Tuesday, 12 February 2013

" JABATAN KEMAJELISAN "


 Jabatan kemajelisan tidak dapat dipisahkan dengan masalah kepemimpinan dalam jemaat. Apabila menyinggung tentang kepemimpinan jemaat, berarti berbicara tentang pemimpin Kristen, tentang individu atau pribadi yang dipanggil dan diberi mandat oleh Tuhan untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Kepribadian dan kerohanian pemimpin Kristen adalah syarat yang akan menentukan keberhasilan kepemimpinan ditengah pelayanan. Di bawah ini disajikan secara garis besar tetang sisi kehidupan bagaimana menjadi pemimpin jemaat yang ideal.

Pertama adalah masalah kepribadian (kehidupan pribadi). Dalam gereja, kepribadian seorang pemimpin jemaat sangat menentukan keberhasilan dalam pelayanan. Misalnya sebagai seorang pemimpin jemaat secara pribadi gagal dalam berumah tangga atau gagal dalam kehidupan pribadinya, ia tidak dapat dipercaya dalam bidang pergaulan atau dalam bidang keuangan, maka itu sangat berpengaruh atas seluruh tugas dan kepemimpinannya. Seringkali ditemukan pemimpin jemaat yang gagal melaksanakan tugas pelayanannya karena kepribadian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jatuh bangunnya seorang pemimmpin jemaat bergantung pada kehidupan kepribadiannya. Seorang pemimpin jemaat haruslah berkepribadian terbuka dan tidak kaku, sedia menerima pendapat orang lain dan mudah mengaku salah kalau memang bersalah.

Kedua, masalah kerohanian. Selain kepribadian, kerohanian merupakan prinsip utama dalam kepemimpinan jemaat. Kekuatan pemimpin jemaat tidak diukur dari yang dapat dikerjakan, tetapi dikukur dari hubungannnya dengan Tuhan. Firman Tuhan berakar ke bawah dan berbuah ke atas (Mzm.1:3; Yes:37:31) dan dari kutipan firman Tuhan ini dengan jelas bahwa berakar ke bawah menggambarkan iman. Kemantapan rohani seorang pemimpin jemaat menentukan buah ke atas, yaitu buah-buah dalam pelayanannya. Kekuatan seorang pemimpin jemaat dapat dibuktikan dalam kemantapan pengertian, penghayatan, pengamalan prinsip-prinsip rohani dalam hidupnya, dalam keputusannya dan dalam tindakannya. Pengutamaan ketaatan kepada Tuhan dan firmanNya merupakan ciri-ciri khusus dalam kepemimpinan Kristen. Untuk dapat mengevaluasi dan mengoreksi diri sendiri apakah kepemimpinan dalam jemaat memiliki kerohanian yang matang dapat dilihat dalam sikap mempercayakan diri kepada Allah, mengutamakan pengenalan akan Tuhan dan sesama manusia, mencari kehendak Allah. Keberhasilan dalam kepemimpinan di tengah pelayanan juga terletak pada penyangkalan dirinya. Seorang pemimpin jemaat haruslah memiliki motivasi untuk mengasihi Allah dan sesama manusia, bergantung sepenuhnya kepada Allah dan mudah menghargai kawan sekerja dan sepelayanannya.

Berdasarkan pilihan Allah, Majelis Gereja memiliki kedudukan yang sama dengan warga jemaat, artinya sebagai pengikut Kristus semua adalah gembala bagi sesamanya yang harus saling mengasihi dan melayani demi pertumbuhan bersama menuju pada pengenalan dan pergaulan dengan Allah yang menyelamatkan. Hanya saja Majelis Gereja memiliki kekhususan dalam tugas dan fungsi yaitu melengkapi anggota jemaat mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar supaya dapat menempatkan dirinya sebagai pengikut Kristus yang dapat menjadi saksi secara nyata bagi sesamanya dalam keseluruhan hidupnya. Dalam Efesus 4 : 12-13 mengandung makna bahwa Tuhan Yesus yang telah memperlengkapi “orang-orang kudus” (orang-orang yang telah dipilih dan orang-orang kepercayaan Tuhan Yesus untuk pekerjaan pelayanan untuk penggembalaan terhadap jemaat selaku kawanan domba milik Allah), bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai jemaat mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.

Dengan demikian dipahami bahwa fungsi Majelis Gereja dalam kepimpinan adalah memimpin dan menggembalakan jemaat. Majelis Gereja dalam kerendahan hati sebagai seorang hamba membimbing jemaat mengarah kepada kedewasaan iman kepada Yesus Kristus dan memahami eksistensi diri mereka sebagai bagian dari alat Tuhan untuk melibatkan diri secara nyata untuk menciptakan damai sejahtera dalam drinya, hidup bersama jemaat maupun dalam kehidupan bersama-sama dengan orang lain dalam bermasyarakat. Oleh sebab itu kewibawaan dan keteladanan dari Majelis Gereja dalam keseluruhan hidupnya menjadi kunci untuk menjadi seseorang penolong bagi sesamanya.

Dalam pribadi Yesus dapat ditemukan sikap kesetiakawanan dengan orang-orang yang rendah dan yang berdosa jika dikaitkan dengan tokoh Hamba Allah (Ebed Yahwe) dari kitab Deutero-Yesaya. Bahwa Hamba yang menderita menerangkan kepada gereja perdana tentang riwayat dan nasib Yesus. Pelayanan dan penderitaan adalah cirri jalan hidup Yesus. “Aku ada ditengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Luk. 22:27). “Anak menghargai kawan sekerja dan sepelayanannya.

Petrus Octavianus, dalam buku yang berjudul “Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja”, menyebutkan bahwa kepemimpinan yang berfungsi dan berwibawa biasanya ditentukan oleh 7 nilai utama, yaitu :

  1. kerohanian yang mantap. Seorang pemimpin harus mempunyai standar rohani yang dapat dipegang oleh orang-orang yang dipimpinnya.

  1.  kesanggupan dalam menjalankan tugas. Seorang pemimpin yang semakin sungguh-sungguh dan tekun menjalankan tugasnya semakin besar wibawanya terhadap orang yang dipimpinnya.

  1.  motivasi. Seorang pemimpin rohani adalah bagai suatu etalase terbuka, sehingga motivasi dalam pelayanan dan dalam menjalankan tugasnya tidak dapat disembunyikan. Kemurnian motivasi dalam menjalankan tugas demi kepentingan pelayanan dan demi tujuan lembaga adalah hal yang lebih penting.

  1.  sikap. Ada 3 sikap utama yang dimiliki pemimpin Kristen, yaitu sikap terhadap Tuhan, sikap terhadap tugas dan pelayanan, sikap terhadap orang-orang yang dipimpin. Sikap terhadap Tuhan akan menentukan dalam hubungannya dengan kedua sikap yang lainnya. Sikap terhadap orang-orang yang dipimpin harus didasari sikap melayani bukan dilayani.

  1. pengorbanan. Semakin besar pengorbanan seseorang sebagai pemimpin Kristen akan semakin besar wibawa rohaninya. Pengorbanan dalam arti harta benda, waktu, kesenangan (hobby), kedudukan karena pelayanan termasuk penyangkalan diri. Falsafah manajemen Kristen adalah sesuai teladan Tuhan Yesus. “Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani.” Oleh sebab itu, falsafah manajemen Alkitabiah ialah memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain dalam menyelesaikan tugas mereka. (Management Is meeting the need of others as they work at accomplishing they jobs).

  1. cara membuat keputusan. Membuat keputusan merupakan nilai yang paling sulit dalam kehidupan pemimpin Kristen, karena setiap keputusan berakibat jauh dan luas. Hikmat dalam keputusan sesuai kebijksanaan dari atas, dari Tuhan, dalam pimpinan Roh Kudus, mutlak diperlukan setiap pemimpin Kristen. Keputusan itu harus berasal dan sesuai dengan Firman Allah serta membawa sejahtera bagi yang dipimpin/dilayaninya.

  1.  penglihatan atau visi. Seorang pemimpin yang berwibawa diperlukan kemampuan melihat ke depan untuk 10-25 tahun yang akan datang. Antisipasi jauh ke depan sambil membaca kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dari perubahan zaman ini sangat terkait dengan kehidupan spiritual dan ilmu pengetahuan (spirituality and science) yang dimilikinya. Tanpa visi (vision) seorang pemimpin tidak akan sanggup melahirkan ide kreativitas intelektualnya untuk menjawab setiap perubahan yang ada disekitarnya.

Terkait dengan jabatan Majelis Gereja, Majelis Gereja dipahami sebagai jabatan yang berfungsi untuk memimpin dan melayani, bukan untuk menguasai orang lain. Kepemimpinannya adalah kepemimpinan melayani. Konsep ini harus berangkat dari kesadaran diri yang tinggi dari seseorang karena kedudukannya, yang secara khusus dipilih dan dipercaya untuk secara aktif dalam totalitas hidupnya sebagai Majelis Gereja untuk mengemban amanat Tuhan Yesus dalam menciptakan dan membimbing jemaat ke dalam suasana damai sejahtera didalam kehidupannya. Kedudukannya sebagai “pemimpin pelayan” (Leader of servant) menempatkan dirinya sebagai pembimbing rohani jemaat. Wewenang dan kuasa Majelis Gereja bukan wewenang atau kuasa yang bersifat duniawi, tetapi secara rohani; sebagai hamba Tuhan Yesus Kristus, Raja dan Kepala Gereja.

Dengan demikian haruslah dipahami bahwa fungsi Majelis Gereja dalam kepemimpinan akan berjalan baik jika pemimpin mau bergaul/bergabung dengan jemaat atau ber-asosiasi, sebagaimana Yesus bergaul dengan manusia, sekaligus memimpin dan menggembalakan jemaat itu.

Majelis Gereja dalam kerendahan hati sebagai seorang hamba membimbing jemaat mengarah kepada kedewasaan iman kepada Yesus Kristus dan memahami eksistensi diri mereka sebagai bagian dari alat Tuhan untuk melibatkan diri secara nyata untuk menciptakan damai sejahtera dalam dirinya, hidup bersama jemaat maupun dalam kehidupan bersama-sama dengan orang lain dalam bermasyarakat. Oleh sebab itu kewibawaan dan keteladanan dari Majelis Gereja dalam keseluruhan hidupnya menjadi kunci untuk menjadi seseorang penolong bagi sesamanya.


[1] J.H. Wirakotan, et.al. Kepemimpinan dan Pembinaan Waga Gereja (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm.223-225.

[2] LPK GKJ & GKI, Pedoman Hidup Bergereja ( Yogyakarta : Percetakan LPK, 1993), hlm. 18

1 comments:

VisiPress said...

Terima kasih ...
Bagi saudara yang sedang mencari ebook rohani, silakan kunjungi kami di http://visichristianstore.com/?product_cat=e-book.
Tuhan memberkati.

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.