Saturday 19 January 2013

DOA "BAPA KAMI"


DOA BAPA KAMI

* Matius 6:5-13
6:5 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
6:7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.
6:8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.
6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,
6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
6:12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
6:13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.

Penjelasan :

 I. Pendahuluan untuk pengajaran tentang doa yang baik dan yang berkenan bagi Allah

Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya berdoa. Latar belakang Yesus mengajarkan berdoa kepada para muridNya diawali dengan dilihatNya cara berdoa orang-orang Farisi yang terkesan hanya mencari pujian dari orang lain dan sombong. Pada zaman itu orang Yahudi menganggap hal berdoa sebagai suatu kewajiban agama yang sekurang-kurangnya sama pentingnya dengan hal memberi sedekah.

Sebutan "Bapa" yang mengawali doa Bapa Kami menunjukkan bahwa Allah ingin memperlihatkan sesuatu yang lebih mulia, agung, dan luarbiasa sebelum segala sesuatu terjadi. Dalam PL dijelaskan begitu gamblang bahwa makna sebutan Bapa sebagai sumber segala sesuatu dan Penebus. "Bukankah Engkau Bapa kami?……Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; namaMu ialah 'Penebus kami' sejak dahulu kala" (Yesaya 63:16).
Mat 6: 5-6 :
6:5 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

Kemunafikan bukan dosa satu-satunya yang harus dielakkan dalam doa; 'Pengulangan yang sia-sia' atau tanpa arti, doa yang diucapkan secara mekanis merupakan dosa lain yang sering dilakukan. Kalau yang pertama yaitu 'kemunafikan' adalah dosa khas Farisi, maka yang terakhir yaitu 'pengulangan yang sia-sia' adalah kebiasaan orang kafir (ayat 7). Kemunafikan adalah penyalahgunaan tujuan doa (mengubahnya dari tujuan memuliakan Allah menjadi tujuan memuliakan diri sendiri); penggunaan terlalu banyak kata tanpa makna adalah penyalahgunaan hakikat doa itu sendiri (merendahkannya dari pendekatan riil dan pribadi terhadap Allah menjadi semata-mata pendeklamasian kata-kata)

Di sini kita lihat metode Yesus Kristus, yaitu secara hidup melukiskan pertentangan dua alternatif, sehingga dapat dengan lebih tajam dan mantap merujuk kepada jalan-Nya. Berkenaan dengan "ibadah kesalehan" yang kasat mata pada umumnya, Ia telah mempertentangkan cara orang Farisi (ingin pamer dan egois) dengan cara kristiani (tersembunyi dan ikhlas). Sekarang, khusus berkenaan dcngan ibadat doa. Tuhan Yesus mempertentangkan keranjingannya orang kafir memboroskan banyak kata, dengan cara orang Kristen berkomunikasi dengan penuh makna kepada Allah. Demikianlah Tuhan Yesus memanggil pengikut-Nya untuk sesuatu makna yang lebih murni dan yang lebih tinggi daripada tingkat kebolehan orang-orang di sekitar mereka, baik yang beragama maupun yang sekular. Ia menggaris-bawahi betapa kesalehan kristiani lebih besar (karena batiniah dan yang bersifat rohaniah), kasih kristiani lebih luas (karena mencakup juga mengasihi musuh-musuh) dan doa kristiani lebih mendalam (karena dilakukan dengan bersungguh-sungguh) daripada segala sesuatu yang dapat kita temukan dalam masyarakat non-kristiani yang seringkali mempertontonkan ibadah ragawi yang kasat mata saja

 Mat 6:7 :
LAI TB,  Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan
KJV,  But when ye pray, use not vain repetitions, as the heathen do: for they think that they shall be heard for their much speaking.
TR,  προσευχομενοι δε μη βαττολογησητε ωσπερ οι εθνικοι δοκουσιν γαρ οτι εν τη πολυλογια αυτων εισακουσθησονται
Translit. interlinear,  proseuKhomenoi {ketika berdoa} de {tetapi} mê {janganlah} battologêsête {bertele-tele} hôsper {seperti} hoi {orang-orang} ethnikoi {kafir} dokousin {mereka menyangka} gar {karena} hoti {bahwa} en {dengan} tê polulogia {banyaknya kata} autôn {mereka} eisakousthêsontai {mereka akan didengar}
"Dalam doamu itujanganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah". Kata Yunani βατταλογεω - battalogeô (bertele-tele, diulang-ulang, terlalu banyak kata-kata, dst) tidak terdapat dalam literatur alkitabiah maupun dalam literatur lainnya; Ada yang mengatakan kata itu diambil dari Battus, nama seorang raja Kirene; anggapan lain mengatakan diambil dari seorang penulis sajak yang sajaknya menjemukan karena melulu kata-kata tanpa makna. Tapi ini rasanya terlalu dicari-cari. Pendapat yang lazim ialah, kata βατταλογεω - battalogeô itu merupakan ungkapan yang disebut 'onomatopoeik', kata yang bunyinya menunjukkan artinya. Ini terdapat dalam semua bahasa. Kadang-kadang bunyi sesuatu diambil secara harfiah menjadi kata. Setiap orang asing misalnya, yang bahasanya bagi telinga orang Yunani kedengaran seperti pengulangan tak putus-putusnya dari suku kata βαρ - 'bar', mereka sebut βαρβαρος - barbaros, (orang barbar). Jadi kemungkinan battalogeô adalah kata serupa itu, yang artinya berceloteh atau berbicara ngalor-ngidul, "bertele-tele" seperti menurut terjemahannya dalam Alkitab bahasa Indonesia.

Pengertian pengulangan terkandung dalam kata 'bertele-tele', yaitu pengulangan yang tak bermakna dan sia-sia. Namun, ada pengulangan yang penuh makna, seperti yang dilakukan Yesus. Dalam Matius 26:44 misalnya, kita baca bagaimana Yesus di Getsemani mengulangi doa yang sama sampai tiga-kali berturut-turut. Tuhan Yesus juga menganjurkan ketekunan, dan bahkan ketekunan yang cenderung mendesak. Yang dicela-Nya ialah pemakaian kata secara melimpah tapi kosong, jadi orang-orang yang berbicara tanpa berpikir, seperti tepat sekali disebut dalam bahasa kita: 'omong kosong'. Demikian pula 'omongan' kita dalam doa banyak yang 'kosong', cuma basa-basi saja, keluar dari bibir dan tidak dari hati, bertele-tele: arus kata yang mengalir secara mekanis dari mulut kita, yang diucapkan tanpa pikir.

Jika kita beralih dari kebiasaan berdoa masyarakat non-Kristen kepada kebiasaan berdoa orang Kristen, maka dalam larangan Tuhan Yesus itu jelas tercakup juga penggunaan tasbih (rosario) dalam doa sebagai penanda pengulang-ulangan doa, 10 kali, 50 kali, 100 kali dan seterusnya. Karena kendati tidak ada sesuatu yang terjadi, kecuali gerakan jari menjamah manik-manik tasbih itu satu demi satu dan bibir komat-kamit mengucapkan kata-kata yang sama yang dihafal dan diucapkan berulang-ulang, tapi tasbih itu bukannya membuat perhatian menjadi terpusat, melainkan menyimpang.

Apakah larangan doa 'bertele-tele' itu juga berlaku atas bentuk-bentuk liturgi dalam kebaktian kita? Apakah gereja kita harus dipersalahkan karena mempraktekkan battalogeô? Jelas, ada gereja yang dengan perangkat liturginya yang pantang berubah, memberi peluang kepada jemaat mencari hadirat Allah hanya dengan bibir, dengan doa hafalan diucapkan bekali-kali, sementara mereka sendiri jauh dari hati. Tapi mungkin juga mengucapkan omong kosong dalam suatu doa yang tidak dipersiapkan, dan memakai istilah-istilah yang kedengaran saleh, namun diucapkan karena hafalan saja dan pikiran melayang-layang entah ke mana. Ringkasnya, yang dituntut Yesus dari pengikut-Nya ialah: jangan berdoa hanya dengan mulut saja. Dan kalau berdoa, harus dengan hati dan pikiran juga.

Kata-kata berikutnya dalam ayat 7 ini menyingkapkan kebodohan "pretensi" yang terkandung dalam doa-doa yang demikian: Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Betapa aneh pretensi itu. Hampir tak masuk akal! Bayangkan, Allah macam apakah jika Ia semata-mata terkesan oleh mekanisme dan angka-angka statistik doa, dan yang responsnya tergantung dari banyaknya kata yang kita pakai dan lamanya kita berdoa?


Mat 6:8  :
"Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya."
"Janganlah kamu seperti mereka". Mengapa Tuhan Yesus berkata jangan? Sebab Allah Alkitab bukan illah-illah seperti itu, justru orang Kristen tidak percaya kepada "allah" macam itu. Artinya, kita tidak boleh berbuat seperti yang diperbuat mereka. sebab kita tidak boleh berpikir seperti cara berpikir mereka. Malahan sebaliknya, Bapak-mu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Ia bukannya tidak mengetahui, schingga kita perlu memberitahukan-Nya, juga tidak ragu-ragu, schingga kita perlu membujuk-Nya.

Allah adalah Bapa kita – Ia adalah Bapa yang mengasihi anak-anak-Nya dan tahu tentang segala sesuatu yang mereka butuhkan. Jika halnya demikian, mungkin ada orang bertanya, buat apa lagi berdoa? Jawab dari pertanyaan ini adalah : Jikalau orang-orang percaya berdoa bukan dengan tujuan hendak memberitahu Allah tentang hal-hal yang tidak diketahui-Nya. Atau, untuk merangsang Dia menunaikan tugas-Nya memberkati kita, atau untuk mendesak Dia seakan-akan kurang bergairah dan tidak mau tahu kebutuhan kita. Sebaliknya, orang-orang percaya berdoa untuk membuat diri mereka mandiri bangkit mencari Dia, membangun persekutuan dengan Dia, untuk melatih iman mereka dengan merenungkan janji-janji-Nya, untuk menanggalkan segala kekhawatiran mereka dengan menumpahkannya kedalam kuasa-Nya; dalam satu ungkapan, untuk memberi pernyataan, bahwa hanya dari Dia, Allah satu-satunya mereka mengharapkan dan menantikan, bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, segala hal yang baik. Martin Luther pernah merumuskan tentang doa yang lebih ringkas: 'Melalui doa, kita lebih mewajibkan diri kita sendiri daripada mewajibkan Dia'.



 II. Cara berdoa Kristiani yang Sesuai Ajaran Kristus

Jika cara berdoa orang-orang Farisi sering bersikap munafik dan cara orang kafir mekanis (pengulangan doa), maka cara berdoa umat kristiani harus riil – bersahaja (sederhana) dan sungguh-sungguh (berlawanan dengan munafik); suatu hubungan antara manusia dengan Allah secara pribadi berlawanan dengan doa yang mekanis. Yang dikehendaki Tuhan Yesus ialah supaya hati dan pikiran kita juga terlibat dalam apa yang kita ucapkan. Dengan demikian hakikat doa itu pun dibawa ke permukaan - bukan selaku pengulangan sia-sia dari kata-kata, juga bukan selaku sarana meninggikan diri di mata orang, melainkan selaku komunikasi yang sejati dengan Bapak sorgawi kita.

Tuhan Yesus selanjutnya memberikan sebuah contoh tentang dua yang baik, doa yang lingkup serta ringkasnya mengagumkan. Sekalipun jelas doa itu tidak dimaksudkan untuk diucapkan karena takhayul (tindakan yang dikecam Yesus, pada ayat 7), dan tidak mencakup seluruh ajaran-Nya tentang doa (bandingkan Yohanes 16:23, 24), doa ini tetap dapat dipakai (bukan sekadar diucapkan) dengan kesungguhan hati yang diucapkan oleh semua orang yang sungguh-sungguh percaya dan menjadi acuan model doa yang merupakan sarana hubungan kita dengan Allah.

Apa yang lazim disebut 'Doa Bapa Kami' adalah yang diberikan Yesus sebagai contoh doa kristiani yang sejati. Menurut Matius, Tuhan Yesus memberikan itu sebagai pola untuk dijiplak ('Berdoalah demikian...'). Menurut Lukas sebagai suatu bentuk untuk dipakai (Lukas 11 :2, 'Apabila kamu berdoa, katakanlah ....'). Kita tidak perlu memilih satu dari antara dua, sebab kita boleh melakukan keduanya, baik menggunakan sebagaimana adanya, maupun membuat doa yang lain dengan mengikuti pola itu.

 A. BAGIAN PERTAMA

Beda hakiki antara doa Farisi, doa kafir dan doa kristiani terletak dalam kebagaimanaan Allah kepada siapa kita berdoa. Mungkin ada ilah-ilah yang menyukai mantera-mantera mekanis; tapi Allah yang benar, yang hidup, seperti yang dinyatakan oleh Yesus Kristus, tidak menyukai itu.
Ketiga pokok pertama dalam Doa Bapa Kami mengungkapkan pengakuan kita akan kemuliaan Allah berkaitan dengan :
(1) Nama-Nya,
(2) Pemerintahan-Nya, ayat 10 dan
(3) Kehendak-Nya, ayat 10.
Panggilan "Bapa" dan pernyataan "dikuduskanlah nama-Mu" kepada Allah kita merujuk bahwa Ia adalah pribadi. Andai kata konsep kita tentang Allah adalah "semacam kuat kuasa saja" dan tanpa kepribadian, maka kuat kuasa itu tentu tidak ada namanya, tidak punya kerajaan maupun kehendak untuk diperhitungkan dan diprihatinkan. Kembali, jika kita harus membayangkan Allah sebagai 'yang Asali di dalam diri kita' atau 'dasar danpada keberadaan kita', maka mustahil kita dapat membedakan antara kepentingan-Nya, dari kepentingan kita. Tapi, jika dalam kenyataannya, Ia adalah 'Bapa kita yang di Sorga', Pribadi penuh kasih dan kuat kuasa yang telah dinyatakan sepenuhnya oleh Yesus Kristus, Sang Pencipta dan segala sesuatu yang ada, yang prihatin akan insan-insan yang diciiptakan-Nya dan akan anak-anak-Nya yang telah diselamatkan-Nya.

 Mat 6:9   :
LAI TB, Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu,
KJV, After this manner therefore pray ye: Our Father which art in heaven, Hallowed be thy name.
TR,  ουτως ουν προσευχεσθε υμεις πατερ ημων ο εν τοις ουρανοις αγιασθητω το ονομα σου
Translit. interlinear, houtôs {demikian} oun {karena itu} proseukhesthe {berdoalah} humeis {kamu} pater {Bapa} hêmôn {kami} ho {Yang} en {di dalam} tois ouranois {Surga} hagiasthêtô {dikuduskanlah} to onoma {nama} sou {-Mu}

Tuhan Yesus mengajar kita menyapa Dia sebagai "Bapa kami yang di sorga". "Bapa kami" Suatu bentuk sapaan yang tidak biasa dalam doa Perjanjian Lama namun amat berarti bagi orang percaya Perjanjian Baru. Namun demikian, dalam Perjanjian Lama dijelaskan begitu gamblang bahwa makna sebutan Bapa sebagai sumber segala sesuatu dan Penebus.

* Yesaya 63:16
Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala.
* Yesaya 64:8
Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.

Penyebutan "Bapa kami" di sini tidak merujuk gender Allah (sebagai laki-laki), karena Allah itu Roh (Yohanes 4:24), tetapi itu merujuk aktivitas Allah sebagai Pelindung, Penebus, Pencipta. Allah pencipta kehidupan. Dia ingin mendapatkan banyak anak untuk menjadi ekspresi-Nya. Untuk menjadi anak-anak Allah, manusia harus menerima Allah sebagai Allah yang hidup. Ketika menerima dan memiliki-Nya sebagai Sumber Hidup, mereka dilahirkan dari Dia; Dia menjadi Bapa mereka. Dalam Alkitab, sumber "hayat/hidup" seseorang adalah ayah orang itu, bukan ibunya. Maka Alkitab menyebut Allah sebagai Dia (laki-laki). Penyebutan "Bapa kami" kepada Allah kita, disinggung lebih jelas, diperuntukkan bagi umat yang percaya Kristus:

* Yohanes 1:12
Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
Kata-kata "yang di sorga" bukan mengacu kepada tempat Ia bertakhta, melainkan menekankan keilahian, otoritas, kepada wibawa serta kuat kuasa yang dimiliki-Nya, selaku Khalik dan Penguasa atas segala sesuatu yang ada . Kata 'di surga' tidak berarti bahwa Allah hanya ada di surga : "... langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Dia" (2 Tawarikh 2:6). Ini hanya merupakan suatu penghormatan. Kata-kata 'Bapa" dan 'yang di surga' ditekankan secara seimbang. Dengan demikian maka Ia menggabungkan kasih kebapakan dengan kuat kuasa sorgawi, dan apa pun yang direncanakan kasih-Nya Ia mampu melaksanakannya.

"Dikuduskanlah namaMu", pengungkapan ini, bukannya kita diminta untuk menambah-nambah kekudusan Allah. Ungkapan "dikuduskanlah namaMu", sama sekali tidak bermakna "nama" itu tidak suci/kurang suci/belum suci sehingga harus disucikan. Bahasa Yunani "αγιασθητω - HAGIASTHÊTÔ" verb - aorist passive imperative - third person singular , dari kata αγιαζω – HAGIAZÔ Leksikon Yunani : to make holy, i.e. (ceremonially) purify or consecrate; (mentally) to venerate -- hallow, be holy, sanctify.


"Nama Allah" berarti "diri Allah" sendiri. Ini terlihat dari banyak ayat misalnya:

* Mazmur 9:11
Orang yang mengenal namaMu percaya kepadaMu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN.
Ini adalah suatu doa supaya Allah dihormati / dimuliakan dan diakui oleh manusia. Makna utama kata Yunani αγιος - HAGIOS dari verba αγιαζω – HAGIAZÔ, sepadan dengan verba Ibrani,  קָדַשׁ - QADASY dan nomina  קֹדֶשׁ- QODESY adalah "pemisahan". Tindakan pengudusan berarti memisahkan dalam hal ini "Nama yang hohormati itu" dari dunia dan mengkhususkan bagi Allah.

Dalam konteks Perjanjian Lama, kata  קֹדֶשׁ- QODESY berhubungan dengan "milik" Allah, dipisahkan dari milik orang lain.

* Keluaran 13:2
LAI TB, Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; AKULAH YANG EMPUNYA MEREKA.
KJV, Sanctify unto me all the firstborn, whatsoever openeth the womb among the children of Israel, both of man and of beast: it is mine.
Hebrew,
קַדֶּשׁ־לִי כָל־בְּכֹור פֶּטֶר כָּל־רֶחֶם בִּבְנֵי יִשְׂרָאֵל בָּאָדָם וּבַבְּהֵמָה לִי הוּא׃
Translit Interlinear, QADESY-LI {kuduskan bagi-Ku} KHOL-BEKHOR {seluruh yang sulung} PETER {terbuka/keluar} KOL-REKHEM {seluruh rahim} BIVNEY {pada anak-anak [dari]) YISRA'EL {Israel} BA'ADAM {pada manusia} UVABEHEMAH {dan pada ternak} LI {bagi-Ku} HU' {mereka}

Bandingkan juga dengan Bilangan 3:13; 8:17. Konsep "kudus" dalam Perjanjian Baru tidak berbeda dengan Perjanjian Lama namun penekanannya pada pemisahan antara dunia dan Allah.
Kekudusan inilah yang membedakan antara orang Kristen (sejati) dengan orang non-Kristen. Kedua-duanya (Kristen dan non-Kristen) dapat berbuat baik, yang membedakannya adalah kekudusan di dalam Kristus.

* Yohanes 17:19
LAI TB, dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran.
KJV, And for their sakes I sanctify myself, that they also might be sanctified through the truth.
TR, και υπερ αυτων εγω αγιαζω εμαυτον ινα και αυτοι ωσιν ηγιασμενοι εν αληθεια
Translit interlinear,  kai {dan} huper {bagi} auton {mereka} egô {Aku} hagiazô {Aku menguduskan} emauton {diri-Ku sendiri} hina {supaya} kai {dan} autoi {mereka} ôsin {mereka [akan] menjadi} hêgiasmenoi {sudah dikuduskan} en {di dalam} alêtheia {kebenaran}

* 1 Petrus 1:15
LAI TB, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
KJV, But as he which hath called you is holy, so be ye holy in all manner of conversation;
TR, αλλα κατα τον καλεσαντα υμας αγιον και αυτοι αγιοι εν παση αναστροφη γενηθητε
Translit interlinear,  allaa {melainkan} kata {menurut} ton {yang} kalesanta {memanggil} humas{kalian} hagion  {kudus} kai {dan} autoi {mereka} hagioi {yang kudus} en {dalam} pasê {setiap} anastrophê {pembicaraan/hidup} genêthête {kiranya kalian menjadi}

Perhatikan Yohanes 17:19 frasa "Aku menguduskan diri-Ku", bukan berarti sebelumnya Yesus tidak kudus/ kurang kudus, tetapi konteksnya jelas bahwa kata "kudus" disini bermakna kekhususan, pemisahan, bahwa Yesus Kristus mengkhususkan DiriNya bagi murid-muridNya (orang yang percaya kepadaNya).

Demikian pula dalam Matius 6:9, konteksnya "dikuduskanlah NamaMu" adalah pengkhususan Nama Allah/ Diri Allah sebagai pribadi yang ditinggikan/ dihormati. Dengan demikian kata "dikuduskanlah" itu harus dimengerti sebagai suatu yang berbeda dengan yang lain. Menguduskan nama Allah berarti, memuliakan nama Allah itu bukan hanya terbatas pada kata-kata. Berbuat baik kepada orang miskin itu dipandang sebagai telah berbuat baik atau memuliakan Allah (Matius 25:40). Memuliakan Allah dipandang sebagai cara untuk mendapatkan kemurahan Allah. Tuhan Yesus mengajar kita bahwa berdoa adalah untuk menegaskan Allah mesti diposisikan sebagai Yang Mahamulia dan Yang Mahakudus, sehingga tidak ada kata yang sanggup mengungkapkannya.

'Nama Allah' bukan merupakan gabungan huruf-huruf misalnya "A, L, L, A dan H", atau "G, O dan D" ataupun huruf Ibrani  אלהים - 'ELOHIM, 'alef - lamed - he' - yod – mem atau  יהוה – YHVH, yôd – hê' – vâv – hê'. Namun yang dimaksud "Nama" itu adalah berarti oknum pemiliknya, watak dan kegiatannya. Jadi nama Allah adalah Allah sendiri sebagaimana Ia adanya dalam diri-Nya dan sebagaimana Ia telah membuat membuat diriNya nyata. Nama-Nya saja sudah kudus, karena dipisahkan dan dan ditinggikan di atas setiap nama lain, Namun kita mendoakan agar Nama itu dikuduskan. 'diperlakukan sebagai yang kudus'

Jika Tuhan Yesus mengajar kita menyapa Allah sebagai 'Bapa kami yang di sorga', maka tujuannya sangat bersifat pribadi, bukan protokol (mengajar bagaimana etika jika menghadap Tuhan Allah), melainkan kebenaran (agar kita datang kepada Dia dalam keadaan hati dan pikiran yang tepat). Hikmatnya besar, jika sebelum berdoa kita adakan saat teduh, merenungkan siapa Allah adanya. Hanya dengan berbuat demikian kita dapat datang ke hadirat Allah yang di sorga dengan kerendahan hati, pengabdian serta keyakinan yang tepat.

 Matius 6:10 :

LAI TB, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.
KJV, Thy kingdom come, Thy will be done in earth, as it is in heaven.
 TR, ελθετω η βασιλεια σου γενηθητω το θελημα σου ως εν ουρανω και επι της γης
Translit. interlinear,  elthetô {datanglah} hê basileia {Kerajaan} sou {-Mu} genêthêtô {jadilah} to thelêma {kehendak} sou {-Mu} hôs {seperti} en {di dalam} ouranô {surga} kai {juga} epi {di atas} tês gês {bumi}

Doa "Bapa kami" bukan mantera. Memang, tidak sukar mengulangi kata-kata Doa Bapa Kami, seperti seekor burung beo. Namun, jika kita benar-benar ingin menjadikannya doa kita, maka kita harus sadar akan implikasi-implikasinya yang revolusioner, sebab doa itu menandaskan apa yang harus kita prioritaskan dalam hidup ini.

"Datanglah kerajaan-Mu" Ini adalah suatu doa supaya Allah memerintah. Memang Allah sudah memerintah, tetapi ada banyak orang yang tidak mengakuiNya sebagai Raja. Kerajaan Allah adalah kerajaan yang mengakui ke-Raja-an-Nya, kerajaan dalam mana Ia memerintah sebagai Raja. Kembali lagi, sebagaimana Ia sudah kudus dari semula, demikian pula Ia sudah Raja dari semula, memerintah dengan kedaulatan yang mutlak, baik atas alam maupun atas sejarah. Namun, tatkala Yesus datang ke bumi, Ia memproklamirkan terobosan baru dan istimewa dari kedaulatan Allah sebagai Raja, dengan segala berkat penyelamatan dan tuntutan akan ketaatan yang implisit dalam ke-Raja-an-Nya itu. Itulah sebabnya jika kita berdoa supaya kerajaan-Nya 'datang', maka artinya adalah ganda, yaitu semoga kerajaan itu meluas dengan meningkatnya jumlah manusia yang menyerahkan dirinya kepada Tuhan Yesus. Dan semoga pewujudan kerajaan itu secara sempurna akan segera tiba, apabila Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya ke dalam dunia dengan segala kemuliaan serta menempati kedudukan-Nya sebagai yang memerintah dan berkuasa.

Berita kerajaan Allah merupakan pusat pemberitaan Tuhan Yesus dalam pelayananNya di bumi pada masa inkarnasi, (Lukas 4:43). Tuhan Yesus tidak pernah berhenti memberitakan kerajaan Allah (Lukas 8:1). kerajaan Allah itu tidak disertai tanda-tanda jasmaniah saja, karena menurutNya bahwa kerajaan Allah itu ada di antara kita (Lukas 17:20-21). Pertobatan merupakan prasyarat untuk menyambut kedatangan kerajaan Allah. Menurut Yohanes Pembaptis, Kerajaan Allah itu merujuk kepada Yesus Sang Mesias. Paulus menegaskan bahwa kerajaan Allah itu bukanlah masalah makanan dan minuman, tetapi terkait dengan kebenaran, damai sejahtera dalam Roh Kudus (Roma 14:17). Jika ini dihubungkan dengan Yohanes 14:6, maka kerajaan Allah merujuk kepada Yesus Kristus yang adalah Kebenaran itu sendiri.

"Jadilah kehendak-Mu", berlawanan dengan kehendak kita sendiri yang seringkali penuh ketololan (selalu mau menang sendiri dan 'ngambek ' kalau kehendaknya tidak jadi). Namun, dalam kebudayaan alternatif kristiani prioritas paling top bukan nama, kerajaan dan kehendak kita, melainkan Nama, kerajaan dan kehendak Allah. Entah kita mampu mendoakan ini dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, itu akan merupakan ukuran bagi bobot ke-Kristen-an, apakah ke-Kristen-an kita bohong-bohongan atau riil, cetek atau mendalam. Istilah "kehendak Allah" dapat menunjuk pada rencana kekalNya yang pasti akan terlaksana, tetapi bisa juga menunjuk pada firmanNya. Dalam arti yang pertama, ini merupakan suatu pernyataan bahwa kita mau menerima kehendak Allah (Matius 26:42). Dalam arti yang kedua, ini adalah suatu doa supaya firman / hukum-hukum Allah ditaati.

Kehendak Allah adalah 'baik dan sempurna' (Roma 12:2), sebab merupakan kehendak dari 'Bapa yang di sorga', yang tak terukur pengetahuan, kasih serta kuat kuasa-Nya. Karena itu adalah bodoh jika menolaknya, dan bijaksana jika menyimak, merindukan dan melaksanakannya.

Dari waktu ke waktu, saat kita hidup di bawah tekanan untuk menyesuaikan diri kepada kebudayaan sekular, yang tabiatnya adalah mengutamakan kepentingan diri sendiri. Jika itu terjadi, maka yang akan memenuhi perhatian kita ialah nama kita sendiri (puas melihat nama kita tercantum dengan tinta mas pada kop surat atau bangga kalau nama kita masuk koran, dan dengan sengit membela nama kita apabila diserang). Kerajaan cilik kita sendiri ('ngebos', mempengaruhi dan memanipulasi orang lain demi meningkatkan pamor ego kita). Selanjutnya, jika kita telah mengorbankan waktu dan tenaga seraya mengingat posisi kita terhadap Allah, dan sadar akan kebagaimanaan Allah selaku Bapa kita pribadi yang rahmani dan berkuasa maka dampaknya atas isi doa kita akan kentara secara radikal dalam dua cara. Pertama, kita akan mendahulukan kepentingan Allah ... ('nama-Mu kerajaanMu : .. , kehendak-Mu ... ').

Catatan :
"Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga". Sebagaimana nama-Nya sudah kudus dari semula, dan Ia sudah Raja dari semula, maka demikian pula kehendak-Nya adalah yang sudah dilaksanakan 'di sorga'. Apa yang diminta Yesus supaya kita doakan, ialah agar kehidupan di bumi kian mendekati kehidupan di sorga. Alasannya ialah karena ungkapan di bumi seperti di sorga agaknya sama mengena baik kepada pengudusan nama-Nya maupun kepada perluasan kerajaan-Nya dan pemberlakuan kehendak-Nya. Frasa "di bumi seperti di surga" ini juga menunjukkan bahwa di surga para malaikat mentaati Allah, dan kita berdoa supaya di bumi hal itu juga terjadi, bahwa kita adalah umat yang juga mentaati Allah.

B. BAGIAN KEDUA

Pada bagian kedua ini, merujuk kepada kebutuhan-kebutuhan kita sendiri (ayat 11-12), meskipun ditaruh pada tempat yang kedua, namun disampaikan secara serasi kepada-Nya ('Berilah kami ... , ampuni kami ... , lepaskan kami ... ). Kita semua tahu bahwa 'Doa Bapak Kami' tertuang dalam kedua bagian ini, dengan mendahulukan kemuliaan Allah dan disusul kemudian dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Dalam bagian kedua Doa Bapa Kami kata ganti milik berubah dari 'Mu' menjadi 'kami', karena kita beralih dari ihwal Allah ke urusan manusia. Setelah kita mengungkapkan keprihatinan kita yang menyala-nyala akan kemuliaan-Nya, kita sekarang dengan rendah hati mengungkapkan ketergantungan kita pada kasih karunia-Nya. Karena tahu siapa Allah pada Siapa kita memanjatkan doa kita, yakni Bapak dim Raja sorgawi, maka meskipun kebutuhan-kebutuhan pribadi tidak kita prioritaskan, namun kita tidak boleh mengabaikannya. Sama sekali tak mau menyebutnya dalam doa (dengan alasan tidak ingin menyusahkan Allah dengan soal-soal sepele seperti itu) akan merupakan kekeliruan yang sama besarnya seperti membiarkannya menguasai doa-doa kita. Sebab, Allah adalah 'Bapak kita yang di sorga', yang mengasihi kita dcngan kasih seorang bapak kepada anaknya, maka keprihatinan-Nya terhadap kesejahteraan kita adalah menyeluruh, dan la memang mau supaya kita menyampaikan semua kebutuhan kita kepada-Nya dcngan penuh percaya, kebutuhan akan makanan, pengampunan dan kelepasan dari yang jahat.

 Matius 6:11  :
 LAI TB, Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
KJV, Give us this day our daily bread.
 TR,  τον αρτον ημων τον επιουσιον δος ημιν σημερον
Translit. interlinear,  ton arton {roti} hêmôn {kami} ton epiousion {yang dibutuhkan} dos {berikanlah} hêmin {kepada kami} sêmeron {hari ini}
"Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya". Kata makanan dalam bahasa Yunani adalah τροφη - TROPHÊ. Yang diajarkan Yesus dalam Doa Bapa Kami ini adalah αρτος - ARTOS, roti/ bread. LAI menerjemahkannya sebagai 'makanan', karena pertimbangan kontekstual.

Sebagian para penafsir kuno membatasi arti roti dalam makna rohani saja, menurut mereka adalah tidak masuk akal bila Tuhan Yesus ingin supaya kita mendahulukan permintaan akan makanan jasmani -- makanan bagi tubuh kita. Pendapat ini juga disertai dengan dasar alkitabiah, bahwa Injil Yohanes memberikan suatu penjelasan yang dimaksud dengan roti mempunyai pengertian yang mengarah kepada diri Kristus. Yesus menyatakan Akulah roti yang turun dari surga (Yohanes 6:41), secara rohani Roti ialah tubuhNya sendiri, karena Barangsiapa makan tubuhKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal (Yohanes 6:56-58).

Menurut mereka tidak layak, apalagi sesudah membuka doa dengan ketiga pokok yang demikian agung, yang berkenaan dengan kemuliaan Allah, bahwa kita sekonyong-konyong turun ke tingkat keprihatinan yang demikian duniawi dan materialis. Untuk mengatasi hal yang tidak masuk akal ini, mereka lalu me-"rohani '-kan permohonan itu. Makanan yang dimaksud Yesus pasti makanan rohani, kata mereka. Bapak-bapak gereja perdana, seperti Tertulianus, Cyprianus dan Agustinus berpendapat bahwa. yang dimaksud ialah Firman Allah sebagai makanan yang tidak kelihatan, atau roti Perjamuan Kudus.

Namun kemudian theolog-theolog yang lainnya berpendapat bahwa usaha para bapak gereja "merohanikan" makanan itu sebagai sesuatu yang sama sekali tidak bisa diterima'. Misalnya, Martin Luther mempunyai pendapat bahwa 'makanan' merupakan 'perlambang' dari 'segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kehidupan ini, seperti sandang dan pangan, tubuh yang sehat, cuaca yang baik, rumah, anak-istri, pemerintah yang bijaksana dan kedamaian'. Dalam hubungan ini mungkin aapat juga kita tambahkan, bahwa yang lebih dimaksud Tuhan Yesus dengan makanan itu ialah keperluan yang menjadi dasar kebutuhan manusia untuk hidup dan bukan kemewahan.

Permohonan kiranya Allah 'memberi' kita makanan kita, tentu bukan hendak menyangkal bahwa manusia harus bekerja untuk mencari nafkahnya. Bahwa petani harus mengolah lahannya, harus menabur dan menuai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan panennya, atau bahwa kitalah yang bartanggung jawab atas sesama manusia kita yang menderita lapar (Matius 25:35). Tidak, bukan itu maksudnya. Permohonan itu adalah pengakuan bahwa pada akhirnya kita tergantung secara mutlak kepada kasih karunia Allah, yang biasanya memakai manusia selaku sarana produksi dan distribusi untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya . Bahkan lebih dari itu, Tuhan Yesus agaknya ingin mencamkan dalam hati para pengikut-Nya. bahwa ketergantungan mereka kepada Allah harus mereka sadari hari lepas hari.

Kata keterangan επιουσιος – epiousios dalam ungkapan 'makanan kami yang secukupnya' adalah demikian asing bagi masyarakat zaman dulu, sehingga Origen menduga bahwa kata itu adalah temuan para penulis Injil. Orang-orang dari zaman kita sekarang yang menganut pendapat yang sama, ialah ahli bahasa Moulton dan Milligan.Ungkapan itu barangkali harus diterjemahkan secara tepat dengan 'untuk hari ini' atau 'untuk hari berikut' atau 'yang secukupnya untuk hari ini'. Yang mana pun yang harus dianggap terjemahan yang benar, namun satu hal jelas, yakni bahwa doa itu bukanlah untuk masa depan yang jauh, melainkan untuk masa kini atau masa datang yang dekat sekali. Seperti dikatakan A.M Hunter: "jika diucapkan pagi hari, maka mak sudnya ialah untuk memohon makanan pada hari yang baru dimulai ini. Jika diucapkan sore hari, maksudnya mendoakan makanan untuk keesokan harinya". Jadi artinya ialah bahwa kita harus hidup hari demi ban, (atau, hari lepas hari -- satu kali untuk satu hari saja). Dengan demikian, istilah 'secukupnya' mengandung makna tidak serakah dalam menerima berkat Allah yang bersifat jasmani.

Matius 6:12  :
LAI TB,  dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
KJV, And forgive us our debts, as we forgive our debtors.
 TR,  και αφες ημιν τα οφειληματα ημων ως και ημεις αφιεμεν τοις οφειλεταις ημων
Translit. interlinear,  kai {dan} aphes {ampunilah} hêmin {kami} ta opheilêmata {akan hutang-hutang (kesalahan-kesalahan) } hêmôn {kami} hôs {seperti} kai {juga} hêmeis {kami} aphiemen {sudah mengampuni} tois {orang-orahg} opheiletais {yang berhutang (bersalah)} hêmôn {(kepada) kami}
"Ampunilah kami akan kesalahan kami", pengampunan adalah sama pentingnya bagi kehidupan dan kesehatan jiwa seperti makanan bagi tubuh. Jadi, doa berikutnya ialah, Ampunilah kami akan kesalahan kami. Dosa diibaratkan seperti 'kesalahan yang wajib dijatuhi hukuman, tapi Allah mengampuni dosa. Ia membatalkan hukuman atas kesalahan itu dan mencabut tuduhan atas kesalahan itu.

Kata "kesalahan" dalam terjemahan Bahasa Indonesia LAI TB, adalah terjemahan dari kata Yunani "οφειλημα - opheilêma", asal kata "οφειλω - opheilô", harfiah : hutang. Dalam pola pikir Semitik kata "dosa" itu adalah 'hutang'. Maka, "pengampunan dosa" menurut pola pikir orang Yahudi itu ibarat seseorang yang punya hutang tapi dianggap lunas. Karena itu 'setiap orang yang berhutang (bersalah) kepada kami' berarti 'setiap orang yang berdosa kepada kami'. Dalam Matius 6:12 penggunaan kata 'hutang' dalam arti 'dosa', yang persamaannya bisa kita lihat dalam Kitab Lukas dibawah ini

* Lukas 11:4
LAI TB, dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan."
KJV, And forgive us our sins; for we also forgive every one that is indebted to us. And lead us not into temptation; but deliver us from evil.
NIV, Forgive us our sins, for we also forgive everyone who sins against us. And lead us not into temptation."
TR, και αφες ημιν τας αμαρτιας ημων και γαρ αυτοι αφιεμεν παντι οφειλοντι ημιν και μη εισενεγκης ημας εις πειρασμον αλλα ρυσαι ημας απο του πονηρου
Translit interlinear, kai {dan} aphes {ampunilah} hêmin {kami} tas hamartias {(akan) dosa-dosa} hêmôn {kami} kai {juga} gar {sebab} autoi {sendiri} aphiemen {kami mengampuni} panti {setiap (orang)} opheilonti {yang berhutang (bersalah)} hêmin {terhadap kami} kai {dan} mê {janganlah} eisenegkês {membawa} hêmas {kami} eis {kedalam} peirasmon {godaan} alla {tetapi} rusai {lepaskan} hêmas {kami} apo tou {dari} ponêrou {yang jahat}

Perhatikan dalam Lukas 11:4 ini dimana kata "dosa" (Yunani, "αμαρτια - hamartia") diparalelkan dengan kata "berhutang" (Yunani, "οφειλω - opheilô").
Disini, Lukas menyajikan makna "hutang" sebagai "dosa" yang lazim dalam faham semitik kepada orang-orang non-Yahudi. Lukas adalah seorang petobat Yunani, satu-satunya orang bukan Yahudi yang menulis sebuah kitab di dalam Alkitab. Lukas menulis Injil ini kepada orang-orang bukan Yahudi guna menyediakan suatu catatan yang lengkap dan cermat "tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat". Maka wajar jika secara khusus Lukas menunjukkan apa arti "hutang" yang dirujuk sebagai "dosa" oleh masyarakat semitik.

Dikatakan dalam 1 Yohane 4:8 bahwa Allah itu kasih, maka jelaslah bahwa Allah tidak mempunyai dendam dan menyimpan kesalahan manusia. Oleh karena sifat Allah itu kasih, maka tidak dapat disangsikan lagi bahwa Allah siap memberikan pengampunan kepada orang yang berbuat dosa kepadaNya. Sebagai ganti akan kebaikan Allah, semestinya kitapun mewujudkan sikap kasih dan pengampunan serta tidak berbuat jahat kepada sesama sehingga kasih, anugerah, dan rahmat tidak diambil kembali oleh Allah (Matius 18:32-34).

"Seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami". Kasih merupakan dasar bagi manusia untuk dapat mengampuni. Kasih tidak mengutamakan diri sendiri dan tidak menuntut suatu imbalan seperti Allah telah memberikan kasihNya dengan cuma-cuma. Mengampuni kesalahan orang lain memang bukanlah suatu pekerjaan mudah, karena hal itu kait-mengait dengan hati yang terdalam. Sepanjang manusia dalam hidupnya mementingkan dirinya sendiri, dan membiarkan egonya berkembang, rasanya sukar baginya untuk dapat mengampuni orang lain. Jalan satu-satunya bagi manusia untuk dapsat mengampuni orang lain ialah memberikan tempat bagi Allah dalam hatinya untuk beroperasi dan mengerahkan jalan hidupnya seperti yang dikehendaki Allah.

Matius 6:12 dan Lukas 11:4 adalah doa dari anak-anak Allah yang senantiasa memohon pengampunan dan sekaligus komitment untuk senantiasa mengampuni. Anak kalimat "seperti kamijuga mengampuni orang yang bersalah kepada kami" dititik-beratkan kemudian dalam ayat 14 dan 15:

* Matius 6:14-15
6:14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.
6:15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."

Anak kalimat ini adalah lanjutan doa itu dan merupakan pernyataan, bahwa Bapa kita akan mengampuni jika kita mengampuni orang lain, tapi tidak akan mengampuni kita jika kita menolak mengampuni orang lain. Penerapan ayat ini dijelaskan dalam pengajaran melalui perumpamaan oleh Yesus Kristus dalam "perumpamaan tentang pengampunan" di Matius 18:21-35. Disitu Yesus menggunakan perumpamaan seorang yang berhutang dengan sejumlah besar uang yang tidak mungkin sanggup ia bayar, hutang yang besar ini adalah gambaran dosa-dosanya yang besar.

Perumpamaan tentang hamba yang jahat menjadi kunci perumpamaan tentabg pengampunan itu (Matius 18:23-35). Kesimpulannya ialah: 'Seluruh hutangmu (dosamu) yang jumlahnya besar telah kuhapuskan ... bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?' (ayat 33).

 Matius 6:13  :
LAI TB,  dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.
KJV,  And lead us not into temptation, but deliver us from evil: For thine is the kingdom, and the power, and the glory, for ever. Amen.
 TR, και μη εισενεγκης ημας εις πειρασμον αλλα ρυσαι ημας απο του πονηρου οτι σου εστιν η βασιλεια και η δυναμις και η δοξα εις τους αιωνας αμην
Translit. interlinear,  kai {dan} mê {janganlah} eisenegkês {membawa} hêmas {kami} eis {kedalam} peirasmon {godaan} alla {tetapi} rusai {lepaskanlah} hêmas {kami} apo {dari} tou ponêrou {yang jahat} hoti {karena} sou {Engkau} estin {adalah} hê basileia {kerajaan} kai {dan} hê dunamis {kuasa} kai {dan} hê doxa {kemuliaan} eis tous aiônas {sampai selamanya} amên {amin}

"Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat". Kedua permohonan terakhir harus dimengerti sebagai segi negatif dan segi positif dan satu hal yang sama. Orang berdosa yang kejahatan masa lajunya telah diampuni, merindukan kelepasan dari penindasan si jahat pada masa yang akan datang. Maksud agung doa itu cukup jelas. Tapi timbul dua masalah. Pertama, Alkitab mengatakan bahwa Allah tidak (dan memang mustahil) mencobai kita untuk melakukan sesuatu yang jahat (Yakobus 1:13). Jadi, mengapa kita berdoa agar Ia jangan melakukan apa yang dikatakan Alkitab takkan Ia lakukan?

Ada orang yang mencari jawabnya dengan membedakan antara 'mencobai' dan menguji atau 'mengetes', dan lalu menjelaskan bahwa Allah memang tak kunjung membujuk kita berbuat dosa. Yang Ia perbuat ialah mengetes iman dan watak kita. Penjelasan ini dapat kita terima. Namun akan lebih tepat lagi jika 'jangan membawa kami' kita artikan sebagai mempunyai sasaran yang sama seperti pasangannya dalam kalimat berikutnya, yakni tetapi lepaskanlah kami, dan menganggap bahwa yang dimaksud dengan 'yang jahat' adalah 'si jahat' (seperti vang tertulis dalam Matius 13: 19). Dengan kata lain, yang membawa ke dalam pencobaan adalah Iblis, dan dari dia-lah kita harus 'dilepaskan' (Yunani, "ρυσαι - rusai", dari kata ρυομαι - ruomai", melepaskan, membebaskan).

Masalah kedua menyangkut fakta bahwa menurut Alkitab pencobaan dan ujian adalah baik bagi kita: "Anggaplah sebagai kebahagiaan, saudara-saudaraku apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan atau 'berbagai-bagai ujian" (Yakobus 1 :2). Lalu, jika pencobaan dan ujian itu harus kita anggap kebahagiaan, mengapa harus kita doakan supaya kita jangan dibawa ke dalamnya? Jawabnya mungkin bahwa yang lebih merupakan maksud doa itu ialah kiranya kita dapat mengatasi pencobaan, jadi bukan kiranya kita dapat mengelakkannya. Barangkali seluruh petisi itu dapat kita tuang dalam ungkapan, 'Janganlah izinkan kami dibawa ke dalam pencobaan yang bakal membuat kami kewalahan, tapi lepaskanlah kami dari si jahat'. Jadi, di balik kata-kata yang diberikan Yesus kepada kita untuk kita ucapkan dalam doa, terdapat implikasi bahwa Iblis terlalu kuat bagi kita, kita terlalu lemah untuk bisa bertahan melawan dia. Tapi Bapa kita yang di sorga akan melepaskan kita jika kita berseru kepada-Nya.

"Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat " ini bukan permintaan supaya terhindar dari pencobaan / tidak terkena pencobaan, tetapi permintaan supaya tidak jatuh ke dalam dosa pada waktu menghadapi pencobaan. Jadi, ini adalah suatu permintaan supaya Tuhan tidak mengijinkan kita untuk mendapatkan pencobaan yang akan menjatuhkan kita dalam dosa. Pencobaan juga dapat dikaitkan dengan penentuan hak dalam kerajaan (Lukas 22:28), dukacita (Kisah 20:19), penderitan yang membawa sukacita (1 Petrus 4:12), dan kesakitan dalam tubuh (Galatia 4:14). Dari ayat-ayat ini dapat dimengerti bahwa pencobaan mengandung dua hal. Pertama, pencobaan yang membawa pada sukacita. Kedua, pencobaan yang membawa pada kesakitan jasmani.

Pencobaan yang membawa pada sukacita dapat dilihat dari apa yang dikatakan oleh Yesus pada muridNya "……kamulah yang tetap tinggal ber-sama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami" (Lukas 22:18). Maksudnya ialah murid akan mengalami apa yang dialami GuruNya. Kristus adalah Kepala gereja (Efesus 5:23), dan orang percaya dipandang sebagai tubuhNya. Dapat dipahami bahwa apa yang dialami oleh Tuhan Yesus juga akan dialami juga oleh jemaat-Nya. Kita menderita bersama-sama dengan Kristus, kita juga akan dimuliakan bersama-sama dengan Kristus (Roma 8:17). Sebagai umat Kristus kita tidak hanya dijanjikan berkat saja, kadang penderitaan juga merupakan bagian hidup orang percaya, namun penderitaan itu akan membawa kepada suatu kebahagiaan, yaitu mendapat hak sebagai ahli waris kerajaan dan mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:4).

Pencobaan dalam Doa Bapa Kami itu merujuk pada artian serangan atau godaan yang mampu untuk memisahkan orang percaya dengan hidup Allah. Serangan ini dapat menjadikan orang lupa pada Allah dan menuruti dorongan hati untuk melakukan tindakan yang di luar kehendak Allah. Manusia perlu senantiasa memberi tempat bagi Allah untuk memimpin, menerangi, dan menuntun hidupnya. Dengan pimpinan Allah dalam hidupnya orang percaya tidak menggunakan kekuatan sendiri. Dengan kerendahan hati kita berseru kepada Allah lepaskanlah kami dari yang jahat. Memang musuh kita adalah iblis, namun yang perlu juga kita waspadai adalah musuh dalam diri kita sendiri, yaitu hawa nafsu sesat yang tak terbendung.


III. Penutup
Dengan demikian maka ketiga petisi yang diletakkan Tuhan Yesus di mulut kita tergabung dalam suatu keserasian yang sangat indah. Pada prinsipnya ketiga petisi ini mencakup seluruh kebutuhan manusiawi kita :

1. Yang bersifat materi (makanan sehari-hari),
2. Yang bersifat spiritual (pengampunan atas dosa) dan
3. Yang bersifat moral (kelepasan dari yang jahat).

Dan setiap kali kita menaikkan doa ini, maka yang kita lakukan adalah tidak lain daripada mengatakan ketergantungan kita kepada Allah dalam semua sektor kehidupan manusiawi kita. Jadi, tidak mengherankan bahwa beberapa naskah purba termasuk naskah Textus Receptus mengakhiri doa ini dengan doksologi, kidung pujian, yang menghubungkan 'Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan' dengan Allah, Sang Khalik dan Sang Pemilik kita satu-satunya.

Doksologi : "Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin". Bagian ini sering diperdebatkan keasliannya, karena tidak ada dalam beberapa nakah salinan, maka dalam LAI-TB bagian ini diletakkan di dalam tanda kurung tegak. Dalam Lukas 11:2-4 juga tidak memiliki bagian itu. Namun, jikalau tidak ada kalimat ini, Doa Bapa Kami ini menjadi 'aneh', karena terhenti secara tiba-tiba. Kalau kita menimbang dan mengingat begitu mulia dan agung rencana Allah untuk manusia, maka tidak ada kata yang dapat diungkapkan selain seperti diungkapkan dalam frasa akhir "karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya". Ungkapan ini sebagai kalimat penutup yang juga menunjuk bahwa Allah melalui kuasaNya yang Mahadahsyat mampu mengadakan apa yang tidak ada menjadi ada. Ungkapan ini muncul karena terbersit rasa kagum akan keberadaan Allah yang Mahakudus dan Mahamulia itu.

Seperti sudah diuraikan bahwa Doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Tuhan Yesus bukanlah sekadar doa yang tidak mempunyai arti dan bukanlah suatu ketentuan model doa yang harus diucapkan persis dengan kata-kata dalam doa tersebut untuk dihafal atau diucapkan berulang-ulang seperti mantera. Namun dalam hal ini, Tuhan Yesus mengajarkan rumusan doa yang benar. Tuhan Yesus telah memberikan Doa Bapa Kami ini selaku 'model' doa yang riil, yaitu doa kristiani, yang sangat berbeda dari doa orang Farisi dan orang kafir, Namun harus diakui, bahwa orang dapat mengucapkan Doa Bapa Kami secara munafik atau secara mekanis (diucapkan berulang-ulang sebagai hafalan), atau kedua-duanya. Namun, jika apa yang kita ucapkan benar-benar mengungkapkan apa yang kita maksud, maka Doa Bapa Kami ini adalah alternatif ilahi dari kedua bentuk doa palsu tersebut. Kita bukan mengada-ada jika kita katakan bahwa itu kentara pada kedua bagian dari doa itu.

Kekeliruan orang munafik ialah kegandrungan mereka mengutamakan diri sendiri. Sekalipun dalam doa, mereka tetap tergila-gila pada citra diri sendiri dan pada kehebatan penampilan dirinya di hadapan orang lain. Tapi dalam Doa Bapa Kami adalah kegandrungan orang Kristen adalah mutlak kepada Allah - kepada nama-Nya, kerajaan-Nya dan kehendak-Nya, bukan kepada nama, kerajaan dan kehendak diri sendiri. Doa kristiani yang sejati selalu tenggelam dalam keasyikan mengutamakan Allah dan kemuliaan-Nya, Jadi, merupakan kebajikan yang mengesampingkan penonjolan diri orang munafik, yang memanfaatkan doa sebagai sarana bagi kemuliaan dirinya sendiri.

Kekeliruan orang kafir ialah sifat mereka yang acuh tak acuh. Ia hanya tahu mengoceh, mengucapkan "mantra" atau doa yang diucapkan berulang-ulang menyertakan nada suara pada ibadahnya yang tanpa makna. Ia mengucap tanpa memikirkan apa yang diucapkannya, sebab yang penting baginya adalah volume, bukan isi volume. Tapi Allah tidak terkesan oleh kata-kata. Bertentangan dengan 'doa volume' Farisi itu, Tuhan Yesus telah mengajak kita menyampaikan segala sesuatu yang kita butuhkan kepada Bapa kita yang di sorga, dan doa menjadi sarana hubungan personal antara Allah sebagai Bapa dengan anak-anakNya dan dengan berbuat demikian menyatakan kebergantungan kita kepada-Nya setiap hari.

Demikianlah doa orang-orang yang percaya dalam Kristus selaku kebalikan dari ibadah-ibadah agamawi dari orang-orang yang bukan Kristen. Doa Kristiani terpusat kepada Allah yang mengutamakan kemuliaan Allah, dimana ini bertentangan dengan doa kebanyakan orang Farisi yang terpusat kepada dirinya sendiri.

Doa Kristiani adalah doa dalam roh juga doa yang memakai akal budi (merupakan pernyataan dari kebergantungan yang dihayati), bertentangan dengan "doa orang-orang kafir" yang diucapkan secara mekanis tanpa penghayatan. Itulah sebabnya, kita datang kepada Allah, Bapa kita di dalam doa. Datang kepadaNya sebagai anak-anakNya, bukan datang sebagai orang munafik (pemain sandiwara), juga bukan doa yang bertele-tele mengucapkan kata-kata kosong dengan mulut komat-kamit mengucapkan doa hafalan dengan pikiran yang hampa. Namun sebaliknya, kita datang dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh bahwa kita adalah anak-anak Allah yang memerlukan hubungan, dan berkat, dan perlindungan dari Allah Bapa kita di Surga.

Amin.

Benih Penabur

Sumber :
- John Stott, Khobah di Bukit, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, p 182 – 196.
- The Wycliffe Commentary, Vol 3, p 40-41
- FF Bruce, Ucapan Yesus yang Sulit, SAAT Malang, p 74-78

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.