Monday 9 January 2012

HARGA SEBUAH KEPEMIMPINAN (I)

Setiap pencapaian berharga memunyai harga yang harus dibayar dengan kerja keras, kesabaran, iman, dan daya tahan.

Kepemimpinan sejati selalu menuntut harga dari setiap individu, bahkan jika kepemimpinan itu dijalankan oleh orang yang paling matang dan stabil emosinya sekalipun. Tampaknya sudah menjadi pendapat umum di dunia bahwa semakin tinggi prestasi, semakin mahal pula harga yang harus dibayar. Demikian juga dengan kepemimpinan sejati. Yesus sendiri tampaknya memikirkan hal ini ketika Ia berkata, "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya." (Lukas 9:24a)

Sangat benar bahwa setiap pencapaian berharga harus dibayar dengan setimpal. Persoalan ini bisa diringkas menjadi satu pertanyaan dasar: Berapa banyak yang bersedia Anda bayar dengan kerja keras memeras keringat, kesabaran, iman, dan daya tahan untuk mendapatkannya?

Ted Williams -- megabintang bisbol tahun 40-an dan 50-an, namanya termasuk dalam "Hall of Fame", dan dianggap sebagai salah satu pemukul terbaik yang pernah bermain -- dikenal sebagai pemukul "alami". Sekali waktu ia pernah ditanyai tentang bakat alaminya dan langsung menjawab, "Tidak ada istilah pemukul alami. Saya menjadi seorang pemukul yang baik karena saya membayar harga berupa latihan yang terus-menerus." Bagi pengamat awam, caranya mengayunkan tongkat pemukul terlihat mudah. Demikian juga, keahlian profesional dalam kepemimpinan tidak begitu saja datang; hal itu hanya muncul melalui upaya tekun.

Mari kita pertimbangkan beberapa aspek mahalnya harga yang harus dibayar oleh orang-orang yang menduduki jabatan kepemimpinan maupun yang ingin mencapainya.

1. Kritik

Kritik adalah sebuah harga mahal yang dibayar oleh para pemimpin. Jika seseorang tidak dapat mengelola kritik, hal itu berarti pada dasarnya ia belum matang secara emosional. Kekurangan ini pada akhirnya akan muncul dan menghalangi kemajuannya dan kelompoknya mencapai tujuan bersama. Setiap pemimpin harus mengantisipasi beberapa hal semacam itu. Namun, kritik bisa berujung pada kebaikan jika sang pemimpin mampu menerimanya.

Saya dapat melihat bahwa sering kali orang-orang yang melontarkan kritikan kepada sayalah yang paling membantu saya. Betapa sulitnya menerima kritik pada awalnya, namun betapa luar biasa leganya pada akhirnya! Satu-satunya cara kita benar-benar mengenali diri kita adalah dengan umpan balik dari orang lain. Kita benar-benar tidak tahu bagaimana kesan kita di mata orang lain tanpa mereka memberitahukannya kepada kita. Oleh karena itu, kita membutuhkan tanggapan mereka.

Para penjilat membantu kita merasa lebih baik tentang diri kita, namun kita tidak benar-benar diuntungkan oleh mereka. Perubahan sejati dan pertumbuhan emosional datang saat kita menghadapi kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan diri kita sebagaimana yang dilihat oleh orang lain. Inilah harga sebuah kepemimpinan karena sang pemimpin berada dalam posisi yang paling banyak terlihat. Situasi ini membuatnya lebih rentan terhadap kritik. Namun, pemimpin yang matang mampu menangani hal ini dan membuat penyesuaian dan koreksi pribadi yang dibutuhkan. Ia mampu berkata, "Terima kasih atas kritik Anda dalam hidup saya. Hal itu telah membawa saya kepada introspeksi diri yang lebih mendalam, saya membutuhkannya."

2. Keletihan

Seseorang berkata bahwa dunia ini dipimpin oleh orang-orang yang lelah. Barangkali ada hakikat nyata dari pernyataan ini, karena para pemimpin sejati harus bersedia bangun lebih awal dan belajar lebih lama daripada generasi mereka. Beberapa orang memunyai stamina luar biasa, tetapi keletihan sering kali muncul saat mereka ingin mencapai tujuan organisasi mereka dan muncul dalam tanggung jawab kepemimpinan mereka.

Pemimpin yang bijaksana akan berusaha untuk menemukan keseimbangan dan mencari kesibukan lain -- sebuah perubahan irama hidup -- untuk mengurangi stres. Ia harus mencari beberapa hiburan yang menyenangkan. Jika tidak, pada akhirnya ia tidak lagi berguna. Anda pasti pernah mendengar ungkapan, "Aku lebih memilih terbakar habis bagi Allah daripada mati berkarat demi iblis." Semangat ini mulia dan saleh, dan pengabdian seseorang harus mengarah kepada pemikiran itu. Namun di sisi lain, jika seseorang dapat belajar bagaimana untuk bersantai sejenak alih-alih bekerja mati-matian, efektivitasnya akan berlipat ganda.

Jika seseorang benar-benar "terbakar habis", pengaruh dan kontribusinya berakhir. Perawatan kesehatan, istirahat, dan keseimbangan hidup yang tepat akan membantu pemimpin menjaga kemampuannya untuk bertahan. Namun, seorang pemimpin harus siap untuk menerima harga yang harus dibayarnya, baik secara emosional maupun jasmaniah.

Selama berminggu-minggu menulis bab ini, saya benar-benar menderita kelelahan selama pelayanan di luar negeri. Saya harus mempersingkat pelayanan di luar negeri lalu pulang ke rumah untuk istirahat dan perubahan irama hidup yang drastis. Jika saya menerapkan apa yang sekarang saya ajarkan berbulan-bulan sebelumnya lebih awal, hal ini tidak akan terjadi. "Perubahan irama" merupakan kebutuhan mutlak bagi pemimpin yang ambisius.

3. Waktu untuk Berpikir

Harga lain yang harus dibayar oleh para pemimpin Kristen adalah waktu yang harus disisihkan untuk berpikir kreatif dan merenung. Kita jarang menganggapnya sebagai harga yang harus dibayar, namun demikianlah adanya. Kebanyakan orang terlalu sibuk meluangkan waktu untuk benar-benar berpikir.

Demi suatu tujuan, banyak pemimpin ingin bergerak maju tanpa membayar harga untuk berpikir demi menentukan cara terbaik untuk mencapai tujuan. Benar bahwa "solusinya bukanlah bekerja lebih keras, melainkan bekerja lebih cerdas."

Kebanyakan upaya yang berhasil hanya diraih setelah berjam-jam pemikiran yang mendalam dan penelitian yang cermat.

4. Kesendirian

Harga keempat yang harus dibayar oleh pemimpin -- yang jarang kita perhatikan -- adalah kesediaan untuk sendirian karena ia telah kehilangan kebebasannya dengan melayani orang lain. Seorang pemimpin sejati mendukung minat, gagasan, dan cita-cita para anggotanya. Pada saat yang sama, pemimpin yang efektif harus berjuang untuk menunaikan potensi dan cita-citanya tanpa terserap ke dalam kelompok. Ini membuatnya hidup dalam kesendirian yang seimbang, berada di antara dirinya dengan kelompoknya, karena dia perlu memerhatikan orang lain sekaligus mengasingkan diri dari mereka.

Semua pemimpin tangguh bersikap demikian karena mereka mampu menyamakan diri dengan kelompoknya tanpa menjadi "salah satu dari mereka." Seorang pemimpin harus siap untuk melangkah menjauh dari rombongan dan menyendiri. Yesus sering kali melakukan hal ini dalam pelayanan-Nya. Meskipun sang pemimpin pada dasarnya adalah orang yang ramah, pada saat yang bersamaan ia harus siap untuk menempuh jalan kesendirian.

Sang pemimpin harus dapat menjalin persahabatan, namun ia harus cukup matang dan cukup tegar untuk berdiri seorang diri, bahkan jika ada banyak yang menentangnya selagi menjalankan tugasnya.

Penelitian mendalam tentang tokoh-tokoh Alkitab yang sangat diberkati dan dipakai Allah mengungkapkan bahwa mereka lebih sering menjadi orang-orang dalam kesendirian. Para nabi, misalnya, benar-benar kesepian; mereka sering kali disalahartikan dan menjadi ancaman bagi masyarakat karena teguran langsung mereka terhadap perilaku masyarakat. Sekarang pun sama saja, pengkhotbah yang kesepian adalah seseorang yang berkata "Beginilah bunyi firman Allah" dan mengajak orang-orang untuk bertobat.

Salah satu alasan sulitnya menanggung kesendirian adalah secara emosional para pemimpin mungkin membutuhkan orang lain. Oleh karena itu mereka tidak mampu bersikap individualis.

Alasan lain mengapa kesendirian begitu sulit dalam kepemimpinan adalah karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Naluri dasar dalam kepribadian manusia adalah kebutuhan untuk "dirangkul" dan diterima oleh rekan-rekan sebaya. Keinginan untuk dekat dengan orang-orang dan berbagi beban tanggung jawab itu wajar. Sebagai seorang pemimpin, sulit jika harus membuat keputusan yang memengaruhi hidup orang lain. Para pemimpin sering kali memisahkan diri, itulah harga mahal yang harus mereka bayar.

5. Identifikasi

Seorang pemimpin tidak saja harus menjadi seorang diri dan terasing pada waktu yang bersamaan, namun secara berlawanan ia juga harus menyamakan diri dengan kelompoknya. Ia harus selalu berada di depan kelompoknya, namun secara bersamaan berjalan bersama orang-orang yang dipimpinnya. Ini dapat menjadi suatu perbedaan tipis. Pasti ada jarak antara sang pemimpin dan para anggotanya. Penting bagi sang pemimpin untuk mengetahui prinsip ini, namun tetap mampu berhubungan dengan rekan-rekannya.

Supaya efektif, sang pemimpin tidak dapat berlari terlalu jauh mendahului kelompoknya. Alkitab dipenuhi ilustrasi yang menggambarkan para pemimpin yang menyamakan diri dengan kelompoknya. Contoh yang paling tepat adalah Tuhan Yesus, yang sering berbagi sukacita maupun dukacita dengan orang-orang. Penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib adalah perlambang identifikasi-Nya dengan umat manusia. Rasul Paulus mengatakan ia akan menjadi seperti orang Yahudi atau seperti orang Yunani atau seperti hamba supaya memenangkan masing-masing (1 Korintus 9:19-23).

Jadi, dalam hal tertentu, pemimpin sejati harus membayar harga untuk mendekatkan diri, menjadi bagian kelompok. Ini berarti ia harus bersedia untuk menjadi pribadi yang jujur dan terbuka. Rasa kemanusiaannya harus muncul. Ia tidak boleh terlihat seperti robot, pribadi yang kaku seperti mesin yang takut mengungkapkan dirinya yang sebenarnya.

Untuk menyamakan diri dengan kelompok, sang pemimpin harus membayar harga untuk meluangkan waktu mengenal para anggotanya -- untuk berbagi perasaan, kesuksesan, maupun kegagalan. Karena sebagian besar tujuan tidak dapat diraih seorang diri, kelompok harus dijadikan tumpuan. Sang pemimpin harus menyadari kekuatan kelompok, bersedia untuk membuat kelonggaran, dan memimpin dengan kasih tanpa kehilangan visi akan sasaran jangka panjang. (t/Dicky)

Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: The Making of a Christian Leader
Judul asli artikel: The Price of Leadership
Penulis: Ted W. Engstrom
Penerbit: Zondervan, Michigan 1976
Halaman: 95 -- 98

Thursday 5 January 2012

MATA HATI TUHAN

Bayangkan suatu keajaiban terjadi setelah Anda membaca kalimat
ini. Dalam sekejap Tuhan Yesus mengubah mata Anda menjadi mata-Nya
dan hati Anda menjadi hati-Nya. Kegirangan, Anda lalu mencoba
bagaimana rasanya melihat dunia dari mata Tuhan dengan mengamati
satu per satu orang yang berlalu lalang di jalanan. Perbedaan apa
yang Anda sadari?

Hari ini kita membaca kisah tentang Tuhan Yesus yang berkeliling
dari kota ke kota, mengajar dan memberitakan Injil, menyembuhkan dan
memulihkan. Suatu kali Dia terdiam. Memandang orang banyak itu, yang
datang kepada-Nya dengan mata penuh dahaga akan kabar baik dan
pemulihan. Momen ini Matius lukiskan dengan begitu emosional. Yesus
... melihat ... dan hancurlah hati-Nya oleh belas kasihan. Kata
"belas kasihan" (compassion) berarti Tuhan Yesus turut merasakan
penderitaan orang banyak dan begitu digerakkan oleh keinginan
mengangkat derita tersebut. Murid-murid lalu mendengar-Nya berkata
dengan gelisah, "Tidakkah kau lihat, orang-orang ini telah siap
dituai, namun di mana pekerjanya? Berlututlah, mintalah supaya Tuhan
mengirim pekerja-pekerja" (ayat 37-38).

Sudah berapa lama sejak kita pertama kali memutuskan mengikut Yesus?
Sejak saat itu, sampai sejauh mana cara pandang Anda terhadap sesama
menyerupai cara pandang-Nya? Apakah Anda me-rasakan kegelisahan
hati-Nya? Kerinduan dan gejolak hati-Nya, terhadap orang-orang yang
memerlukan Injil dan pemulihan? Mari perbarui visi dan motivasi
pelayanan kita di tahun yang baru ini dengan menjadikan mata hati
Tuhan sebagai mata hati kita --ZDK

TUHAN YESUS SEDANG MENANTIKAN SEORANG REKAN SEHATI: ANDA

Matius 9:35-38

IMAN SEPERTI APA?

Saya pernah menerima SMS doa yang sangat mengesankan. Namun, di
bawahnya ada catatan. SMS itu harus diteruskan kepada sedikitnya 12
orang barulah berkat Tuhan akan tercurah. Jika tidak, celakalah yang
akan dituai. Menyebarnya SMS itu menunjukkan banyak orang meyakini
isinya. Apa gerangan yang "diimani" para pengirim SMS ini? Tuhan
akan mengabulkan doa dengan sogokan 12 SMS?

Doa memang harus didasari iman. Namun, iman seperti apa? Yakobus
memberi contoh iman yang ditunjukkan Elia (ayat 17-18). Elia tahu ia
berdoa kepada Tuhan Pencipta semesta yang berkuasa menahan dan
menurunkan hujan. Elia juga yakin Tuhan berkenan akan doanya, karena
apa yang ia minta akan menyatakan kebenaran Tuhan pada orang-orang
di zamannya (lihat 1 Raja-raja 16-17). Pengenalan yang benar akan
Tuhan membuat kita peka mana yang berkenan dan tidak berkenan
bagi-Nya sehingga kita dapat berdoa dengan penuh keyakinan. Dalam
pengenalan akan Tuhan yang kudus, Yakobus juga mengingatkan kita
untuk saling mengaku dosa (ayat 16). Anugerah Tuhan saja yang
memungkinkan kita yang tak layak menjadi orang-orang yang "benar" di
hadapan-Nya.

Mari memeriksa diri hari ini. Keyakinan seperti apa yang mendasari
doa-doa kita? Tuhan bukanlah mesin untuk mencurahkan berkat atau
membuat orang kualat, sesuai usaha dan kemauan kita. Makin kita
mengenal-Nya, makin kita dapat berdoa dengan yakin dalam situasi apa
pun. Elia telah membuktikan-Nya. Yakobus mengaminkannya. Doa orang
yang benar, jika dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.
Biarlah kita mengalaminya juga --YCK

KEYAKINAN KITA BERTAMBAH BESAR
KETIKA KITA MENGENAL TUHAN DENGAN BENAR

Yakobus 5:13-18

Tuesday 3 January 2012

TAK PERLU DIPIKIR?

Pernah lihat kaki seribu? Bayang-kan kalau hewan berkaki banyak
ini berjalan sambil sibuk mengamati kakinya satu demi satu, berusaha
mempelajari mekanisme langkahnya. Jalannya bakal kacau. Daripada
kacau, bukankah sebaiknya ia tak usah berpikir? Serupa dengan itu,
banyak orang merasa iman tak perlu banyak dipikir. Makin sederhana,
makin baik. Mempelajari teologi mengancam kesederhanaan iman.
Bukankah kita dinasihatkan untuk menjadi seperti anak-anak
(childlike)? Pemahaman pengajaran adalah bagian para "hamba Tuhan"
dan "teolog". Jemaat "awam" cukup belajar mengenai kerohanian yang
praktis.

Kontras dengan itu, Alkitab menggambarkan bahwa pertumbuhan menuju
kedewasaan yang menyeluruh (ayat 15) juga meliputi menjadi dewasa
dalam "iman dan pengetahuan yang benar" akan Tuhan. Artinya, kita
justru harus dengan sengaja memikirkan dan bertumbuh dalam
pengenalan akan Tuhan (ayat 13, lihat juga 2 Petrus 3:18). Inilah
sebenarnya arti kata teologi (teos=Tuhan+logos=pengetahuan,
pemahaman). Orang dengan pemahaman yang benar akan Tuhan tidak akan
mudah "diombang-ambingkan" (ayat 14). Menjadi seperti anak-anak
dalam iman bukan berarti menjadi childish atau kekanak-kanakan (1
Korintus 14:20).

Seberapa banyak aspek pertumbuhan ini kita perhatikan? Kita tak
mungkin mencintai, melayani, dan menyembah Pribadi yang tak kita
kenal atau yang kita kenal secara samar. Di tahun yang baru ini,
mari cari dan gunakan tiap sarana pertumbuhan yang ada untuk
menolong kita makin dewasa dalam pengenalan akan Tuhan --JOO

KASIHILAH TUHAN DENGAN SEGENAP AKAL BUDIMU

Efesus 4:11-16

Monday 2 January 2012

RINDU YANG SEHARUSNYA

Doug Banister dalam bukunya, Sacred Quest, bertanya: Beranikah
saya berharap bahwa saya memiliki hubungan yang demikian dekatnya
dengan Tuhan sehingga hati saya diisi dengan visi baru, dan
keagamaan kering saya menjadi sebuah pencarian dengan hasrat yang
kuat, serta penyembahan kepada Kristus yang hidup? Dapatkah saya
benar- benar bertemu Kristus dengan keakraban yang membuat saya
tidak lagi menelusuri tempat-tempat kecanduan saya? Dapatkah Yesus
benar-benar menyentuh kesepian hati saya? Apakah ini sesuatu yang
terlalu besar untuk diharapkan?

Mazmur ini menjawab: Tidak, justru itu yang seharusnya diharapkan
tiap orang percaya! Seperti kerinduan pemazmur yang menggelegak,
mengisi daging, jiwa, dan hatinya untuk berada dekat dengan Tuhan
(ayat 2-5). Kemungkinan besar mazmur ini dinyanyikan dalam
perjalanan ziarah orang Israel ke Bait Allah di Yerusalem. Hasrat
akan keintiman dengan Tuhan mendorong mereka memulai perjalanan
panjang tersebut (ayat 6-7). Makin lama, makin dekat dan kuat (ayat
8). Perjumpaan dengan Tuhan jauh lebih berharga dibanding hal-hal
lainnya (ayat 11).

Bukankah hidup kita di dunia juga adalah sebuah perjalanan ziarah
untuk mencari dan menemukan sukacita terbesar di dalam Tuhan? Adakah
perjumpaan dengan Tuhan menjadi harapan yang menggelorakan hati
kita? Mari bangkit dari kedangkalan rohani menuju persekutuan yang
sejati dan penuh dengan Tuhan. Bawalah tiap pembaruan yang Anda
rindukan terjadi dalam hubungan pribadi dengan Tuhan di tahun yang
baru ini kepada-Nya --JOO

BANYAK HAL YANG BISA MENCOBA MENGISI KEKOSONGAN HATI INI
NAMUN, APA YANG DAPAT MEMUASKANNYA SELAIN HADIR-MU, TUHAN?

Mazmur 84:1-13

JIKA TUHAN MENGHENDAKI

Hidup di dunia itu singkat. Kata pepatah Jawa, "urip mung mampir
ngombe" [hidup itu hanya mampir minum]. Gambaran hidup manusia dalam
Alkitab juga sama singkatnya. Seperti suatu giliran jaga malam,
seperti mimpi, seperti bunga dan rumput, seperti angin dan bayangan
(Mazmur 90:4-5; 103:15; 144:4). Bacaan hari ini melengkapinya.
Seperti uap! Sebentar ada lalu lenyap (ayat 14).

Bagaimana harus menata hidup dalam waktu yang seperti "uap" ini?
Rasul Yakobus menasihatkan agar umat percaya tak mengandalkan diri
sendiri, tetapi memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan (ayat 15-16).
Kita melakukan ini dan itu "jika Tuhan menghendakinya ...." Ungkapan
ini jelas bukan hanya bagian dari sopan santun agar seseorang
terlihat rendah hati dan rohani atau alasan menghibur diri
menghadapi berbagai ketidakpastian. Namun, merupakan ekspresi
ketundukan pada kedaulatan Tuhan mengakui bahwa Dialah pemegang
kendali atas hidup ini. Kehendak-Nya, isi hati-Nya penting bagi
kita.

Dr. Michael Griffiths, dalam buku Ambillah Aku Melayani Engkau,
berkata: "Kita punya satu hidup untuk ditempuh. Mungkin sudah kita
lalui seperempat, sepertiga, setengah, bahkan mungkin lebih

dari itu. Apa yang sudah kita lalui itu sudah lampau, dan takkan
kembali lagi. Tetapi bagaimana dengan yang masih sisa? Apakah yang
akan kita lakukan dengan itu?" Hidup itu singkat; tak terduga. Mari
membuat perencanaan dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan pekerjaan
di awal tahun ini, dengan sungguh-sungguh mengakui kedaulatan Tuhan
dan menundukkan diri pada kehendak-Nya --ELS

YA TUHAN, MESKI HIDUPKU SEPERTI UAP YANG MUDAH BERLALU.
BIARLAH HADIRKU MEMBAWA AROMA HARUM DI HADAPAN-MU

Yakobus 4:13-17

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.