Monday 2 May 2016

CUEK....



Sepasang suami istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Seekor tikus memperhatikan makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??” Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang, mendatangi ayam dan berteriak “ada perangkap tikus”. Sang Ayam berkata “Tuan Tikus, Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh padaku”

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Sang Kambing pun berkata “Aku
turut ber simpati, tapi tidak ada yg bisa aku lakukan” Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. “Maafkan aku. Tp perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali” Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata “Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku” Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yg terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah.

Walaupun sang Suami sempat membunuh ular tersebut, sang Istri tetapi harus di bawa ke
rumah sakit. Beberapa hari kemudian istrinya demam. Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. Dengan segera ia menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya. Tetapi sakit sang Istri tak kunjung reda. Seorang teman menyarankan utk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambing untuk mengambil hatinya. Istrinya tidak sembuh dan akhirnya
meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih
sapinya untuk memberi makan para pelayat. Dari kejauhan sang Tikus menatap dgn penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat  Perangkap Tikus tersebut sudah tdk digunakan lagi.

Nb : itu gambaran hidup kita, seringkali kita hanya  melihat kesusahan orang lain dengan  sebatas “ikut bersimpati, ikut prihatin, kasihan” , dan pura pura sibuk dengan urusan sendiri  tanpa mau melakukan pertolongan atau bantuan yang nyata, bahkan tidak mau tahu akan kesusahan orng lain. Kita lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa tidak ada suatupun peristiwa yang hanya kebetulan, kita dihadapkan oleh Tuhan untuk menyikapinya.

Semoga menjadikan kita bijak.

Yesus bless you

Sunday 1 May 2016

HARI SABAT TUHAN

Sabat (Ibrani: shabbath) adalah dimulai dari hari Jumat sore (matahari terbenam) sampai Sabtu sore (matahari terbenam). Dan secara prinsip, Allah menginginkan manusia untuk menyembah-Nya secara khusus, karena Allah adalah Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari khusus yang diberkati dan dikuduskan oleh Allah, karena Allah berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3; Kel 20:11). Karena Sabat adalah hari yang dikuduskan oleh Allah, maka Allah melarang umat-Nya untuk bekerja pada hari Sabat (Kel 20:9-11). Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan Allah dan menjadikannya perjanjian kekal (lih. Kel 31:13; Kel 31:16; Kel 31:17). Lebih lanjut Allah juga memerintahkan untuk memelihara hari Sabat (Im 19:3, Im 19:30) dan yang melanggar hari Sabat dihukum mati (lih. Kel 31:14; Kel 31:15; Bil 15:32-36). Dari ayat-ayat tersebut di atas, dan masih banyak ayat-ayat yang lain, hari Sabat memang ditentukan oleh Tuhan sendiri yang harus dijalankan oleh umat-Nya secara turun-temurun.


Kita masih mengingat bahwa Yesus sendiri beberapa kali berdebat dengan kaum Farisi yang memberikan beban yang tak tertanggungkan kepada manusia (Mat 23:4) dan kemudian Yesus menyatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mrk 2:27). 
Yesus sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela muridnya ketika mereka mengambil makanan di ladang, dan Yesus mengutip tentang apa yang dilakukan oleh Daud (Mat 12:3; Mrk 2:25; Luk 6:3; Luk 14:5). 
Lebih lanjut, Rasul Paulus menegaskan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Kol 2:16; Gal 4:9-10; Rom 14:5-6). Demikian pula Rasul Yohanes menuliskan wahyu yang diterimanya pada hari Tuhan (Why 1:10).

Kebangkitan Tuhan adalah menjadi pokok iman Kristen dan kebangkitan Yesus terjadi pada hari Minggu, yang disebut sebagai hari pertama di dalam minggu (Luk 24:1). Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus menampakkan diri dalam perjalanan ke Emmaus, dan melakukan pemecahan roti di depan murid-murid-Nya pada hari kebangkitan-Nya, yaitu hari Minggu, hari pertama minggu itu (Luk 24:13-35, Luk 24:1). 
Jemaat Kristen perdana yang non Yahudi merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis 20:7; 1 Kor 16:2). Selanjutnya, maka perayaan Hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat).

Lalu apa alasan orang Kristen untuk mengubah Sabat dari Sabtu menjadi Minggu?

Dasar dari Kitab Suci tentang perayaan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan
Kristus bangkit pada hari Minggu, dan 2 x Ia menampakkan diri setelah kebaktian, juga pada hari Minggu.
Kebangkitan Yesus Kristus dari kematian terjadi pada “hari pertama setelah hari Sabat” (Mrk 16:2, 9; Luk 24:1; Yoh 20:1). Pada hari yang sama, Tuhan yang bangkit menampakkan diri kepada dua orang murid ke Emaus (lih. Luk 24:13-35) dan kepada kesebelas Rasul yang berkumpul bersama (cf. Luk 24:36; Yoh 20:19).
 Seminggu kemudian seperti yang dihitung oleh Injil Yohanes (lih. Yoh 20:26)-  para murid berkumpul kembali sekali lagi, ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka dan membuat-Nya dikenali oleh Tomas, dengan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda dari Sengsara-Nya. 
Hari Pentakosta -hari pertama dari delapan minggu setelah Paska Yahudi (lih. Kis 2:1), ketika janji yang dibuat oleh Yesus kepada para Rasul setelah Kebangkitan-Nya digenapi dengan pencurahan Roh Kudus (lih. Luk 24:49; Kis1:4-5)- juga terjadi pada hari Minggu. 
Ini adalah hari proklamasi yang pertama dan Baptisan yang pertama: Petrus mengumumkan kepada orang-orang yang berkerumun bahwa Kristus telah bangkit dan “mereka yang menerima sabda-Nya dibaptis” (Kis 2:41). Ini adalah hari epifani Gereja, dinyatakan sebagai bangsa yang di dalamnya anak-anak Allah yang terpencar dikumpulkan dalam kesatuan, melampaui semua perbedaan mereka.

untuk alasan ini maka sejak dari zaman para Rasul, “hari pertama setelah hari Sabat”, hari pertama minggu, mulai membentuk ritme kehidupan bagi para rasul Kristus (lih. 1Kor 16:2). “Hari pertama setelah hari Sabat” adalah juga hari di mana jemaat di Troas berkumpul “untuk memecahkan roti”, ketika Paulus mengucapkan perpisahan dan secara mukjizat menghidupkan Eutikhus kembali (lih. Kis 20:7-12). Kitab Wahyu memberikan bukti praktek untuk menyebut hari pertama minggu sebagai “Hari Tuhan” (Why 1:10). 
Ini kini menjadi sebuah ciri yang membedakan umat Kristen dari dunia di sekitar mereka… Dan ketika umat Kristen menyebut “Hari Tuhan”, mereka memberikan kepada istilah ini arti yang penuh dari pemberitaan Paskah: “Yesus Kristus adalah Tuhan” (Flp 2:11; lih. Kis 2:36; 1Kor 12:3). Maka Kristus diberi gelar yang sama, yang oleh kitab Septuaginta biasanya digunakan untuk menerjemahkan apa yang dalam wahyu Perjanjian Lama adalah nama Tuhan yang melampaui segala ucapan: YHWH.

Di masa Kristen awal, ritme mingguan dari hari-hari, umumnya tidak menjadi bagian kehidupan di kawasan di mana Injil tersebar, dan hari-hari perayaan kalender Yunani dan Romawi tidak bertepatan dengan hari Minggu-nya umat Kristen. Maka, untuk umat Kristen, adalah sangat sulit untuk melaksanakan/ menerapkan Hari Tuhan pada suatu hari tertentu dalam setiap minggu. Hal ini menjelaskan mengapa umat beriman harus berkumpul sebelum matahari terbit. Namun demikian kesetiaan terhadap ritme mingguan kemudian menjadi norma, sebab hal itu berdasarkan atas Perjanjian Baru dan berkaitan dengan wahyu Perjanjian Lama. Ini sungguh digarisbawahi oleh para Apologist dan para Bapa Gereja dalam tulisan-tulisan dan khotbah mereka, di mana dalam mengatakan Misteri Paska, mereka menggunakan teks Kitab Suci yang sama, yang menurut kesaksian St. Lukas (lih. Luk 24:27, 44-47), Kristus yang bangkit sendiri telah menjelaskan kepada para murid. Menurut terang teks-teks ini, perayaan hari Kebangkitan tersebut memperoleh nilai doktrinal dan simbolis yang mampu menyatakan keseluruhan misteri Kristiani dalam segalanya yang baru.

Para Rasul, secara khusus St. Paulus, pada awalnya terus hadir di sinagoga sehingga di sana mereka dapat mewartakan Yesus Kristus, menjelaskan “perkataan nabi-yang dibacakan setiap hari Sabat” (Kis 13:27). Sejumlah komunitas [jemaat] melaksanakan Sabat sementara juga merayakan hari Minggu. Namun demikian, segera, kedua hari mulai dibedakan dengan lebih jelas, utamanya sebagai reaksi terhadap tuntutan sejumlah orang Kristen yang berasal dari kaum Yahudi, yang membuat mereka cenderung untuk mempertahankan kewajiban hukum Taurat yang lama …. Pembedaan hari Minggu dari Sabat Yahudi bahkan bertumbuh lebih kuat dalam pemahaman Gereja, meskipun terdapat masa dalam sejarah, ketika, karena kewajiban istirahat Minggu begitu ditekankan, sehingga Hari Tuhan cenderung menjadi mirip dengan hari Sabat. Tambahan lagi, terdapat kelompok-kelompok dalam kalangan Kristen yang melakukan baik Sabat maupun Minggu sebagai “dua hari yang bersaudara.”

Perbandingan hari Minggu Kristen dengan hari Sabat menurut visi Perjanjian Lama mendorong besarnya perhatian pandangan-pandangan teologis. Secara khusus, di sana timbul kaitan yang unik antara Kebangkitan dan Penciptaan. Pandangan Kristen secara spontan menghubungkan Kebangkitan Kristus, yang terjadi “di hari pertama minggu itu”, dengan hari pertama dari hari kosmik (lih. Kej 1:1-24) yang membentuk kisah Penciptaan di Kitab Kejadian: hari penciptaan terang (lih. Kej 1:3-5). Kaitan ini mengundang sebuah pemahaman Kebangkitan sebagai awal dari ciptaan yang baru, buah-buah sulung yang tentangnya Kristus yang mulia adalah, “yang sulung dari segala ciptaan” (Kol 1:15) dan “yang sulung dari antara orang mati” (Kol 1:18).

.................... “Hari Sabat adalah akhir dari penciptaan yang pertama, sedangkan hari Tuhan adalah awal dari penciptaan yang kedua, di mana Ia memperbaharui dan memperbaiki yang lama, dengan cara yang sama seperti Ia menentukan bahwa mereka harus menerapkan Sabat sebagai peringatan akan akhir dari penciptaan pertama, maka kita menghormati hari Tuhan sebagai peringatan akan penciptaan yang baru.” ( St. Athanasius, On Sabbath and Circumcision 3 )

Beberapa keberatan dan jawaban seputar hari Sabat dan hari Minggu

1. Kis 20:7 membuktikan tidak ada ibadah pada hari Minggu?
Ada sejumlah orang berargumen bahwa Kis 20:7 dan ayat-ayat selanjutnya menunjukkan bahwa pemecahan roti yang dilakukan oleh Rasul Paulus itu adalah acara makan-makan biasa dan bukan ibadah, dan bahwa hal memecah roti itu terjadi dua kali, sebelum Eutikhus jatuh dan dilanjutkan lagi setelah Eutikhus jatuh dan dihidupkan kembali. Benarkah demikian?
Untuk mengetahui apakah pertemuan itu merupakan ibadah atau bukan, kita melihat kepada bahasa asli yang digunakan pada ayat itu:

“Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.” (Kis 20:7)
Kata kerja ‘berkumpul‘ yang digunakan di sana adalah ‘synaxis‘ (dari kata synago, serupa dengan kata sinagoga yang artinya adalah tempat berkumpul untuk beribadah).
Dengan demikian, interpretasi yang mengatakan bahwa ‘memecah-mecah roti’ di sana hanya makan-makan biasa, itu adalah interpretasi pribadi, yang tidak sesuai dengan maksud penggunaan kata tersebut pada zaman itu oleh para Rasul. Sebab jelas kata sebelumnya, yaitu ‘berkumpul/ synaxis‘ itu artinya adalah berkumpul untuk beribadah.
Sedangkan interpretasi bahwa kejadian memecah roti sebanyak dua kali itu juga merupakan kesimpulan yang diambil sendiri, tetapi hal itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam perikop tersebut. Yang disebutkan dalam ayat Kis 20:7 adalah bahwa para murid “berkumpul untuk memecah-mecahkan roti” (tidak disebut kapan tepatnya pemecahan roti dilakukan), dengan Paulus yang bertindak sebagai pembicara. Namun demikian, tidak dikatakan di sana bahwa sementara Paulus berbicara, atau sebelum Paulus berbicara mereka sudah memecah-mecah roti. Yang eksplisit dikatakan di sana adalah  “Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda [Eutikhus] itu tidak dapat menahan kantuknya… ” (ay. 8). Maka jelas ia tertidur bukan karena sedang makan, tetapi karena pembicaraan Paulus yang lama.
Maka yang lebih masuk akal di sini adalah bahwa mereka berkumpul untuk tujuan memecah-mecahkan roti (yaitu beribadah mengenang Perjamuan Tuhan, sebagaimana disebutkan juga dalam Kis 2:42), yang didahului dengan khotbah pengajaran Rasul Paulus. 
Cara ibadah sedemikian, diajarkan oleh Yesus sendiri kepada dua orang murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus, yaitu bahwa pemecahan roti dilakukan setelah pembacaan dan penjelasan Kitab Suci (lih. Luk 24:13-35). Namun kemungkinan karena pengajaran/ khotbah Rasul Paulus itu yang berlangsung amat lama, maka salah seorang pendengarnya, yang bernama Eutikhus, tertidur. Hal ini, walau tidak ideal, mungkin saja terjadi, karena ibadah saat itu berlangsung sampai menjelang tengah malam, dan pembicaraan yang lama, dapat saja membuat orang mengantuk.
Sejujurnya, kata “memecah-mecahkan roti” yang tertulis dalam Injil  mempunyai hubungan arti dengan Perjamuan, sebagaimana digambarkan dalam mukjizat pergandaan roti (Mat 14:19, 15:36; Mrk 6:41, 8:6,19; Luk 9:16); Perjamuan Terakhir (Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19); dan  (Luk 24:30, 35). Oleh karena itu, kata “memecah-mecahkan roti” dalam Kisah para Rasul (Kis 20:7; 27:35) bukan untuk diartikan sekedar makan-makan biasa. Rasul Paulus juga menggunakan istilah ‘memecah roti’ (the breaking of bread) dalam 1 Kor 10:16, yang berarti ‘persekutuan dengan Tubuh Kristus’.

2. Pada abad awal, Rasul Paulus dan para murid masih datang ke sinagoga pada hari Sabat, dan tidak pada hari Minggu?
Pada saat Gereja awal, untuk beberapa waktu para Rasul memang masih datang ke sinagoga pada hari Sabat, sebab tujuan mereka adalah mewartakan Kristus kepada orang-orang Yahudi yang beribadah di sana (lih. Kis 13:14, 42-44; 17:2-3; 18:4). Namun ini tidak berarti bahwa para murid tidak berkumpul pada hari pertama di dalam minggu (yaitu hari Minggu) untuk merayakan Kebangkitan Kristus.

3. Penentuan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan artinya membatalkan kesucian hari Sabat?

Tidak. Ini adalah kesalahpahaman seseorang jika ia tidak membaca Kitab Suci sebagaimana Gereja, menurut ajaran Kristus dan para Rasul, membacanya. Gereja  mengajarkan agar kita membaca Kitab Suci dalam kesatuan: artinya bahwa Perjanjian Lama dibaca dalam terang Perjanjian Baru, dan sebaliknya Perjanjian Baru dalam terang Perjanjian Lama . Artinya, apa yang diajarkan dalam Perjanjian Lama adalah untuk digenapi oleh Kristus dalam Perjanjian Baru. Nah penggenapan ini tidak mengharuskan bahwa pelaksanaannya harus sama persis dengan Perjanjian Lama, sebab jika demikian artinya Perjanjian Lama itu tidak pernah diperbaharui oleh Kristus. Adalah kehendak Allah sendiri, untuk menggenapi Perjanjian Lama di dalam Kristus dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya sebelum Kristus menyelesaikan misinya di dunia melalui Misteri Paska-Nya, pelaksanaan Sabat masih mengikuti hukum Taurat; tetapi setelah seluruh nubuat para nabi dalam Perjanjian Lama tergenapi dengan Misteri Paska Kristus (sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Surga) dan Pentakosta, maka perayaan Hari Tuhan diadakan berdasarkan Misteri Paska itu, yaitu hari Kebangkitan Kristus (hari Paska)

Yesus Memberkati kita semua

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.