya, apa yang telah kalian perbuat kepada mereka yang paling hina dalam keluarga-Ku, berarti kalian telah melakukannya kepada-Ku." Nah, orang Kristen yang telah belajar tentang Firman Allah tentu tahu bahwa apa yang ia perbuat terhadap saudara seimannya sama artinya dengan ia telah berbuat bagi Tuhan. Seharusnya ini tidak menjadi hal yang mengagetkan mereka. Lalu mengapa para domba ini bisa tidak ingat telah berbuat hal-hal tersebut? Hal ini mengungkapkan dan menekankan sekali lagi satu unsur kepribadian yang sangat penting dalam ayat-ayat ini. Jika Anda melakukan sesuatu yang merupakan bagian dari watak Anda, biasanya Anda tidak akan mengingatnya. Anda tidak akan mengingat-ingat hal tersebut karena Anda melakukannya secara naluriah.

Orang yang menolong orang lain tidak akan mengingat-ingat semua orang yang telah menerima pertolongannya, jika pertolongan itu didasari oleh dorongan wataknya. Ia tidak akan mencatat itu semua lalu berkata, "Hei, aku telah menolong orang ini; aku telah memberi uang kepada orang itu; dan orang yang satu lagi telah menerima pemberian jaketku." Orang yang memiliki watak mengasihi tidak akan mengingat itu semua. Ia melakukannya karena memang sudah wataknya mengasihi sesama manusia. Karena wataknya mengasihi sesama manusia, maka ia cenderung melupakan semua itu. Kita bisa mengingat hal-hal yang kita tuliskan namun setelah lewat beberapa waktu biasanya kita tidak ingat apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Kadang kala saat kita berterima kasih pada seseorang atas kebaikannya beberapa tahun yang telah lewat, ia mungkin akan berkata, "Wah, apakah saya melakukan itu buatmu? Saya tidak ingat." Jika Anda bertemu dengan orang seperti ini, maka Anda akan tahu bahwa saat ia berbuat baik kepada Anda atau menolong Anda, ia melakukan itu tidak untuk menanam budi. Ia melakukan itu karena memang wataknya seperti itu.

Saat kita benar-benar bisa mengasihi orang lain kita akan mendapati bahwa kita seringkali lupa akan pertolongan yang pernah kita berikan kepada orang lain. Karena ini adalah bagian dari hal yang selalu kita lakukan untuk orang lain, hal yang sudah menjadi bagian dari watak kita. Tuhan menjelaskan tentang karakter ini secara indah di dalam perumpamaan ini. Dapat dikatakan bahwa ini adalah kasih yang bergerak secara alami tanpa kita sadari. Kita melakukannya karena kita digerakkan oleh kasih Kristus untuk melakukannya; kita melakukannya karena kita sudah menjadi seperti itu dengan kasih karunia Allah.

Apakah pengajaran melalui perumpamaan yang diberikan oleh Yesus ini menekankan keselamatan lewat perbuatan? Apakah kita menyelamatkan diri kita dengan mengerjakan perbuatan baik seperti mengunjungi orang-orang di penjara, dan menyumbangkan uang buat orang miskin supaya mereka bisa membeli makanan atau pun pakaian? Jika kita memahami bahwa yang ditekankan di sini adalah masalah watak, maka kita akan tahu jawaban atas pertanyaan tersebut. Yang penting bukan masalah kita sudah melakukannya atau belum melainkan apakah itu sudah menjadi watak kita atau belum. Itulah yang penting. Kita melakukannya tanpa menganggap bahwa diri ini sudah berjasa karena memang sudah seperti itulah watak kita. Dan ini semua terjadi karena Ia sudah mentransformasi kita.

Kita diselamatkan melalui transformasi watak kita. Dan karena imanlah kita bisa mengalami perubahan yang utuh itu. Menurut Paulus, iman ini bekerja melalui kasih (Galatia 5:6) dan hanya iman semacam inilah yang bisa menyelamatkan. Kasih merupakan indikator apakah kita sudah masuk ke dalam hidup atau belum. Yohanes berkata, "Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup" (1 Yohanes 3:14). Kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup jika kita mengasihi saudara-saudara kita, sesama Kristen. Jika kita bersedia mengasihi mereka tidak hanya sebatas kata-kata, namun dalam perbuatan. Saat melihat ada saudara yang kekurangan, kita segera menolongnya (1 Yohanes 3:17). Saat saudara kita kelaparan, kita memberinya makan. Saat ia kedinginan, kita memberinya pakaian. Saat ia di dalam penjara karena kesaksiannya demi Tuhan, kita menjenguknya.

 Standar minimum bagi orang Kristen
Orang non-Kristen tidak berada di dalam lingkup pengajaran Yesus yang satu ini, di mana kita berpindah dari dalam maut ke dalam hidup karena mengasihi saudara seiman. Istilah "saudara" yang dipakai dalam 1 Yohanes 3:14 adalah istilah yang sama persis dengan yang dipakai dalam Matius 25 ini, "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." Apa yang telah dilakukan bagi saudara seiman, bukannya terhadap orang non-Kristen, itulah hal yang dibicarakan oleh Yesus. Akan tetapi ini bukan berarti bahwa orang Kristen tidak mengasihi mereka yang non-Kristen; menarik kesimpulan semacam itu jelas salah. Mengasihi saudara seiman hanya merupakan standar minimum bagi seorang Kristen. Jika kita tidak bisa mengasihi saudara seiman, mana mungkin kita bisa mengasihi orang non-Kristen? Jika kita tidak bisa mengasihi anggota keluarga sendiri, bagaimana mungkin kita bisa mengasihi orang luar? Jika kita dihakimi berdasarkan standar apakah kita mengasihi orang non-Kristen, maka itu berarti kita sedang dihakimi dengan standar yang sangat tinggi. Lagi pula, sangat sulit mengasihi orang yang tidak kita kenal, khususnya yang non-Kristen. Mengasihi sesama Kristen saja sudah cukup sulit bagi kita. Jadi kita sebenarnya dihakimi berdasarkan standar yang lebih rendah, yaitu mengasihi sesama Kristen di lingkungan gereja yang tentunya sudah kita kenal dengan cukup baik. Jika kita tidak peduli dengan mereka yang satu lingkungan dengan kita, bagaimana kita bisa peduli dengan orang yang berada di luar lingkungan? Kita tidak akan peduli pada mereka, karena terhadap orang yang kita kenal dekatpun kita sudah tidak peduli. Jadi standar penghakiman terhadap kita bukan apakah kita mengasihi orang non-Kristen, melainkan apakah kita mengasihi sesama orang Kristen.

Jika demikian halnya, kasih harus ada perwujudannya. Sebagaimana yang sudah kita lihat sebelumnya, kasih bukanlah sekadar masalah perasaan, melainkan masalah pengungkapan dalam perbuatan. Tuhan berkata kepada kita, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:35). Apakah orang lain mengenali kita sebagai orang Kristen karena kita saling mengasihi atau hanya karena kita menenteng Alkitab dan pergi ke gereja? Yesus tidak berkata seperti ini, "Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah orang Kristen - yaitu jikalau kamu memakai kemeja hitam, tidak minum minuman keras, tidak merokok. Dan jangan lupa, memakai kata-kata yang sopan setiap kali berbicara!" Tidak satupun dari hal-hal tersebut yang berkaitan dengan kekristenan seseorang. Satu-satunya tanda bahwa kita adalah orang Kristen yaitu bahwa kita saling mengasihi satu dengan yang lain. Dan orang lain harus bisa melihat perwujudan kasih di antara sesama itu di dalam lingkungan jemaat.

Bagaimana mungkin orang lain mengetahui bahwa kita saling mengasihi kalau mereka tidak melihat adanya kasih itu? Bagaimana caranya membuat agar kasih itu bisa terlihat? Kasih menjadi terlihat jika kita mewujudkannya dalam bentuk menjenguk saudara yang dipenjara, khususnya jika kita harus menempuh resiko besar dalam upaya menjenguk ini. Dalam hal memberi uang, Alkitab memberitahu kita untuk tidak membiarkan tangan kiri tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanan, dan sebaliknya. Jadi, jika orang lain tidak tahu bahwa kita telah memberi uang kepada seseorang bagaimana mereka bisa tahu bahwa kita telah memiliki kasih jika tindakan kita itu dirahasiakan? Bagaimana kasih itu bisa terlihat? Menjenguk saudara yang di penjara adalah salah satu caranya. Memberi makan orang lain bisa saja terlihat atau tidak terlihat oleh orang lain, karena kita bisa saja merahasiakannya. Jadi banyak hal yang mungkin tidak akan terlihat.

Menjadikan kasih sebagai kesaksian bagi dunia adalah hal yang sangat penting. Kita tahu bahwa kita harus saling mengasihi; dan kita juga tahu bahwa dalam hal saling mengasihi itu kita harus membuat agar dunia melihatnya. Akan tetapi kita tidak bisa memamerkan tindakan memberi uang karena hal itu memang itu bukan sesuatu yang kelihatan. Kita tidak akan pamer. Kita akan bertindak menolong tanpa diketahui oleh yang menerima pertolongan itu. Bagaimana kasih bisa terlihat di tengah masyarakat, misalnya, di Amerika - di mana tidak ada orang yang dipenjarakan karena menjadi Kristen? Jika tidak ada kebutuhan untuk menjenguk saudara yang dipenjara karena imannya? Bagaimana kita bisa mewujudkan kasih jika kita tinggal di tengah masyarakat yang sebagian besar tidak kelaparan dan tidak miskin? Kebanyakan orang, di negara maju, tinggal dalam keadaan yang cukup berkelimpahan secara materi. Memang ada beberapa orang yang miskin di sana, namun sebagian besar tidak. Lalu bagaimana caranya agar orang lain tahu bahwa kita adalah murid-murid-Nya?

Sekarang ini kebiasaan saling rangkul atau bergandengan tangan di kalangan Kristen sudah mulai hilang. Saya perhatikan bahwa orang Kristen sekarang ini cenderung malu untuk mengungkapkan kasihnya kepada saudara seiman secara terbuka lewat cara ini. Mengapa? Lalu bagaimana kita akan memenuhi perintah-Nya untuk mengungkapkan kasih agar orang lain tahu bahwa kita saling mengasihi? Kita tentunya ingin mentaati perintah-Nya sampai ke perinciannya, sehingga orang lain tahu bahwa kita saling mengasihi. Dan saya mendapati bahwa ini masih menjadi cara yang sangat memungkinkan bagi kita untuk memperlihatkan kasih di antara kita terhadap orang luar. Dan orang-orang akan berkata, "Lihat, itu orang-orang Kristen.  Lihat betapa mereka saling mengasihi satu dengan yang lain!"

Ringkasan

Pada hari Penghakiman, Tuhan hanya akan menanyakan satu pertanyaan, "Apakah engkau telah memenuhi perintah-Ku untuk mengasihi sesama saudara seiman?"
Pengajaran dari Yesus ini menekankan satu fakta bahwa kasih di antara kita bukanlah suatu hal yang bersifat pilihan, dan pada saat penghakiman nanti, Allah tidak akan menanyakan hal-hal seperti, "Kapan kamu dibaptis? Hari apa? Tunjukkan surat baptismu untuk bisa masuk ke dalam kerajaan." Ia bahkan tidak akan menanyakan hal seperti, "Seberapa ortodoks imanmu? Apakah engkau percaya pada hasil keputusan konsili Nicea? Apakah engkau percaya pada pengakuan saat baptisan? Di gereja mana kamu beribadah? Apakah itu gereja yang besar?" Ia tidak tertarik sama sekali dengan itu semua. Ia hanya akan menanyakan satu hal pada Anda, "Apakah engkau mengasihi saudara-Ku? Apakah engkau peduli pada mereka di saat mereka sedang kekurangan?" Hanya itu pertanyaan yang akan diajukan-Nya.

Jadi jangan pusingkan masalah surat baptis untuk penghakiman nanti. Surat itu tidak akan berguna sedikitpun bagi Anda nantinya. Orang-orang yang baru saja dibaptis, mungkin sekarang ini sedang menunggu kapan surat baptisan mereka bisa diambil. Saya beritahukan Anda, Anda boleh mengambil surat baptisan itu kapan saja Anda menginginkannya, tetapi janganlah surat itu digantungkan sebagai hiasan dinding. Biasanya, kami tidak menerbitkan surat baptis, kecuali jika dibutuhkan untuk keperluan resmi. Karena surat itu tidak akan berguna bagi Anda di hari Penghakiman nanti, karena satu-satunya hal yang penting di hari itu adalah: Apakah Anda telah memenuhi perintah-Nya untuk mengasihi?

Saat kita mengasihi, kita akan mengalami kuasa dan kualitas pada titik kedalaman yang baru
Setelah mengetahui itu semua, maka masalahnya tinggal apakah kita sudah melakukannya. Yesus berkata, "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya" (Lukas 11:28). Dan jika kita bisa melakukannya, memenuhinya secara terus menerus di dalam hidup kita, kita akan mengalami satu kedalaman kualitas kehidupan Kristen dan kedalaman kuasa yang sebelumnya tidak kita ketahui dan alami sepenuhnya

Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries www.cahayapengharapan.org

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.