Puasa dilakukan oleh berbagai macam bangsa maupun agama di dunia ini mulai dari bangsa Mesir, Tionghoa, Tibet, Yunani, bangsa Arab maupun bangsa Yahudi juga mengenal puasa. Hanya motivasi, bentuk, macam, dan caranya masing-masing agama tentu berbeda, terutama dengan cara puasa umat Islam. Dan pada umumnya menjelang bulan Puasa ini selalu timbul pertanyaan; apakah bagi orang Kristen juga ada kewajiban puasa seperti para penganut agama lainnya? Bagaimana puasanya orang
Kristen dan berapa lama?
Bagi umat Katolik, biasanya puasa atau pantangan (yaitu tidak melakukan atau makan dan minum sesuatu yang disukainya) dimulai dari Hari Rabu Abu, yg berlangsung selama 40 hari. Puasa itu juga dikenal dan dilakukan di hampir semua gereja di Mesir dimana mereka melakukan puasa penuh selama 40 hari yg lebih dikenal dgn Shaum al- Kabir (Puasa Besar).
Kata “puasa” berasal dari dua kata Sansekerta, yaitu: “upa” dan “wasa.” Upa adalah semacam prefiks yang berarti dekat. Wasa berarti Yang Maha Kuasa (seperti umat Hindu di Indonesia menyebut Sang Hyang Widhi Wasa). Jadi “upawasa”, atau yang kemudian dilafalkan sebagai puasa, tidak lain daripada cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebagai cara untuk mendekatkan diri pada Tuhan, puasa adalah pelatihan mental yang bertujuan mengubah sikap dan kejiwaan manusia. Dengan demikian, puasa – terutama dalam agama Hindu – dipahami sebagai sarana, cara, atau metode untuk mencapai sesuatu. Dalam hal ini, sesuatu yang ingin dicapai itu adalah pembaruan sikap. Oleh karenanya, puasa adalah sakral, karena dihubungkan dengan niat mendekatkan diri kepada Tuhan. Puasa dapat dijalankan oleh lembaga, komunitas, atau individu. Berdasarkan pengertiannya, puasa tidak bertujuan pada dirinya, ber-“diet”, atau demi kesehatan, melainkan bertujuan untuk membarui sikap iman melalui pelatihan spiritualitas.
Gereja Timur dan beberapa tradisi kekristenan Barat tetap memberlakukan kedua hari tersebut sebagai waktu berpuasa sepanjang tahun di luar masa Prapaska. Pada masa Prapaska, lazimnya gereja memberlakukan puasa lebih intensif selama dua pekan menjelang Paska; semakin dekat pada Paska, maka berpuasa semakin intens terutama pada Jumat Agung dan Sabtu Sunyi. Pada masa Prapaska selama empat puluh hari itu diberlakukan pula kepada para calon baptis. “Angka 40 mengingatkan akan empat puluh tahun umat Israel menjelajah di gurun pasir sebelum memasuki Tanah Suci, empat puluh hari Musa berada di Gunung Sinai, dan terutama empat puluh hari lamanya Yesus berpuasa.”
Biasanya umat berpuasa pada Rabu Abu dan Jumat Agung dan berpantang makan daging atau jenis pantangan lain yang ditentukan sendiri oleh pribadi yang menjalankannya. Misalnya tidak merokok, pantang gula, pantang garam, pantang pesta, pantang hiburan, dsb. Dalam beberapa kesempatan pun, semisal: sebelum pembaptisan, sebelum perjamuan kudus, sebelum kebaktian, banyak orang Kristen berpuasa singkat. Oleh karena sifat puasa adalah suka rela dan personal, maka waktu dan bentuknya bisa tidak dimutlakkan. Namun tujuan puasa untuk berhemat dan menahan diri sangat bermanfaat bagi disiplin spiritualitas. Hasil penghematan itu dapat untuk derma. Uang untuk rokok, pesta pora, hiburan, dapat diirit dan disumbangkan kepada orang miskin dan proyek-proyek kemanusiaan.
Bagi kebanyakan gereja Protestan, praktek berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Yesus, tidak terkalu ditekankan, apalagi diberlakukan sebagai liturgi umat. Namun gereja tidak melarang ibadah personal puasa ini, apabila dilakukan dengan suka rela. Memang pada kenyataannya, tidak sedikit orang Kristen yang melakukan puasa. Kaum injili, gereja-gereja pantekostal, kelompok kharismatik, secara terbuka mengizinkan dan menganjurkan umat mereka berpuasa. Gereja Katolik menyusun aturan berpuasa yakni: satu kali makan kenyang dan dua kali makan sedikit saja dalam sehari. Hal ini mengarahkan orang untuk berhemat dan menahan diri dari hawa nafsu. Bahkan tidak sedikit gereja-gereja ekumenikal yang juga mempermaklumkan umatnya berpuasa. Jadi berpuasa adalah ibadah personal yang lazim dilakukan oleh orang Kristen secara suka rela.
Selain sebagai disiplin penyadaran akan lemahnya diri, puasa memiliki hikmah sebagai sarana pengendalian diri dari keserakahan dan ketergantungan pada jasmani. Semuanya dilakukan dalam rangka melatih hidup keagamaan yang lebih baik. Pengendalian diri bertujuan agar gereja (atau orang yang berpuasa) tidak lepas kendali. Gereja harus mampu menahan diri dari nafsu jasmani dan keinginan daging. Itulah sebabnya puasa – baik di kalangan Kristen maupun di kalangan Islam – selalu diikuti dengan derma atau zakat, yang olehnya ibadah puasa memperoleh bobotnya dan menjadi berkat. Puasa tanpa kontrol diri atau puasa yang diikuti dengan pesta pora, dan puasa tanpa derma, adalah puasa yang tidak menjadi berkat.
Puasa merupakan suatu ibadah, maka pelaksanaannya tidaklah dapat dipaksakan. Relasi dengan Allah adalah soal keyakinan pribadi dan tidak ada seorang pun yang dapat mengganggu gugat hal itu. Namun permasalahannya adalah, jika puasa itu adalah ibadah apakah puasa perlu dilegalkan atau diwajibkan dalam hukum agama? Jika demikian kenyataannya, berarti relasi manusia dengan Allah adalah sesuatu yang dapat (bahkan harus) dipaksakan.Untuk menyikapi hal tersebut, yang harus dihayati dalam memahami peraturan tersebut adalah puasa berkaitan dengan komitmen. Maka jenis dan bentuk berpuasa (mis. Pantang makanan; minum; dan berapa lamanya seseorang harus berpuasa) ditentukan oleh orang yang hendak berpuasa berdasarkan komitmen pribadinya dengan Tuhan; bukan ditentukan oleh aturan agama.Puasa adalah panggilan, bukan kewajiban. Karena itu puasa harus dilakukan dengan sukacita bukan karena terpaksa. Puasa bukan pula ukuran kesalehan atau kerohanian seseorang. Orang yang menjalankan puasa tidak berarti dia lebih saleh atau lebih beriman dari mereka yang tidak berpuasa. Perlu disadari bahwa penebusan Yesus di atas kayu salib telah menggenapi Hukum Taurat (PL) yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan melakukan hukum agama secara ketat (sunat, korban, sabat, puasa, halal-haram dll), menjadi kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya dan bertobat (Yoh. 3:16; Ef. 2:8-10)
Mengenal Puasa dalam Perjanjian Lama
Orang Israel dalam Perjanjian Lama telah mengenal praktek berpuasa sejak lama. Secara umum puasa berasal dari kata tsum (berpuasa) tsum (puasa) atau anna nafsyô (menekan hawa nafsu). Berpuasa menurut pengertian tersebut dijalankan dengan cara berhenti atau mengurangi makan (dan kadang-kadang minum) selama beberapa saat dalam rangka perendahan diri secara khidmat kepada Allah. Perendahan diri tersebut dilakukan dalam rangka berbagai hal. Misalnya, sebagai tanda penyesalan dan pendamaian kepada Allah dari kesalahan manusia. Dilukiskan bahwa Israel di zaman Samuel melihat kebesaran TUHAN, kemudian menyesali penyembahan mereka kepada Baal dan ingin berdamai dengan TUHAN. Mereka menimba air, mencurahkannya, dan berpuasa selama sehari di Mizpa (1 Samuel 7:4-6). Mizpa adalah tempat ratap tangis dan pemerintahan Allah (1 Sam 7:16). Sesuai suatu ritus Israel kuno, menimba dan mencurahkan air merupakan tanda pertobatan dan penyesalan. Hal yang sama kita jumpai dalam ritus baptisan Kristen. Raja Ahab berpuasa oleh karena penyesalannya atas perbuatan jahatnya dan ingin berdamai dengan TUHAN (1Raj 21:27). Daniel menyesali kehancuran Yerusalem karena dosa, dan ia berdoa, berpuasa, dan mengenakan kain kabung serta abu (Dan 9:3). Yoel mengajak Israel berpuasa sebagai tanda pertobatan. Atau juga sebagai tanda pernyataan duka cita. Dalam rangka kematian Saul dan anak-anaknya serta pasukan tentaranya, umat Israel berpuasa selama tujuh hari (1 Sam 31:13). Mereka berpuasa dan meratap sehari penuh, dengan lebih dahulu mengoyakkan pakaian (2 Sam 1:12). Atau pun sebagai alat perjuangan. Raja Daud berpuasa berpuasa karena memperjuangkan kehidupan bagi anaknya, yang lahir dari perselingkuhannya dengan Batsyeba. Setelah anak itu mati, Daud justru makan minum dengan alasan “selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa?” (2 Sam 12:16,20-23). Ester, dayang-dayangnya, dan semua orang Yahudi di Susan-Persia berpuasa selama tiga malam (Est 4:15-17). Kisah Ester ini menjadi latar belakang munculnya hari raya Purim atau Pesta Undi yang dirayakan oleh umat Yahudi pada tanggal 14-15 Adar, yakni bulan terakhir kalender Yahudi (sekitar Februari – Maret). Puasa juga dilakukan dalam rangka merencanakan kemenangan melalui perang. Israel menangis dan berpuasa seharian di salah satu pusat ibadah: Betel, di mana terdapat tabut perjanjian (Hak 20:26-30). Yosafat mengajak Yehuda berpuasa (2 Taw 20:3). Besar kemungkinan ritus berpuasa ini dilakukan di dalam liturgi. Juga sebagai persiapan menyambut penyataan TUHAN. Musa berpuasa di gunung Sinai ketika menuliskan perkataan perjanjian TUHAN di loh batu (Kel 34:28; Ul 9:9). Daniel berpuasa sebagai persiapan bagi suatu penglihatan. Ia mengurangi makan enak, daging, dan minum anggur selama tiga pekan (Dan 10:3). Puasa ini tampak mirip dengan puasa persiapan Paska. Sebagai suatu persiapan untuk pertobatan dan perdamaian, puasa dilakukan menjelang hari raya pendamaian (“yom Kippur”) pada tanggal 10 Tishri. Puasa di sini diikuti dengan berpantang secara keras sejak tanggal 1 Tishri (Tahun Baru Yahudi) sampai tanggal 10. Puasa dilakukan sebagai sarana untuk mengenang kejatuhan Yerusalem dan pemulihan TUHAN atas Israel, seperti dalam Zakharia 7 – 8, yaitu berpuasa pada:
* Bulan Tammuz, yakni bulan ke-4 (8:19). Tanggal 9 Ab (bulan ke-5) pada hari Duka Nasional (7:3; 8:19). Dalam perjalanan sejarahnya, pengenangan ini meluas hingga merambah ke peristiwa-peristiwa hancurnya Bait Allah dan penderitaan orang Yahudi di seluruh dunia akibat rongrongan kaum anti-semit, yaitu: penghancuran Bait Allah pertama tahun 586 s.M, penghancuran Bait Allah kedua tahun 70 M, pembantaian orang Yahudi oleh Romawi tahun 135 M, dan pengusiran orang Yahudi dari Spanyol tahun 1492.
* Tanggal 1-10 Tishri, menjelang yom Kippur.
* Bulan Kislew, pada tanggal 25, sebagai perayaan Hanukkah (8:19). Semula adalah bencana nasional, kemudian menjadi peringatan hari kegirangan dan penuh suka cita.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi puasa dalam Perjanjian Lama tidak melulu sebagai sarana, cara, atau metode (terutama untuk mencapai kesempurnaan). Fungsi puasa juga sebagai tanda, simbol, persiapan, pengudusan diri, dan tekad di dalam memperjuangkan sesuatu.
Puasa seringkali dilakukan secara komunal di dalam liturgi dan bersifat suka rela. Sekalipun cara berpuasa hanya dihubungkan dengan makanan dan minuman, tetapi seringkali berpuasa diikuti dengan pantangan-pantangan. Berpantang tidak hanya menyangkut soal makan dan minum. Berpantang juga dilakukan dengan mengerjakan sesuatu sebagai tanda, misalnya: penyesalan.
Israel berpantang dengan menangis dan mempersembahkan kurban (Hak 20:26). Ahab berpantang dengan mengenakan kain kabung dan abu (1Raj 21:27). Israel berpantang dengan menangis dan mengaduh (Yl 2:12).
Dari sekian banyak praktek dan maksud berpuasa, beberapa saja yang menjadi ritus di dalam liturgi komunal, yaitu: Hari raya Pendamaian (10 Tishri). Imamat 23:27, “kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan harus merendahkan diri dengan berpuasa dan mempersembahkan kurban api-apian kepada TUHAN.” Peraturan ini diiringi dengan perintah berpantang: tidak melakukan pekerjaan apa pun (Im 23:28; Bil 29:7). Itulah hari perhentian (“Sabbath”) bagi TUHAN.
Dalam rangka perkumpulan raya untuk ratap tangis dan ucapan syukur, umat Israel di seluruh negeri berpuasa sambil menangis dan meratap, menggundulkan kepala dan melilitkan kain kabung (Yes 22:12; Yl 1:14). Perayaan ini dipimpin oleh para Imam dan tua-tua Israel. Pada hari itu, umat Israel tidak makan, menjauhkan diri dari kesenangan dan urusan pribadi (Yes 58:3), menanggalkan pakaian, tidak berkasut, berkain kabung (Yes 32:11; Mi 1:8; Yl 1:16), tidak memakai perhiasan tubuh (Yes 15:2; Mi 1:14), menoreh-noreh kulit badan (Hos 7:14; Mi 4:14), berguling-guling dalam debu (Mzm 44:26; Mi 1:10), dan menaruh tanah atau debu di kepala (Neh 9:1). Seluruh umat menangis dan meratap menyesali dosa, serta menyatakan pertobatan untuk kembali setia dan taat kepada TUHAN. Salah satu ratap tangis mereka adalah sebagai berikut: “Sayangilah, ya TUHAN, umat-Mu, dan janganlah milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka: di manakah Allah mereka?” (Yl 2:17).
Unsur yang sangat penting dalam liturgi ini adalah umat menunggu orakel imam untuk menyampaikan jawaban TUHAN atas permohonan mereka. Segera setelah mereka mendengar orakel imam yang menyatakan bahwa seruan mereka telah didengar-Nya (bnd Hak 20:30, jawaban YHWH atas seruan Israel), maka mereka bersuka ria dan bersuka cita. mereka menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan (Yes 12:3).
|
§ Lamanya Puasa dalam Perjanjian Lama
Puasa dalam AlkitabMulai dari Musa (Kel 34:28), Elia (1 Raj 19:8) maupun Tuhan Yesus sendiri (Mat 4:2), mereka melakukan puasa selama 40 hari. Puasa tidak selalu harus 40 hari, lihat jenis macam puasa yang terlampir dibawah ini. Berpuasa dalam Alkitab pada umumnya berarti tidak makan dan tidak minum selama waktu tertentu, jadi bukannya hanya menjauhkan diri dari beberapa makanan tertentu saja lih. (Est 4:16; Kel. 34:28). Berikut dibawah ini jenis macam Puasa berdasarkan Alkitab:1. Puasa Musa, 40 hari 40 malam tidak makan dan tidak minum (Kel 24:16 dan Kel 34:28)2. Puasa Daud, tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Sam 12:16)3. Puasa Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki (1 Raj 19:8)4. Puasa Ester, 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (Est 4:16)5. Puasa Ayub, 7 hari 7 malam tidak bersuara (2:13)6. Puasa Daniel, 10 hari hanya makan sayur dan minum air putih (Dan 1:12), doa dan puasa (Dan 9:3), berkabung selama 21 hari (Dan 10:2)7. Puasa Yunus, 3 hari 3 malam dalam perut ikan (Yunus 1:17)8. Puasa Niniwe, 40 hari 40 malam tidak makan, tidak minum dan tidak berbuat jahat (Yunus 3:7)9. Puasa Senin – Kamis merupakan tradisi orang Farisi (Luk 18:21).
Mengenal Puasa dalam Perjanjian Baru
Tidak seperti dalam Perjanjian Lama yang lebih mengulas praktek berpuasa, puasa di dalam Perjanjian Baru mulai dipersoalkan penggunaannya. Puasa dalam bahasa Yunani ialah nesteuoo (tidak makan), atau dari asitos atau asitia. Arti kedua lebih menjelaskan kepada arti berpuasa terpaksa tidak makan (Kis 27:21). Sedangkan arti pertama lebih menjelaskan pada disiplin berpuasa sebagai suatu ibadah. Yesus berpuasa selama empat puluh hari siang dan malam (Mat 4:1-11). Ketiga jawaban Yesus melawan Iblis menggambarkan hal ketergantungan manusia hanya kepada Allah. 1) "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman Allah." 2) "Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu." 3) "Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu." Hanya orang yang merasa laparlah yang bergantung pada Allah. Di dalam ketergantungan kepada Allah, manusia mengendalikan dirinya.
Di samping itu, rupanya ada kelompok manusia yang menyalahgunakan puasa (Mat 6:16). Yesus menyinggung hal berpuasa, "Apabila kamu berpuasa janganlah muram mukamu seperti orang munafik (maksudnya adalah orang-orang Farisi), supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Penulis Matius merujuk kepada praktek berpuasa yang dilakukan secara salah sebagaimana tertulis di dalam kitab Nabi-nabi.
§ Puasa Puasa dalam Perjanjian Baru
§ Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun (Mat 4:1 -9; Luk 4)
§ Yesus mengajar berpuasa dalam kotbahnya di Bukit (Mat 6:16-18)
§ Juga ketika ditanya oleh murid-murid Yohanes (Mat 9:14-17)
§ Menggandakan kuasa doa dan puasa (Mat 17:14-21)
§ Gereja di Antiokhia (Kisah 13:1-3)
§ Mereka berpuasa ketika mau melayani Tuhan
§ Ketika mempersiapkan Barnabas dan Paulus untuk pelayanan
§ Gereja di Galatia (Kisah 14:21-23)
§ Pelayanan Paulus ditandai dengan adanya doa-puasa (2 Kor 6:4-10; 2 Kor 11:23-28)
§ Ia juga mengajar bahwa puasa juga bisa dilakukan pada kondisi lain (1 Kor 7:5)
§ Lukas 2:37, Kisah 10:30
Prinsip Prinsip Berpuasa :
- Puasa sebagai sarana untuk merendahkan diri di hadapan Allah.
Pertama, puasa di dalam Perjanjian Lama dipandang sebagai sarana untuk merendahkan diri di hadapan Allah. Hal ini dijelaskan di dalam Taurat Musa, Imamat 16:29-30, “Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu. Karena pada hari itu harus diadakan pendamaian bagimu untuk mentahirkan kamu. Kamu akan ditahirkan dari segala dosamu di hadapan TUHAN.” Ayat serupa juga dijumpai di dalam Imamat 23:27-32 dan Bilangan 29:7 bahwa puasa dilakukan oleh orang Israel di Hari Pendamaian. Selain itu, di dalam Ezra 8:21 juga dikatakan, “Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami.” Sungguh menarik apa yang firman Tuhan katakan. Puasa dikaitkan langsung pendamaian dosa dari Allah bagi manusia. Ketika manusia merendahkan diri di hadapan Allah, Allah melayakkan dan mendamaikan mereka dengan menahirkan dari segala dosa. Inilah keunikan wahyu Allah yang TIDAK pernah dijumpai pada agama atau filsafat apapun. Lalu, apa bedanya dengan konsep puasa agama-agama dunia yaitu mendekatkan diri kepada Allah ? Bedanya kalau agama-agama dunia memahami puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan asumsi bahwa tubuh ini jahat dan jiwa ini baik, sedangkan di dalam Alkitab, kita mempelajari puasa sebagai sarana untuk merendahkan diri di hadapan Allah dengan TIDAK memandang kehinaan tubuh tetapi mempergunakan tubuh yang berdosa untuk disucikan oleh Allah dan bagi kemuliaan Allah.
- Puasa sebagai sarana untuk bertobat.
Selain merendahkan diri di hadapan Allah, puasa juga dimengerti sebagai sarana untuk bertobat. 1 Samuel 7:5-6 menjelaskan bagian ini, “Lalu berkatalah Samuel: "Kumpulkanlah segenap orang Israel ke Mizpa; maka aku akan berdoa untuk kamu kepada TUHAN." Setelah berkumpul di Mizpa, mereka menimba air dan mencurahkannya di hadapan TUHAN. Mereka juga berpuasa pada hari itu dan berkata di sana: "Kami telah berdosa kepada TUHAN." Dan Samuel menghakimi orang Israel di Mizpa.” Hal serupa dapat dijumpai pada 1 Raj. 21:27 ; Neh. 9:1-2 ; Dan. 9:3-4 ; Yun. 3:5-8. Berbeda dari konsep puasa dari agama-agama dunia bahwa puasa menjauhkan diri dari pencobaan, maka puasa dalam Alkitab sebagai sarana untuk berbalik 180 derajat dari semua pencobaan dan kejahatan serta kembali kepada Allah. Dari sini, saya mengatakan bahwa puasa berkaitan erat dengan transformasi hidup Kristen secara radikal bagi Allah. Memang bukan merupakan keharusan orang bertobat untuk berpuasa, tetapi puasa ada hubungannya dengan pertobatan.
- Puasa sebagai tanda berdukacita.
Puasa di dalam Perjanjian Lama juga digambarkan sebagai tanda berdukacita atas kekalahan atau meninggalnya seseorang. Hal ini dijelaskan di dalam 1 Samuel 31:13, “Mereka mengambil tulang-tulangnya lalu menguburkannya di bawah pohon tamariska di Yabesh. Sesudah itu berpuasalah mereka tujuh hari lamanya.” Selain itu, ayat-ayat Perjanjian Lama lainnya juga menjelaskan bagian ini, yaitu : 2 Sam. 1:12 ; 3:35 ; Neh. 1:4 ; Est. 4:3 ; Mzm. 35:13-14.
- Puasa sebagai sarana untuk memperoleh bimbingan dan pertolongan Allah.
Puasa juga sebagai sarana untuk memperoleh bimbingan dan pertolongan Allah, seperti yang dijelaskan di dalam Keluaran 34:28, “Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman.” Hal ini juga dijumpai di dalam Ulangan 9:9 ; 2 Samuel 12:16-23 ; 2 Tawarikh 20:3-4 ; Ezra 8:21-23. Dengan kata lain, puasa sebagai sarana untuk lebih mengetahui kehendak Allah bagi manusia (BUKAN kehendak manusia agar dimengerti oleh Allah). Bukankah ini lebih Theosentris ketimbang konsep puasa dari agama-agama dunia yang antroposentris yang telah dijelaskan di atas ??
5. Puasa harus disertai dengan tindakan sehari-hari yang beres.
Bangsa Israel di dalam Perjanjian Lama digambar sebagai bangsa yang tegar tengkuk dan munafik. Ini terbukti dari “iman” mereka yang menganggap bahwa puasa bisa memuaskan Allah atau menjamin bahwa Allah pasti mendengar keinginan mereka (persis seperti konsep puasa dari agama-agama dunia di atas). Di dalam Kitab Yesaya 58:3-4, mereka berkata, “Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?" Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi.” Lalu, Tuhan menegur mereka melalui nabi Yesaya di dalam Yesaya 58:6-11, “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu. Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.” Dengan kata lain, Tuhan tidak mau ibadah puasa dilakukan tanpa disertai dengan tindakan yang beres dan memuliakan Allah. Spiritualitas sejati didasarkan pada ketaatan akan keseluruhan perintah Allah melalui pengudusan Roh Kudus secara terus-menerus. Spiritualitas yang meniadakan ketaatan mutlak kepada Allah bukanlah spiritualitas sejati, tetapi spiritisme yang mistik !
6. Puasa BUKAN untuk dilihat orang, tetapi dilihat oleh Allah.
Alkitab melihat puasa BUKAN sebagai tindakan yang dilihat orang, tetapi sebagai tindakan yang dilihat Allah. Dalam hal ini, Tuhan Yesus, Pribadi kedua Allah Trinitas sendiri mengajar kepada umat-Nya, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:16-18) Carilah di dalam semua agama atau filsafat apapun, adakah yang lebih agung dan mulia daripada perkataan agung dan suci dari Tuhan Yesus Kristus ini bahwa berpuasa yang terpenting bukan untuk dipertontonkan kepada manusia untuk selanjutnya dianggap “suci”, “religius”, dll (seperti puasa dan doanya orang Farisi), tetapi esensi puasa adalah untuk dilihat Allah dan memuliakan Allah. KeKristenan dan Alkitab selalu memandang esensi dari segala sesuatu bukan sekedar fenomena lahiriah yang banyak menipu. Jangan mengira orang yang secara fenomena berpuasa, secara esensi hidupnya beres ! Alkitab sudah membukakan banyak kelicikan manusia berdosa bahwa mereka kelihatan beribadah di luar, kalau perlu menggunakan pengeras suara, supaya orang luar tahu bahwa mereka beribadah, tetapi kelakuan mereka sangat busuk. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat sudah menjadi bukti konkret dari kritikan pedas Tuhan Yesus tentang kemunafikan mereka di dalam Matius 23. Ingatlah! Tuhan melihat hati, sedangkan manusia lebih gemar melihat fenomena luar. Ketika melihat Eliab, nabi Samuel sempat goyang hatinya, tetapi Allah menguatkan hatinya bahwa Ia hanya memilih Daud menggantikan Saul dengan berkata, “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” (1 Samuel 16:7) Inilah esensi sejati yang HANYA dimengerti oleh orang Kristen yang mendapatkan anugerah khusus dari Allah yaitu mengerti isi hati Tuhan BUKAN mengerti isi hati manusia berdosa !
Langkah Melaksanakan puasa
1: Tentukan Tujuan Anda
Mengapa Anda berpuasa? Apakah puasa itu untuk pembaharuan rohani, untuk mencari kehendak Allah, untuk kesembuhan, untuk menyelesaikan suatu masalah, atau untuk mendapatkan hikmat dalam mengatasi keadaan yang sulit? Mintalah agar Roh Kudus memperjelas pimpinan-Nya kepada Anda dalam menentukan tujuan berdoa dan berpuasa. Hal ini akan memungkinkan Anda untuk berdoa dengan lebih spesifik dan strategis.
Dengan berdoa dan berpuasa, kita merendahkan diri di hadapan Allah, sehingga Roh Kudus akan mengendlikan jiwa kita, membangunkan gereja kita,d an memulihkan negeri kita seperti yang dinyatakan dalam 2 Tawarikh 7:14. Jadikan ini prioritas dalam puasa Anda.
2: Tetapkan Komitmen Anda
Berdoalah untuk jenis puasa apa yang akan anda jalani. Isa menganjurkan kepada semua murid-murid-Nya supaya berpuasa. (Matius 6:16-18; 9:14,15) Bagi Dia, yang menjadi persoalan adalah bilamana orang percaya berpuasa, dan bukan kalau mereka mau berpuasa. Sebelum berpuasa, tetapkan terlebih dahulu hal-hal berikut:
Jenis puasa apa yang Tuhan kehendaki untuk Anda lakukan (puasa hanya dengan minum air saja, atau minum air dan juice; serta jenis juice apa yang akan Anda minum dan berapa sering meminumnya.)
Kegiatan fisik dan sosial apa yang akan Anda batasi.
Berapa lama waktu yang akan Anda gunakan untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan setiap harinya.
Menetapkan komitmen seperti ini akan menolong Anda mempertahankan diri dari godan-godaan fisik dan tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi Anda menghentikan puasa.
3: Persiapkan Diri Anda Secara Rohani
Hal yang paling mendasar dari doa dan puasa adalah pertobatan. Dosa yang belum diakui akan menghambat doa-doa Anda. Berikut ini beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mempersiapkan hati Anda:
- Mintalah agar Tuhan menolong Anda membuat daftar dos-dosa Anda.
- Akuilah setiap dosa yang diingatkan oleh Roh Kudus, dan terimalah pengampunan Allah (1 Yohanes 1:9 ).
- Mintalah maaf kepada semua orang yang telah Anda sakiti, dan ampunilah mereka yang telah menyakiti Anda. (Markus 11:25; Lukas 11:4; 17:3,4).
- Berikan ganti rugi kepada orang yang Anda rugikan segera setelah Roh Kudus mengingatkan tentang hal ini.
- Mintalah agar Roh Kudus memenuhi Anda sesuai dengan perintah-Nya dalam Efesus 5:18 dan janji-Nya dalam 1 Yohanes 5:14,15
- Persembahkan seluruh hidup Anda kepada Isa Almasih yang adalah Tuhan; jangan menuruti keinginan daging. (Roma 12:1,2).
- Renungkanlah sifat-sifat Allah, kasih-Nya, kedulatan-Nya, kuasa-Nya, kesetiaan-Nya, anugerah-Nya, belas kasih-Nya, dan yang lainnya. (Mazmur 48:9,10; 103:1-8, 11-13).
- Mulailah puasa Anda dengan hati yang penuh pengharapan (Ibrani 11:6).
- Jangan menganggap remeh musuh rohani Anda. Setan akan meningkatkan peperangan antara roh dan kedagingan. (Galatia 5:16,17).
4: Ikutilah jadwal yang Anda Buat
Untuk mendapatkan manfaat rohani yang maksimal, sediakan waktu untuk menyendiri bersama Tuhan. Dengarkan pimpinan-Nya. Semakin banyak waktu Anda bersama Tuhan, puasa Anda akan semakin berarti.
Pagi
Mulai hari Anda dengan pujian dn penyembahan.
Baca dan renungkanlah firman Tuhan, sebaiknya sambil berlutut.
Mintalah Roh Kudus untuk mengerjakan di dalam diri Anda baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya seperti yang dinyatakan dalam Filipi 2:13.
Mintalah agar Tuhan memakai Anda untuk mempengaruhi lingkungan Anda, keluarga, gereja, komunitas, negara, dan seterusnya.
Berdoalah agar Tuhan menaruh visi-Nya serta memberi kuasa kepada Anda untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Siang
Kembalilah berdoa dan membaca firman Tuhan.
Ambilah waktu singkat untuk berdoa sekalipun Anda sedang melakukan sesuatu.
Ambillah waktu untuk mendoakan komunitas dan pemimpin negara Anda, untuk jutaan orang yang belum terjangkau, untuk keluarga, atau kebutuhan-kebutuhan khusus.
Malam
Menyendirilah dalam waktu yang cukup untuk "mencari wajah Tuhan".
Kalau ada orang lain yang juga berpuasa, berkumpullah untuk berdoa bersama.
Apabila memungkinkan, awali dan akhiri setiap hari dengan doa singkat sambil memuji dan menyembah Tuhan bersama pasangan doa Anda. Tetapi jika Anda ingin berdoa dan belajar firman Tuhan dalam waktu yang lama, sebaiknya dilakukan sendiri saja.
Diet secara rutin sangat baik dilakukan. Dr. Julio C. Ruibal,s eorang hli nutrisi, romo, pendeta, dan spesialis dalam hal doa dan puasa, menganjurkan satu jadwal harian dan daftar berbagai jenis juice yang berguna bagi Anda. Aturlah jadwal dan jenis minuman di bawah ini sesuai dengan keadaan dan selera Anda.
pukul 05.00 - 08.00
Minumlah juice buah segar. Jika buah tersebut rasanya asam sebaiknya dicmpur dalam 50% air. Pada umumnya buah yang dipilih adalah apel, pir, anggur, pepaya atau semangka. Kalau Anda tidak dapat membuat sendiri, belilah yang sudah jadi tanpa gula dan zat pengawet.
pukul 10.30 - siang
Minumlah juice sayuran yang terbuat dari daun selada, daun seledri, dan wortel dalam tiga bagian yang sama.
pukul 14.00 - 16.00
Minumlah teh yang dicampur madu secukupnya. Hindari teh yang terlalu kental atau mengandung kafein.
pukul 18.00 - 20.30
Masaklah kaldu kentang, seledri dan wortel tanpa garam. Setelah mendidih kira-kira setengah jam, masukkan dalam sebuah wadah kemudian diminum.
Apabila Anda dengan tulus merendahkan diri di hadapan Tuhan, bertobat, berdoa, dan mencari wajah-Nya; serta senantiasa setia merenungkan firman-Nya, maka Anda akan menikmati kehadiran Allah (Yohanes 14:21). Tuhan akan mengaruniakan kesegaran rohani dalam diri Anda. Keyakinan dan iman Anda kepada Tuhan akan semakin kuat. Anda akan merasakan bahwa mental, spiritual dan fisik Anda kembali disegarkan, bahkan Anda akan memperoleh jawaban atas doa-doa Anda.
Selamat Berpuasa