Sunday, 17 February 2013

PEJABAT GEREJAWI


Hakekat jemaat
      Hakekat jemaat dapat dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif abstrak dan empirik. Secara abstrak jemaat adalah suatu persekutuan antara Yesus Kristus dengan orang-orang yang percaya kepadaNya. Persekutuan ini dilukiskan dengan ragam metafora seperti jemaat sebagai satu tubuh dengan banyak anggota dan Yesus Kristus adalah kepala, jemaat sebagai mempelai perempuan yang akan bersatu dengan Yesus Kristus sebagai mempelai laki-laki, jemaat sebagai batu-batu hidup yang tersusun menjadi sebuah bangunan dan Yesus Kristus adalah Batu Penjurunya, dan jemaat sebagai carang-carang anggur dan Yesus Kristus adalah pokoknya.  Dari ragam metafora ini hal yang mau ditekankan adalah ‘kesatuan’ antara Yesus Kristus dengan ‘jemaat’-Nya. Kesatuan ini bukan hasil usaha anggota-anggota jemaat itu sendiri. Bukan mereka yang menciptakannya. Tetapi kesatuan itu merupakan hasil karya Tuhan di dalam Yesus Kritus yang telah menyerahkan diriNya untuk mati dan bangkit demi menebus dosa-dosa manusia.

      Di dalam Perjanjian Baru jemaat disebut dengan istilah ‘ekklesia’. Istilah ini diambil alih dari dunia Yunani yang berarti: perkumpulan rakyat (demos) di kota-kota. Namun ketika jemaat kristen awal memakai istilah ‘ekklesia’ untuk menyebut diri mereka maka yang dimakudkan adalah ‘ekklesia tou Theou’ yang artinya ‘Umat Tuhan’ yaitu mereka yang oleh karena kasih karunia Allah dan oleh kuasa Roh Kudus bersekutu untuk bersaksi dan melayani di tengah-tengah dunia di mana mereka berada. Inti kesaksian mereka adalah Tuhan itu sangat mengasihi manusia yang berdosa dan rela berkorban untuk menyelamatkan mereka, seperti yang telah dilakukan di dalam Yesus Kristus. Sementara pelayanan mereka berintikan pelayanan cinta kasih kepada semua orang dengan teladan pelayanan Yesus Kristus.

      Secara empirik hakekat jemaat adalah sebuah perkumpulan orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Perkumpulan ini mempunyai sistemnya tersendiri yang mengatur bagaimana mereka harus berhubungan satu dengan yang lain dan bagaimana mereka harus menjalankan visi dan misi perkumpulan mereka. Dalam hal inilah dikenal sistem organisasi kegerejaan dan struktur kepemimpinan yang berlaku di dalam gereja.

      Keberadaan dan tanggung jawab para pelayan jemaat dapat dipahami dari dua perspektif ini. Secara abstrak jemaat adalah ‘tubuh Kristus’ dan para  pelayan jemaat adalah ‘anggota-anggota tubuh’ yang memiliki fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing serta saling melengkapi satu dengan yang lain. Secara empirik jemaat adalah bagian dari masyarakat luas yang memiliki identitasnya sendiri melalui sistem organisasinya, sistem kepercayaannya, dan pengalaman-pengalaman imannya. Sedangkan para pelayan jemaat adalah orang-orang yang dipilih dan ditetapkan untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan jemaat itu; baik secara abstrak maupun secara empirik. Itulah sebabnya ada orang yang mengatakan bahwa para pelayan jemaat adalah “Pengatur Rumah Allah”.

      Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jemaat adalah wujud kehadiran Yesus Kristus di tengah dunia melalui orang-orang yang percaya kepadaNya dan bersaksi tentang kasihNya bagi semua manusia serta melayani semua orang yang membutuhkan belas kasih, keadilan, dan kedamaian. Untuk mengatur kehadiran mereka diperlukan sebuah sistem yang disebut ‘penatalayanan jemaat’ dan untuk memimpin persekutuan, kesaksian dan pelayanan mereka maka dipilih dan ditetapkanlah para ‘pelayan jemaat’. Karena itu keberadaan dan fungsi para pelayan jemaat harus dipahami dalam konteks hakekat jemaat sebagai “Tubuh Kristus”dan arti kehadirannya di tengah dunia untuk memberitakan tanda-tanda Kerajaan Allah yaitu kasih, keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.

Pelayan-Pelayan Jemaat.

      Dalam tradisi gereja-gereja aliran reformatoris  dikenal dan dikembangkan  konsep ‘imamat am’ orang percaya. Konsep ini didasarkan pada tulisan rasul Petrus yang berkata: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib.”  Interpretasi gereja-gereja reformatoris terhadap ayat ini mengatakan bahwa pada dasarnya semua orang percaya adalah pelayan jemaat yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam persekutuan (koinonia), kesaksian (marturia), dan pelayanan (diakonia). Hal ini agak berbeda dengan konsep imamat dalam Perjanjian lama yang mengatakan bahwa hanya mereka yang berasal dari keturunan Lewi yang berhak dan wajib untuk menjadi pelayan di rumah Tuhan (baca: Imam).

      Namun demikian berdasarkan ajaran-ajaran rasul Paulus di dalam surat-suratnya gereja-gereja aliran reformatoris mengenal apa yang disebut ‘pelayan khusus’ yaitu mereka yang dipilih dan ditetapkan oleh Yesus Kristus melalui jemaatNya untuk memimpin, mengajar, dan menggembalakan jemaat. Menurut DR. J.L. Ch. Abineno para pelayan khusus ini dipilih dan ditetapkan bukan pertama-tama karena mereka mempunyai kedudukan istimewa dan kelebihan dibandingkan dengan yang lain, tetapi terutama karena sebagai anggota-anggota jemaat mereka diperkenankan oleh Yesus Kristus sendiri sebagai Kepala Gereja untuk melayani Dia di dalam jemaatNya. Oleh sebab itu kedudukan mereka pada dasarnya adalah sama dengan anggota-anggota jemaat pada umumnya. Antara mereka dengan jemaat kebanyakan tidak ada perbedaan kualitatif. Apalagi keterpilihan dan penetapan mereka sebagai pelayan khusus semata-mata adalah karena karunia Allah.

      Jadi berdasarkan konsep imamat am orang percaya semua anggota jemaat adalah ‘pelayan’ dan dari antara mereka dipilih dan ditetapkan beberapa orang untuk memimpin penyelenggaraan persekutuan, pelayanan, dan kesaksian mereka semua sebagai jemaat. Berikut kita akan melihat sejarah perkembangan pelayan-pelayan khusus dalam gereja.

a.       Pelayan-pelayan jemaat dalam Perjanjian Baru.

Menurut kesaksian Perjanjian Baru pelayan-pelayan khusus jemaat terdiri dari:

Ø  Apostolos’ atau rasul, yaitu mereka yang menjadi saksi mata langsung akan kehidupan, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Gereja sepanjang masa memegang tradisi bahwa jabatan rasul ada pada murid-murid Yesus Kristus – kecuali Yudas Iskariot – dan ditambah dengan Paulus.  

Ø  ‘Presbiteros’ atau penatua, yaitu mereka yang dipilih oleh para rasul dan jemaat untuk menjadi “tua-tua” jemaat. Presbiteros ini terutama dikenal dalam jemaat-jemaat Perjanjian Baru  yang berlatar belakang Yahudi.

Ø  Episkopos’ atau penilik, yaitu mereka yang memiliki fungsi yang sama dengan para penatua tetapi terutama lebih dikenal dalam jemaat-jemaat yang berlatar belakang non Yahudi. Salah satu penilik jemaat dalam Perjanjian Baru yang masih muda tetapi sangat diandalkan oleh Paulus adalah Timotius.

Ø  Diakonos’ atau diaken, yaitu mereka yang memiliki fungsi yang hampir sama dengan penatua dan penilik jemaat namun lebih dikhususkan bagi pelayanan terhadap orang-orang miskin dan orang-orang sakit.

b.      Pelayan-pelayan jemaat dalam Gereja Kontemporer.

Di dalam gereja-gereja aliran reformatoris dikenal empat jenis pelayanan yaitu pelayanan para Pelayan Firman, pelayanan pengajaran pokok-pokok iman, pelayanan perkunjungan pastoral, dan pelayanan orang miskin. Sehubungan dengan empat jenis pelayanan tersebut dikenal pelayan-pelayan khusus sbb:

Ø  Pendeta yaitu mereka ditahbiskan untuk memimpin ibadah dan melayani sakramen baptisan kudus dan perjamuan kudus.

Ø  Pengajar yaitu mereka yang dididik di universitas tentang pokok-pokok iman Kristen dan bertanggung jawab atas katekisasi jemaat dan khotbah dalam ibadah jemaat.

Ø  Penginjil yaitu mereka yang diutus ke daerah-daerah penginjilan untuk menyebarkan iman Kristen.

Ø  Presbiter atau penatua yaitu mereka yang bertugas untuk memimpin jemaat dan mengatur serta mengadakan perkunjungan jemaat. Selain itu para presbiter atau penatua diminta untuk mendampingi pendeta dalam ibadah, pelayanan sakramen dan mengantar para pengajar ke mimbar untuk berkhotbah.

Ø  Diaken yaitu mereka yang bertugas untuk melayani anggota jemaat yang sedang mengalami kesusahan atau kesulitan karena dukacita oleh kematian, kemiskinan, dan yatim piatu. Selain itu, diaken bersama dengan penatua diminta juga untuk mendampingi pendeta dalam ibadah, pelayanan sakramen, dan  bersama penatua melaksanakan perkunjungan jemaat.



      Salah satu karaketeristik gereja reformatoris rumpun Calvinis adalah sifat presbiterialnya.  Disebagian kalangan gereja aliran reformis ini menyederhanakan ragam pelayan dengan menyebut tiga jabatan yaitu Pendeta, Penatua, dan Diaken. Sehingga dengan demikian saat ini tidak dikenal lagi jabatan Guru Jemaat dan Penginjil. Namun demikian bukan berarti segi pengajaran dan penginjilan ikut hilang dari kehidupan jemaat-jemaat,  Melainkan segi pelayanan itu dilaksanakan secara kolektif oleh pendeta, penatua, dan diaken dalam kebersamaan dengan unur-unsur pelayan dan pelayanan lainnya yang ada.


Dr. J.L. Ch. Abineno., Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987.

DR. A. N. Hendriks, Pengatur Rumah Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991.

Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Dr. C. Barth, Theologia Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988.,
 

Tuesday, 12 February 2013

" JABATAN KEMAJELISAN "


 Jabatan kemajelisan tidak dapat dipisahkan dengan masalah kepemimpinan dalam jemaat. Apabila menyinggung tentang kepemimpinan jemaat, berarti berbicara tentang pemimpin Kristen, tentang individu atau pribadi yang dipanggil dan diberi mandat oleh Tuhan untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Kepribadian dan kerohanian pemimpin Kristen adalah syarat yang akan menentukan keberhasilan kepemimpinan ditengah pelayanan. Di bawah ini disajikan secara garis besar tetang sisi kehidupan bagaimana menjadi pemimpin jemaat yang ideal.

Pertama adalah masalah kepribadian (kehidupan pribadi). Dalam gereja, kepribadian seorang pemimpin jemaat sangat menentukan keberhasilan dalam pelayanan. Misalnya sebagai seorang pemimpin jemaat secara pribadi gagal dalam berumah tangga atau gagal dalam kehidupan pribadinya, ia tidak dapat dipercaya dalam bidang pergaulan atau dalam bidang keuangan, maka itu sangat berpengaruh atas seluruh tugas dan kepemimpinannya. Seringkali ditemukan pemimpin jemaat yang gagal melaksanakan tugas pelayanannya karena kepribadian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jatuh bangunnya seorang pemimmpin jemaat bergantung pada kehidupan kepribadiannya. Seorang pemimpin jemaat haruslah berkepribadian terbuka dan tidak kaku, sedia menerima pendapat orang lain dan mudah mengaku salah kalau memang bersalah.

Kedua, masalah kerohanian. Selain kepribadian, kerohanian merupakan prinsip utama dalam kepemimpinan jemaat. Kekuatan pemimpin jemaat tidak diukur dari yang dapat dikerjakan, tetapi dikukur dari hubungannnya dengan Tuhan. Firman Tuhan berakar ke bawah dan berbuah ke atas (Mzm.1:3; Yes:37:31) dan dari kutipan firman Tuhan ini dengan jelas bahwa berakar ke bawah menggambarkan iman. Kemantapan rohani seorang pemimpin jemaat menentukan buah ke atas, yaitu buah-buah dalam pelayanannya. Kekuatan seorang pemimpin jemaat dapat dibuktikan dalam kemantapan pengertian, penghayatan, pengamalan prinsip-prinsip rohani dalam hidupnya, dalam keputusannya dan dalam tindakannya. Pengutamaan ketaatan kepada Tuhan dan firmanNya merupakan ciri-ciri khusus dalam kepemimpinan Kristen. Untuk dapat mengevaluasi dan mengoreksi diri sendiri apakah kepemimpinan dalam jemaat memiliki kerohanian yang matang dapat dilihat dalam sikap mempercayakan diri kepada Allah, mengutamakan pengenalan akan Tuhan dan sesama manusia, mencari kehendak Allah. Keberhasilan dalam kepemimpinan di tengah pelayanan juga terletak pada penyangkalan dirinya. Seorang pemimpin jemaat haruslah memiliki motivasi untuk mengasihi Allah dan sesama manusia, bergantung sepenuhnya kepada Allah dan mudah menghargai kawan sekerja dan sepelayanannya.

Berdasarkan pilihan Allah, Majelis Gereja memiliki kedudukan yang sama dengan warga jemaat, artinya sebagai pengikut Kristus semua adalah gembala bagi sesamanya yang harus saling mengasihi dan melayani demi pertumbuhan bersama menuju pada pengenalan dan pergaulan dengan Allah yang menyelamatkan. Hanya saja Majelis Gereja memiliki kekhususan dalam tugas dan fungsi yaitu melengkapi anggota jemaat mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar supaya dapat menempatkan dirinya sebagai pengikut Kristus yang dapat menjadi saksi secara nyata bagi sesamanya dalam keseluruhan hidupnya. Dalam Efesus 4 : 12-13 mengandung makna bahwa Tuhan Yesus yang telah memperlengkapi “orang-orang kudus” (orang-orang yang telah dipilih dan orang-orang kepercayaan Tuhan Yesus untuk pekerjaan pelayanan untuk penggembalaan terhadap jemaat selaku kawanan domba milik Allah), bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai jemaat mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.

Dengan demikian dipahami bahwa fungsi Majelis Gereja dalam kepimpinan adalah memimpin dan menggembalakan jemaat. Majelis Gereja dalam kerendahan hati sebagai seorang hamba membimbing jemaat mengarah kepada kedewasaan iman kepada Yesus Kristus dan memahami eksistensi diri mereka sebagai bagian dari alat Tuhan untuk melibatkan diri secara nyata untuk menciptakan damai sejahtera dalam drinya, hidup bersama jemaat maupun dalam kehidupan bersama-sama dengan orang lain dalam bermasyarakat. Oleh sebab itu kewibawaan dan keteladanan dari Majelis Gereja dalam keseluruhan hidupnya menjadi kunci untuk menjadi seseorang penolong bagi sesamanya.

Dalam pribadi Yesus dapat ditemukan sikap kesetiakawanan dengan orang-orang yang rendah dan yang berdosa jika dikaitkan dengan tokoh Hamba Allah (Ebed Yahwe) dari kitab Deutero-Yesaya. Bahwa Hamba yang menderita menerangkan kepada gereja perdana tentang riwayat dan nasib Yesus. Pelayanan dan penderitaan adalah cirri jalan hidup Yesus. “Aku ada ditengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Luk. 22:27). “Anak menghargai kawan sekerja dan sepelayanannya.

Petrus Octavianus, dalam buku yang berjudul “Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja”, menyebutkan bahwa kepemimpinan yang berfungsi dan berwibawa biasanya ditentukan oleh 7 nilai utama, yaitu :

  1. kerohanian yang mantap. Seorang pemimpin harus mempunyai standar rohani yang dapat dipegang oleh orang-orang yang dipimpinnya.

  1.  kesanggupan dalam menjalankan tugas. Seorang pemimpin yang semakin sungguh-sungguh dan tekun menjalankan tugasnya semakin besar wibawanya terhadap orang yang dipimpinnya.

  1.  motivasi. Seorang pemimpin rohani adalah bagai suatu etalase terbuka, sehingga motivasi dalam pelayanan dan dalam menjalankan tugasnya tidak dapat disembunyikan. Kemurnian motivasi dalam menjalankan tugas demi kepentingan pelayanan dan demi tujuan lembaga adalah hal yang lebih penting.

  1.  sikap. Ada 3 sikap utama yang dimiliki pemimpin Kristen, yaitu sikap terhadap Tuhan, sikap terhadap tugas dan pelayanan, sikap terhadap orang-orang yang dipimpin. Sikap terhadap Tuhan akan menentukan dalam hubungannya dengan kedua sikap yang lainnya. Sikap terhadap orang-orang yang dipimpin harus didasari sikap melayani bukan dilayani.

  1. pengorbanan. Semakin besar pengorbanan seseorang sebagai pemimpin Kristen akan semakin besar wibawa rohaninya. Pengorbanan dalam arti harta benda, waktu, kesenangan (hobby), kedudukan karena pelayanan termasuk penyangkalan diri. Falsafah manajemen Kristen adalah sesuai teladan Tuhan Yesus. “Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani.” Oleh sebab itu, falsafah manajemen Alkitabiah ialah memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain dalam menyelesaikan tugas mereka. (Management Is meeting the need of others as they work at accomplishing they jobs).

  1. cara membuat keputusan. Membuat keputusan merupakan nilai yang paling sulit dalam kehidupan pemimpin Kristen, karena setiap keputusan berakibat jauh dan luas. Hikmat dalam keputusan sesuai kebijksanaan dari atas, dari Tuhan, dalam pimpinan Roh Kudus, mutlak diperlukan setiap pemimpin Kristen. Keputusan itu harus berasal dan sesuai dengan Firman Allah serta membawa sejahtera bagi yang dipimpin/dilayaninya.

  1.  penglihatan atau visi. Seorang pemimpin yang berwibawa diperlukan kemampuan melihat ke depan untuk 10-25 tahun yang akan datang. Antisipasi jauh ke depan sambil membaca kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dari perubahan zaman ini sangat terkait dengan kehidupan spiritual dan ilmu pengetahuan (spirituality and science) yang dimilikinya. Tanpa visi (vision) seorang pemimpin tidak akan sanggup melahirkan ide kreativitas intelektualnya untuk menjawab setiap perubahan yang ada disekitarnya.

Terkait dengan jabatan Majelis Gereja, Majelis Gereja dipahami sebagai jabatan yang berfungsi untuk memimpin dan melayani, bukan untuk menguasai orang lain. Kepemimpinannya adalah kepemimpinan melayani. Konsep ini harus berangkat dari kesadaran diri yang tinggi dari seseorang karena kedudukannya, yang secara khusus dipilih dan dipercaya untuk secara aktif dalam totalitas hidupnya sebagai Majelis Gereja untuk mengemban amanat Tuhan Yesus dalam menciptakan dan membimbing jemaat ke dalam suasana damai sejahtera didalam kehidupannya. Kedudukannya sebagai “pemimpin pelayan” (Leader of servant) menempatkan dirinya sebagai pembimbing rohani jemaat. Wewenang dan kuasa Majelis Gereja bukan wewenang atau kuasa yang bersifat duniawi, tetapi secara rohani; sebagai hamba Tuhan Yesus Kristus, Raja dan Kepala Gereja.

Dengan demikian haruslah dipahami bahwa fungsi Majelis Gereja dalam kepemimpinan akan berjalan baik jika pemimpin mau bergaul/bergabung dengan jemaat atau ber-asosiasi, sebagaimana Yesus bergaul dengan manusia, sekaligus memimpin dan menggembalakan jemaat itu.

Majelis Gereja dalam kerendahan hati sebagai seorang hamba membimbing jemaat mengarah kepada kedewasaan iman kepada Yesus Kristus dan memahami eksistensi diri mereka sebagai bagian dari alat Tuhan untuk melibatkan diri secara nyata untuk menciptakan damai sejahtera dalam dirinya, hidup bersama jemaat maupun dalam kehidupan bersama-sama dengan orang lain dalam bermasyarakat. Oleh sebab itu kewibawaan dan keteladanan dari Majelis Gereja dalam keseluruhan hidupnya menjadi kunci untuk menjadi seseorang penolong bagi sesamanya.


[1] J.H. Wirakotan, et.al. Kepemimpinan dan Pembinaan Waga Gereja (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm.223-225.

[2] LPK GKJ & GKI, Pedoman Hidup Bergereja ( Yogyakarta : Percetakan LPK, 1993), hlm. 18

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.