Pemisahan antara Domba dan Kambing
Disampaikan oleh
Pendeta Eric Chang.
Ini adalah bagian terakhir dari pengajaran Yesus di dalam
Matius 24-25. Merupakan satu bagian yang penting dari ajaran-Nya, ini
sebenarnya tidak merupakan suatu perumpamaan, melainkan suatu ungkapan
parabolis atau metafora yang menggambarkan Penghakiman lewat ungkapan yang
sangat hidup.
Matius 25:31-46 berbunyi:
Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua
malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta
kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan
memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan
domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya
dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada
mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku,
terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab
ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku
minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku
telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika
Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku
Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya:
Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan,
atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau
sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami
memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam
penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah
seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku
Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah
kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke
dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.
Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu
tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku
tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku
sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab
Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau
sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami
tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari
yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini
akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang
kekal
Di sini Yesus memberi suatu gambaran yang sangat jelas
tentang apa yang akan terjadi di hari Penghakiman nanti. Pertama-tama, mari
kita amati secara sekilas ayat-ayat tersebut untuk dengan lebih jelas melihat
beberapa perincian.
Yesus akan datang kembali
Kedatangan Yesus yang pertama dilakukan dalam keadaan
penyangkalan diri - yaitu, Ia merendahkan diri-Nya (ayat 31). Ia tidak
dilahirkan di istana yang megah akan tetapi di palungan, dalam sebuah kandang.
Namun, seperti yang kita lihat dari ayat 31, saat Ia datang kembali, hal itu
akan berlangsung di dalam kemuliaan. Kata 'kemuliaan' muncul dua kali di dalam
ayat ini.
Perhatikan juga bahwa ketika Ia datang lagi, Ia akan datang
bersama para malaikat-Nya. Di sini kita melihat adanya dua kelompok yang
berlawanan - Kristus dan para malaikat-Nya serta iblis dan para malaikatnya.
Satu kontras yang sangat menyolok. Kedua kelompok ini menggambarkan kontras
antara domba dan kambing. Dengan demikian, pada dasarnya ada dua macam kelompok
utama. Iblis, para malaikatnya dan juga para kambing di satu sisi (para kambing
akhirnya juga dicampakkan ke tempat iblis dan para malaikatnya) dan di sisi
lain, Kristus, para malaikat-Nya dan para domba-Nya.
Penghakiman untuk semua orang
Ayat-ayat ini
memberitahu kita bahwa segala bangsa akan dikumpulkan dihadapan-Nya pada saat
Penghakiman itu (ayat 32). Ini karena Injil kerajaan akan diberitakan kepada
segala bangsa (Matius 24:14). Injil akan menjangkau segala bangsa, umat dan
bahasa. Karena Injil menjangkau segala bangsa, maka akan ada umat dari berbagai
bangsa yang akan berdiri di hadapan Kristus pada penghakiman ini. Pertama-tama
mereka akan dikumpulkan di hadapan-Nya, kemudian dilakukan pemisahan,
sebagaimana yang digambarkan dengan ungkapan memisahkan domba dan kambing di
dalam ayat-ayat tersebut. Para peternak di Palestina pada jaman itu
menggembalakan kambing dan domba secara bersamaan. Lalu pada petang hari, para
gembala akan memisahkan domba-domba dari kawanan kambing, hal ini menjadi
gambaran yang tegas tentang akan adanya pemisahan di hari Penghakiman - pada
hari Keselamatan - saat Yesus datang kembali nanti.
Pemisahan domba dan kambing
Pemisahan domba dan kambing berkaitan dengan perbedaan
karakter mereka. Domba bisa ditaruh di tempat terbuka karena mereka akan saling
menghangatkan satu dengan yang lain dengan cara saling berdempetan. Dengan cara
ini, mereka menjadi hangat. Akan tetapi kambing, hewan yang sangat
individualis, tidak punya kebiasaan untuk saling berdempetan. Mereka baru mau
melakukannya jika Anda memaksa, karena jika ada pilihan maka mereka lebih suka
untuk bertindak semaunya sendiri, saling menjauhi. Akibatnya, mereka tidak bisa
saling menghangatkan dan perlu ditempatkan di dalam kandang pada malam hari.
Itu sebabnya mengapa para gembala memisahkan domba dan kambing di petang hari.
Ada lagi perbedaan menarik yang lainnya antara domba dengan
kambing. Di Palestina, domba, sebagaimana halnya yang sering kita lihat juga di
tempat-tempat lain, biasanya berbulu putih sementara kambing cenderung berbulu hitam.
Ini memberikan gambaran yang menarik tentang perbedaan yang kasat mata antara
domba yang putih dengan kambing yang hitam. Memang ada juga kambing berbulu
putih di negara-negara barat, namun sungguh menarik betapa kambing-kambing yang
diternak di Palestina berbulu hitam.
Tempat kehormatan terletak di sebelah kanan
Di dalam ayat ke-33, disebutkan tentang sebelah kanan dan
kiri. Sisi kanan secara tradisional merupakan tempat kehormatan. Di Cina,
sebagai contohnya, tempat kehormatan secara tradisional terletak di sebelah
kanan.
Kerajaan Allah adalah bagian dari rencana kekal Allah
Ayat 34 berbicara tentang kerajaan yang sudah disiapkan
sejak dunia ini diciptakan. Ini menunjukkan bahwa kerajaan Allah bukanlah
sesuatu yang mendadak dipikirkan namun merupakan bagian dari rencana kekal
Allah. Bahkan sejak saat Ia menciptakan alam semesta ini, kerajaan itu sudah
direncanakan-Nya. Hal ini menunjukkan apa tujuan utama dari penciptaan-Nya.
Yakni untuk mendirikan suatu kerajaan di mana kebenaran-Nya berdiam dan seluruh
kepribadian-Nya terwujudkan. Ungkapan 'sejak dunia dijadikan' mengungkapkan
suatu pemahaman bahwa kerajaan Allah adalah bagian dari rencana kekal-Nya dalam
menciptakan segala sesuatu dan khususnya manusia.
Berpakaian tidak layak
Di dalam ayat 36 dan 38, kita melihat kata 'telanjang':
"Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu
melawat Aku." Sangatlah penting bagi kita untuk memahami bahwa kata
'telanjang' di dalam Alkitab ini tidak diartikan secara harfiah yaitu tidak memiliki
sepotongpun pakaian. Akan tetapi, kata 'telanjang' di dalam Alkitab ini adalah
suatu ungkapan tentang keadaan seseorang yang tidak memiliki pakaian yang layak
seperti misalnya Anda tidak memakai jubah.
Di dalam pengajaran alkitabiah pakaian atau jubah luar
adalah hal yang sangat penting. Jika Anda tidak memiliki jubah luar, maka Anda
dipandang seolah-olah telanjang karena jubah luar sudah dianggap seperti kulit
Anda. Kadang-kala jubah ini bisa dilepaskan, namun hanya di bawah
keadaan-keadaan tertentu saja, misalnya demi melunasi hutang. Jika Anda tidak
punya apa-apa lagi untuk diberikan sebagai jaminan hutang Anda, maka Anda bisa
memanfaatkan jubah Anda sebagai jaminan. Akan tetapi jubah ini sangatlah
penting bagi setiap orang sehingga pada saat matahari terbenam, ia harus
dikembalikan. Hukum Taurat mensyaratkan agar pakaian luar ini dikembalikan
kepada pemiliknya karena ia memerlukannya sebagai selimut di malam hari. Tanpa
pakaian luar ini, mereka bisa jatuh sakit karena suhu di malam hari di Palestina
cukup dingin walaupun pada umumnya cuaca pada siang hari agak panas.
Kata 'telanjang' juga merujuk kepada fakta bahwa orang
tersebut tidak memiliki pakaian yang layak. Sebagai contoh, seseorang bisa saja
berpakaian compang-camping akibat kemiskinannya. Jadi, sekalipun ia memiliki
pakaian luar, ia masih bisa dianggap 'telanjang' karena kondisi pakaiannya yang
sangat lusuh.
Menerima berkat atau kutuk
Dan Anak Manusia berkata kepada para kambing, yang berada di
sebelah kiri-Nya, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang
terkutuk" (ayat 41). Kalimat "orang-orang terkutuk" bukanlah
suatu ungkapan makian, sebagaimana yang sering dikira orang. "Orang-orang
terkutuk" adalah suatu pernyataan yang menyebutkan bahwa orang-orang tersebut
berada dalam kutuk Allah. Dan berada di dalam kutuk Allah, sesuai dengan
pemahaman dari Perjanjian Lama, berarti berada di bawah penghakiman Allah. Ini
merupakan kontras dari ungkapan "orang-orang yang diberkati" yang
disampaikan oleh Yesus kepada para domba, yang berada di sebelah kanan-Nya:
"Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku" (ayat 34). Mereka ini
diberkati sedangkan kelompok yang satunya lagi berada dibawah penghakiman
Allah.
Kata "dikutuk" sering dipakai dalam Perjanjian
Lama dalam kaitannya dengan orang-orang yang melanggar perintah Allah. Sebagai
contoh, di dalam Ulangan 11:26-28 disebutkan: "Lihatlah, aku
memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk:..." Kedua kata itu
tampil pada bagian ajaran Tuhan ini. "Berkat, apabila kamu mendengarkan
perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk,
jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan
yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang
tidak kamu kenal." Berkat diberikan bagi mereka yang taat kepada Allah,
dan kutuk bagi mereka yang tidak taat. Ini adalah bahasa Perjanjian Lama yang
sangat khas, khususnya di dalam kitab Ulangan. Di dalam Ulangan 28:15-19 ada
daftar kutuk dihadapkan bagi mereka yang tidak taat kepada Allah. "Tetapi
jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan
setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari
ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau:
Terkutuklah engkau di kota dan terkutuklah engkau di ladang. Terkutuklah
bakulmu dan tempat adonanmu. Terkutuklah buah kandunganmu, hasil bumimu, anak
lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. Terkutuklah engkau pada waktu masuk
dan terkutuklah engkau pada waktu keluar."
Daftar yang lebih lengkap dari ini sulit untuk ditemui. Dan
itulah hal yang persisnya terjadi pada orang-orang yang digambarkan sebagai
kambing di dalam perumpamaan ini. Para kambing adalah mereka yang, apapun
pengakuan mereka, telah gagal untuk mentaati perintah Allah sementara domba
adalah mereka yang telah mentaatinya. Poin ini sangatlah jelas dan nyata di
dalam Alkitab. Lihatlah Adam sebagai contohnya. Ketika ia berbuat dosa, ia
segera jatuh ke bawah kutuk Allah (Kejadian 3:14). Ini menunjukkan bahwa kutuk
selalu berkaitan dengan dosa atau ketidaktaatan.
Sesudah mengamati kata-kata yang penting di dalam bagian
ayat-ayat ini, kita sekarang melangkah untuk menentukan siapa orang-orang yang
diwakili oleh domba dan oleh kambing ini. Orang-orang yang digambarkan sebagai
domba sangat mudah untuk dijelaskan karena baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru selalu memakai domba sebagai lambang bagi umat Allah. Jadi kita
tidak perlu untuk menelitinya lagi. Akan tetapi siapakah yang digambarkan
sebagai kambing? Apakah kambing menggambarkan orang-orang non-Kristen atau
menggambarkan orang-orang Kristen dengan ciri-ciri tertentu? Kita harus
mengamati beberapa hal untuk bisa menjawab pertanyaan ini.
Pertama, domba dan kambing pada dasarnya adalah satu famili
sekalipun mereka memiliki karakter yang berbeda. Mirip dengan pertalian antara
elang dan burung bangkai. Meskipun kedua burung itu satu famili, akan tetapi
karakter mereka sangat berbeda. Baik kambing maupun domba, seperti yang kita
lihat, merumput di tempat yang sama dan hidup berdampingan.
Kedua, domba dan kambing seringkali merupakan ternak dari
penggembala yang sama karena mereka merumput di tempat yang sama. Inilah hal
yang dikatakan oleh Yesus dalam ayat-ayat ini. Anda akan melihat bahwa baik
domba maupun kambing sama-sama menyebut Yesus dengan kata "Tuhan". Di
dalam ayat 37, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar...?"
Kemudian di dalam ayat 44, para kambing juga memanggil-Nya "Tuhan",
dan juga bertanya, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar...?"
Jelas sekali bahwa orang-orang non-Kristen tidak akan mau menyebut Yesus
sebagai Tuhan dalam pengertian yang sama seperti yang dipahami oleh orang
Kristen. Fakta bahwa domba dan kambing merupakan milik dari satu gembala yang
sama dan baik kambing maupun domba menyebut gembalanya dengan cara yang sama
menunjukkan bahwa para kambing ini adalah orang Kristen. Kata 'kambing' adalah
ungkapan lain yang berlaku bagi orang Kristen, ini adalah hal yang tidak
terbantahkan.
Kemiripan antara perumpamaan ini dengan perumpamaan
sebelumnya di dalam Matius tidak sulit untuk dipahami. Sama seperti adanya
hamba yang setia dengan yang tidak setia serta lima gadis bijak dan lima gadis
bodoh. Di dalam perumpamaan kali inipun kita melihat adanya domba dan kambing
yang berasal dari satu famili namun berbeda karakter (kata 'baik, jahat, bijak,
bodoh' semuanya menggambarkan karakter sebagaimana yang akan kita lihat nanti).
Jelas ada kesejajaran di antara hamba yang baik dengan yang jahat, gadis yang
bijak dengan yang bodoh dan sekarang antara domba dengan kambing. Di dalam
setiap kasus, kelompok orang yang menjadi rujukan adalah satu kelompok yang
sama - sama dalam arti bahwa mereka semua orang Kristen, murid-murid.
Dari perumpamaan ini, kita dapat melihat bahwa Penghakiman
didasarkan pada satu kriteria saja - apakah orang-orang itu memiliki kasih
terhadap apa yang disebut oleh Yesus "salah seorang dari saudara-Ku yang
paling hina ini." Jelaslah, seorang non-Kristen tentunya tidak akan
dihakimi berdasarkan apakah ia mengunjungi orang Kristen yang di penjara, atau
apakah ia memberi makan orang Kristen yang kelaparan. Bagaimana mungkin Anda
akan menghakimi mereka berdasarkan kriteria itu? Anda tidak bisa mengharapkan
seorang non-Kristen mengunjungi orang Kristen yang di penjara karena bisa saja
ia adalah salah satu orang yang menjebloskan orang Kristen itu ke penjara. Jika
seorang non-Kristen datang mengunjungi seorang Kristen di penjara, mungkin itu
dalam rangka memukuli, bukannya untuk menghibur. Dengan demikian kriteria ini
tidak masuk akal jika diterapkan kepada mereka. Menghakimi seorang non-Kristen
berdasarkan kriteria-kriteria tersebut tidak akan ada gunanya karena memang
sangat aneh jika kita mengharapkan mereka datang menjenguk seorang Kristen di
penjara.
Anak kalimat "salah seorang dari saudara-Ku yang paling
hina ini" menunjuk kepada orang Kristen karena kata 'saudara' di dalam
Alkitab selalu mengacu kepada orang Kristen tanpa pengecualian. Berdasarkan
ayat-ayat di Alkitab itulah orang-orang Kristen menyebut orang-orang yang
seiman sebagai saudara. Mereka adalah bagian dari satu keluarga rohani yang
besar. Seperti yang dikatakan oleh Yesus, "Sebab siapapun yang melakukan
kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku
perempuan, dialah ibu-Ku" (Matius 12:50). Jadi kata 'saudara' mengacu
kepada mereka yang melakukan kehendak Allah, dan di dalam hal ini para dombalah
yang melakukan hal itu. Dan ini berkaitan dengan poin di dalam kitab Ulangan
bahwa mereka yang diberkati adalah mereka yang melakukan kehendak Allah, yang
mentaati perintah-perintah-Nya. Jadi, Penghakiman didasarkan pada kriteria
apakah para saudara itu dikasihi atau tidak. Dalam kasus para kambing, mereka
tidak mengasihi saudara-saudara tersebut; sedangkan para domba mengasihi
mereka.
Kasih bukanlah suatu pilihan
Ada satu dasar anggapan yang sangat jelas di dalam
perumpamaan ini yaitu gereja adalah suatu masyarakat baru umat Allah; inti dari
masyarakat ini, inti dari tubuh Kristus ini adalah kasih sayang antara satu
dengan yang lain. Atau, seperti yang diajarkan oleh Yesus, bahwa kasih antara
satu dengan yang lainnya di dalam gereja bukanlah suatu opsi atau pilihan.
Kasih bukan sekadar hal yang dianjurkan. Kegagalan dalam hal saling mengasihi
akan menimbulkan akibat yang sangat berat, sebagaimana yang diungkapkan dalam
ayat-ayat ini. Alasannya adalah karena saling mengasihi itu adalah suatu
perintah, bukan suatu anjuran. Yesus menegaskan hal ini ketika Ia berkata,
"Seluruh hukum Taurat didasari oleh kedua hukum ini: Kasihilah Allah dengan
segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Artinya, jika Anda melanggar hukum yang kedua itu, maka Anda telah melanggar
semua perintah-Nya, dan berada dalam posisi memberontak sepenuhnya terhadap
Allah.
Dan hal ini lebih diperjelas lagi dalam ajaran Yesus ketika
Ia berkata, "Aku memberimu perintah yang baru yaitu agar kamu saling
mengasihi satu dengan yang lain" (lihat Yohanes 13:34). Karena ini adalah
suatu perintah, maka Ia tidak memberi Anda pilihan lain. Anda tidak bisa
berkata, "Aku tidak mau mengasihi orang itu karena aku tidak suka
dengannya. Aku tidak suka kepribadian, gaya, latar belakang dan
penampilannya!" Yesus berkata, "Aku memberimu perintah dan perintah
itu adalah agar kamu saling mengasihi. Dengan begitu setiap orang akan tahu
bahwa kamu semua adalah murid-murid-Ku karena kamu saling mengasihi"
(lihat Yohanes 13:35). Ciri khas dari masyarakat baru ini adalah kasih tanpa
syarat antara satu dengan yang lainnya. Kata "tanpa syarat" berarti
bahwa kita tidak mengasihi seseorang karena faktor-faktor tertentu seperti gaya
rambut, penampilan, karakter atau kepribadiannya. Kita tidak mempunyai pilihan
lain. Kita diperintahkan untuk mengasihi, itu saja. Tidak boleh ada syarat
apapun.
Yesus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan
menuruti segala perintah-Ku" (Yohanes 14:15). Jadi, orang yang tidak
menuruti perintah-Nya sama dengan tidak mengasihi-Nya, tidak peduli apapun
pengakuan mereka. Di dalam pengajaran-Nya, kasih diartikan dalam bentuk
tindakan, bukan dalam bentuk perasaan. Kita bisa saja tidak merasa mengasihi
seseorang, namun itu tidak menjadi soal. Kita tetap harus berbuat berdasarkan
perintah Tuhan. Itu berarti bahwa jika orang tersebut sedang kekurangan, kita
akan menolongnya tidak peduli apakah kita menyukainya atau tidak, apakah wajah
atau kepribadiannya menyenangkan atau tidak. Kita berada di dalam kewajiban
untuk mengasihi dan menolong saudara seiman kita. Entah kita merasa sayang
kepadanya ataupun tidak, hal itu tidak menjadi urusan kita. Kita harus membantunya
tanpa syarat. Jika kita gagal melakukan itu, berarti kita telah gagal menuruti
perintah-Nya. Jika kita tidak mentaati perintah-Nya, berarti kita masuk ke
dalam kutuk. Ingatkah Anda akan hal yang dijabarkan di dalam kitab Ulangan?
Allah berkata kepada mereka yang gagal mentaati perintahnya, "Enyahlah
dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk." (ayat 41)
Iman dan ketaatan adalah hal yang tak terpisahkan dalam
Alkitab. Kedua ungkapan ini pada dasarnya merupakan sinonim satu dengan yang
lainnya. Iman yang bukan merupakan ketaatan kepada Allah bukanlah iman yang
alkitabiah. Itu sebabnya mengapa kami mengartikan iman dengan memakai istilah
komitmen, yang diambil dari arti komitmen untuk mentaati. Karena ketaatan itu
sendiri adalah suatu komitmen, dengan demikian iman dalam pengertiannya yang
alkitabiah adalah suatu komitmen untuk mentaati Tuhan. Jika Anda sudah memahami
pandangan dasar ini, maka apa yang disampaikan oleh Tuhan di dalam perumpamaan
ini akan menjadi sangat jelas. Kita sering gagal memahaminya karena kita tidak
tahu betapa kasih di dalam gereja itu bukanlah suatu pilihan. Kita tidak punya
pilihan lain. Satu-satunya jalan untuk
menghindari penerapan kasih adalah dengan cara tidak menjadi orang Kristen. Jika
kita menjadi seorang Kristen, berarti kita sudah membuat komitmen untuk
mengasihi semua saudara di dalam gereja Kristus, dan itu tidak hanya mencakup
saudara-saudara di gereja tempat kita beribadah, tetapi kepada semua orang
Kristen sejati yang berada di gereja lain juga. Pilihan yang tersedia buat kita
hanyalah untuk mengasihi. Kegagalan untuk menjalankan hal itu, seperti yang
disampaikan dalam perumpamaan ini, akan membawa akibat yang sangat mengerikan.
Namun dasar kepribadian kita sebenarnya tidaklah mengasihi. Apakah Anda seorang
yang sudah sejak awal memiliki watak mengasihi? Mengasihi bukanlah watak alami
manusia. Perkara mengasihi membutuhkan suatu transformasi watak. Tanpa
transformasi di dalam kepribadian kita, kita tidak akan bisa mengasihi.
Seorang pendeta dari Argentina, Juan Ortiz, menulis dalam
bukunya The Call to Discipleship (Panggilan Kepada Pemuridan) bahwa Argentina
adalah negeri dengan banyak domba. Dan domba selalu berdempetan dengan arah
kepala yang sama. Juga ada banyak kambing di sana akan tetapi perilaku mereka
agak berbeda. Mereka selalu saling membelakangi, saling beradu dan menendang.
Saat kambing-kambing beradu, mereka akan mengarahkan tanduknya, siap untuk
menyerang domba ataupun kambing, namun biasanya mereka menyerang kambing yang
lain. Kambing gemar berkelahi. Karena sifatnya yang individualis; kambing
biasanya saling membelakangi. Mereka baru mau beradu muka jika sedang
bersiap-siap untuk berkelahi. Mereka selalu saling membelakangi sepanjang hari,
dan itu dilakukan sambil saling menendang. Akan tetapi sifat domba sangat
berlawanan. Tidak heran jika domba bisa saling menghangatkan satu dengan yang
lain. Mereka berdiri searah, seolah-olah sedang mengadakan konferensi, dengan
cara begitu mereka bisa saling menghangatkan. Perbedaan karakter antara kambing
dengan domba sangatlah menyolok.
Para hamba di dalam sebuah rumah tangga juga bisa sangat
berbeda wataknya, seperti yang sudah kita lihat pada perumpamaan yang lalu. Ada
yang digambarkan setia, dan ada pula yang tidak setia. Perbedaan watak
kerohanian ini juga terdapat di antara jemaat dalam sebuah gereja. Orang-orang
Kristen wataknya tidak seragam, mereka tidak memiliki sikap yang sama. Jika
seragam, tentunya yang akan terlihat adalah sekumpulan boneka, dan Anda tidak
akan bisa membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap orang harus
memakai tanda nama, jika keadaan mereka seragam, karena itu satu-satunya jalan
untuk membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Yang dibicarakan di
dalam Alkitab bukanlah kumpulan orang-orang semacam ini. Bukannya kesamaan atau
keseragaman karakter atau kepribadian semacam ini yang diinginkan, melainkan
agar setiap orang Kristen memiliki sifat ilahi yang sama yakni watak mengasihi.
Inilah hal yang mendasar sekalipun cara pengungkapannya bisa saja berbeda-beda.
Seseorang bisa mengungkapkannya dengan cara tertentu, sedangkan yang satunya
lagi dengan cara yang lain. Yang penting adalah bahwa semua itu terisi oleh
kasih. Dan kasih bukanlah hal yang bersifat pilihan di dalam Alkitab tetapi
merupakan satu keharusan. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin kambing
menjadi orang Kristen?
Transformasi yang tidak utuh menghasilkan permasalahan
Di dalam Alkitab, orang non-Kristen digambarkan sebagai
serigala. Pada saat mereka bertobat, mereka mengalami perubahan watak.
Sayangnya, dalam diri kebanyakan orang perubahan yang terjadi masih belum utuh,
yang berakibat pada kepribadian yang lama yang masih cukup kuat, watak lama
tersebut masih terdapat di dalam diri orang-orang Kristen yang digambarkan
sebagai kambing dalam perumpamaan ini. Perilaku mereka masih lebih mendekati
perilaku orang non-Kristen. Dengan kata lain, secara rohani mereka masih bodoh,
tidak bisa mengenali perkara-perkara rohani dan dengan demikian masih tidak
berhikmat, atau mereka masih tidak taat dan setia kepada Allah. Karakteristik
orang non-Kristen masih melekat pada diri mereka. Hal ini menunjukkan bahwa
kita harus terus membiarkan Allah bekerja mengubah diri kita, dan terus
membiarkan proses itu berlangsung tanpa berhenti di satu titik saja. Ada banyak
orang Kristen yang berhenti pada suatu tahapan di jalur perubahan ini. Mereka
tidak melanjutkan perubahan tersebut, dan hanya berubah sedikit sejak menjadi
orang Kristen. Hal itu tidak cukup karena perubahan yang sepenuhnya masih belum
terjadi. Mereka mempertahankan watak lama mereka yang akan menimbulkan banyak
persoalan nantinya.
Bagaimana terjadinya peristiwa perubahan yang vital ini? Ini
adalah hasil dari karya kuasa Allah yang datang ke dalam hidup kita. Pada tahap
yang pertama, terjadi suatu perubahan instan. Akan tetapi, jika kita berhenti
di titik ini, kita bisa berakhir sebagai kambing karena sebenarnya proses
perubahan cara berpikir itu harus berlanjut. Menurut Paulus, kita harus berubah
oleh pembaruan akal budi kita (Roma 12:2). Ini adalah tahap yang kedua. Lalu
bagaimana terjadinya pembaruan akal budi itu? Hanya Firman Allah yang memiliki
kuasa untuk melakukan hal ini. Akal budi kita akan diperbarui setiap hari
sejalan dengan penelaahan Alkitab yang kita lakukan. Kita harus terus
melanjutkan proses transformasi ini. Sejalan dengan perubahan cara berpikir
kita melalui Firman Allah, setahap demi setahap kita melangkah menuju kepenuhan
kepribadian ilahi. Sama seperti Yesus yang disebut sebagai Anak Domba, maka
kita sebagai umat-Nya akan disebut domba.
Tentu saja, bahasa yang memakai simbol-simbol memiliki
keterbatasannya. Yang mau digambarkan di sini adalah bahwa sekalipun sekumpulan
orang termasuk dalam satu keluarga besar, watak mereka bisa sangat berbeda.
Sekalipun watak kambing lebih mendekati domba ketimbang serigala, akan tetapi
masih cukup jauh perbedaannya dengan watak domba. Kita dapat berkata bahwa
kambing adalah orang Kristen yang wataknya belum sepenuhnya berubah. Memang,
kambing tidak seganas serigala. Anda bisa menempatkan kambing dan domba di tempat
yang sama, dan kambing tidak akan memakan domba, hal yang pasti akan dilakukan
oleh serigala. Akan tetapi kambing masih cukup galak, walaupun tidak dalam arti
sampai memakan atau membunuh domba. Pada dasarnya, mereka tidak terlalu
berbahaya.
Saya cenderung berpikir bahwa kebanyakan orang sekarang ini
masih dalam tahapan kambing, mungkin bukan karena mereka sengaja mau menjadi
kambing melainkan karena mereka belum mendapatkan pengajaran Firman Allah
secara memadai atau belum meluangkan waktu yang cukup untuk merenungkan Firman
Allah. Bagaimana mungkin mereka bisa melanjutkan perubahan jika mereka tidak
mendapat pelajaran tentang Firman Allah? Waspadalah jika Anda bertemu dengan
seorang Kristen yang sangat agresif, penyendiri dan individualistis. Atau jika
ia sangat sulit untuk diajak berbicara dan berkomunikasi karena alasan-alasan
ini. Orang Kristen semacam ini - bisa jadi ia adalah orang Kristen yang tulus
karena ia telah mengalami sebagian pengalaman pertobatan - berperilaku seperti
itu karena ia belum mengalami perubahan cara berpikir. Sekalipun ia seorang
Kristen, tetapi ia masih berperilaku seperti orang non-Kristen. Jika gambaran
seperti ini ternyata cocok dengan keadaan diri Anda, maka biarlah ayat-ayat
dalam pembahasan saat ini menguji hati Anda. Ayat-ayat ini memperingatkan kita
bahwa jika kita terus saja berada dalam posisi sebagai kambing, maka kita tidak
akan mampu mengasihi. Jika kita tidak mampu mengasihi saudara-saudara kita,
berarti kita masuk ke dalam keadaan rohani yang berbahaya.
Indahnya kemampuan untuk mengasihi
Ayat-ayat yang kita bahas kali ini menekankan pada masalah
karakter. Dan di dalam pembahasannya terdapat unsur yang sangat mengejutkan.
Ketika Yesus berkata kepada para domba bahwa mereka memberi-Nya makan ketika Ia
kelaparan dan memberi-Nya pakaian ketika Ia telanjang, ternyata mereka
terkejut. "Kapan kami melakukan semua ini? Kami tidak ingat kapan kami
mengunjungi Engkau di penjara. Kami juga tidak ingat kapan kami memberi-Mu
pakaian." Dan jawaban Yesus adalah, "Sebenarnya, apa yang telah
kalian perbuat kepada mereka yang paling hina dalam keluarga-Ku, berarti kalian
telah melakukannya kepada-Ku." Nah, orang Kristen yang telah belajar
tentang Firman Allah tentu tahu bahwa apa yang ia perbuat terhadap saudara
seimannya sama artinya dengan ia telah berbuat bagi Tuhan. Seharusnya ini tidak
menjadi hal yang mengagetkan mereka. Lalu mengapa para domba ini bisa tidak
ingat telah berbuat hal-hal tersebut? Hal ini mengungkapkan dan menekankan
sekali lagi satu unsur kepribadian yang sangat penting dalam ayat-ayat ini.
Jika Anda melakukan sesuatu yang merupakan bagian dari watak Anda, biasanya
Anda tidak akan mengingatnya. Anda tidak akan mengingat-ingat hal tersebut
karena Anda melakukannya secara naluriah.
Orang yang menolong orang lain tidak akan mengingat-ingat
semua orang yang telah menerima pertolongannya, jika pertolongan itu didasari
oleh dorongan wataknya. Ia tidak akan mencatat itu semua lalu berkata,
"Hei, aku telah menolong orang ini; aku telah memberi uang kepada orang
itu; dan orang yang satu lagi telah menerima pemberian jaketku." Orang
yang memiliki watak mengasihi tidak akan mengingat itu semua. Ia melakukannya
karena memang sudah wataknya mengasihi sesama manusia. Karena wataknya
mengasihi sesama manusia, maka ia cenderung melupakan semua itu. Kita bisa
mengingat hal-hal yang kita tuliskan namun setelah lewat beberapa waktu
biasanya kita tidak ingat apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Kadang kala
saat kita berterima kasih pada seseorang atas kebaikannya beberapa tahun yang
telah lewat, ia mungkin akan berkata, "Wah, apakah saya melakukan itu
buatmu? Saya tidak ingat." Jika Anda bertemu dengan orang seperti ini,
maka Anda akan tahu bahwa saat ia berbuat baik kepada Anda atau menolong Anda,
ia melakukan itu tidak untuk menanam budi. Ia melakukan itu karena memang
wataknya seperti itu.
Saat kita benar-benar bisa mengasihi orang lain kita akan
mendapati bahwa kita seringkali lupa akan pertolongan yang pernah kita berikan
kepada orang lain. Karena ini adalah bagian dari hal yang selalu kita lakukan
untuk orang lain, hal yang sudah menjadi bagian dari watak kita. Tuhan
menjelaskan tentang karakter ini secara indah di dalam perumpamaan ini. Dapat
dikatakan bahwa ini adalah kasih yang bergerak secara alami tanpa kita sadari.
Kita melakukannya karena kita digerakkan oleh kasih Kristus untuk melakukannya;
kita melakukannya karena kita sudah menjadi seperti itu dengan kasih karunia
Allah.
Apakah pengajaran melalui perumpamaan yang diberikan oleh
Yesus ini menekankan keselamatan lewat perbuatan? Apakah kita menyelamatkan
diri kita dengan mengerjakan perbuatan baik seperti mengunjungi orang-orang di
penjara, dan menyumbangkan uang buat orang miskin supaya mereka bisa membeli
makanan atau pun pakaian? Jika kita memahami bahwa yang ditekankan di sini
adalah masalah watak, maka kita akan tahu jawaban atas pertanyaan tersebut.
Yang penting bukan masalah kita sudah melakukannya atau belum melainkan apakah
itu sudah menjadi watak kita atau belum. Itulah yang penting. Kita melakukannya
tanpa menganggap bahwa diri ini sudah berjasa karena memang sudah seperti
itulah watak kita. Dan ini semua terjadi karena Ia sudah mentransformasi kita.
Kita diselamatkan melalui transformasi watak kita. Dan
karena imanlah kita bisa mengalami perubahan yang utuh itu. Menurut Paulus,
iman ini bekerja melalui kasih (Galatia 5:6) dan hanya iman semacam inilah yang
bisa menyelamatkan. Kasih merupakan indikator apakah kita sudah masuk ke dalam
hidup atau belum. Yohanes berkata, "Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari
dalam maut ke dalam hidup" (1 Yohanes 3:14). Kita tahu bahwa kita sudah
berpindah dari dalam maut ke dalam hidup jika kita mengasihi saudara-saudara
kita, sesama Kristen. Jika kita bersedia mengasihi mereka tidak hanya sebatas
kata-kata, namun dalam perbuatan. Saat melihat ada saudara yang kekurangan,
kita segera menolongnya (1 Yohanes 3:17). Saat saudara kita kelaparan, kita
memberinya makan. Saat ia kedinginan, kita memberinya pakaian. Saat ia di dalam
penjara karena kesaksiannya demi Tuhan, kita menjenguknya.
Standar minimum bagi
orang Kristen
Orang non-Kristen tidak berada di dalam lingkup pengajaran
Yesus yang satu ini, di mana kita berpindah dari dalam maut ke dalam hidup
karena mengasihi saudara seiman. Istilah "saudara" yang dipakai dalam
1 Yohanes 3:14 adalah istilah yang sama persis dengan yang dipakai dalam Matius
25 ini, "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari
saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." Apa
yang telah dilakukan bagi saudara seiman, bukannya terhadap orang non-Kristen,
itulah hal yang dibicarakan oleh Yesus. Akan tetapi ini bukan berarti bahwa
orang Kristen tidak mengasihi mereka yang non-Kristen; menarik kesimpulan
semacam itu jelas salah. Mengasihi saudara seiman hanya merupakan standar
minimum bagi seorang Kristen. Jika kita tidak bisa mengasihi saudara seiman,
mana mungkin kita bisa mengasihi orang non-Kristen? Jika kita tidak bisa
mengasihi anggota keluarga sendiri, bagaimana mungkin kita bisa mengasihi orang
luar? Jika kita dihakimi berdasarkan standar apakah kita mengasihi orang
non-Kristen, maka itu berarti kita sedang dihakimi dengan standar yang sangat
tinggi. Lagi pula, sangat sulit mengasihi orang yang tidak kita kenal,
khususnya yang non-Kristen. Mengasihi sesama Kristen saja sudah cukup sulit
bagi kita. Jadi kita sebenarnya dihakimi berdasarkan standar yang lebih rendah,
yaitu mengasihi sesama Kristen di lingkungan gereja yang tentunya sudah kita
kenal dengan cukup baik. Jika kita tidak peduli dengan mereka yang satu lingkungan
dengan kita, bagaimana kita bisa peduli dengan orang yang berada di luar
lingkungan? Kita tidak akan peduli pada mereka, karena terhadap orang yang kita
kenal dekatpun kita sudah tidak peduli. Jadi standar penghakiman terhadap kita
bukan apakah kita mengasihi orang non-Kristen, melainkan apakah kita mengasihi
sesama orang Kristen.
Jika demikian halnya, kasih harus ada perwujudannya.
Sebagaimana yang sudah kita lihat sebelumnya, kasih bukanlah sekadar masalah
perasaan, melainkan masalah pengungkapan dalam perbuatan. Tuhan berkata kepada
kita, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:35).
Apakah orang lain mengenali kita sebagai orang Kristen karena kita saling
mengasihi atau hanya karena kita menenteng Alkitab dan pergi ke gereja? Yesus
tidak berkata seperti ini, "Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa
kamu adalah orang Kristen - yaitu jikalau kamu memakai kemeja hitam, tidak
minum minuman keras, tidak merokok. Dan jangan lupa, memakai kata-kata yang
sopan setiap kali berbicara!" Tidak satupun dari hal-hal tersebut yang
berkaitan dengan kekristenan seseorang. Satu-satunya tanda bahwa kita adalah
orang Kristen yaitu bahwa kita saling mengasihi satu dengan yang lain. Dan
orang lain harus bisa melihat perwujudan kasih di antara sesama itu di dalam
lingkungan jemaat.
Bagaimana mungkin orang lain mengetahui bahwa kita saling
mengasihi kalau mereka tidak melihat adanya kasih itu? Bagaimana caranya
membuat agar kasih itu bisa terlihat? Kasih menjadi terlihat jika kita
mewujudkannya dalam bentuk menjenguk saudara yang dipenjara, khususnya jika
kita harus menempuh resiko besar dalam upaya menjenguk ini. Dalam hal memberi
uang, Alkitab memberitahu kita untuk tidak membiarkan tangan kiri tahu apa yang
diperbuat oleh tangan kanan, dan sebaliknya. Jadi, jika orang lain tidak tahu
bahwa kita telah memberi uang kepada seseorang bagaimana mereka bisa tahu bahwa
kita telah memiliki kasih jika tindakan kita itu dirahasiakan? Bagaimana kasih
itu bisa terlihat? Menjenguk saudara yang di penjara adalah salah satu caranya.
Memberi makan orang lain bisa saja terlihat atau tidak terlihat oleh orang
lain, karena kita bisa saja merahasiakannya. Jadi banyak hal yang mungkin tidak
akan terlihat.
Menjadikan kasih sebagai kesaksian bagi dunia adalah hal
yang sangat penting. Kita tahu bahwa kita harus saling mengasihi; dan kita juga
tahu bahwa dalam hal saling mengasihi itu kita harus membuat agar dunia
melihatnya. Akan tetapi kita tidak bisa memamerkan tindakan memberi uang karena
hal itu memang itu bukan sesuatu yang kelihatan. Kita tidak akan pamer. Kita
akan bertindak menolong tanpa diketahui oleh yang menerima pertolongan itu.
Bagaimana kasih bisa terlihat di tengah masyarakat, misalnya, di Amerika - di
mana tidak ada orang yang dipenjarakan karena menjadi Kristen? Jika tidak ada
kebutuhan untuk menjenguk saudara yang dipenjara karena imannya? Bagaimana kita
bisa mewujudkan kasih jika kita tinggal di tengah masyarakat yang sebagian
besar tidak kelaparan dan tidak miskin? Kebanyakan orang, di negara maju,
tinggal dalam keadaan yang cukup berkelimpahan secara materi. Memang ada
beberapa orang yang miskin di sana, namun sebagian besar tidak. Lalu bagaimana
caranya agar orang lain tahu bahwa kita adalah murid-murid-Nya?
Sekarang ini kebiasaan saling rangkul atau bergandengan
tangan di kalangan Kristen sudah mulai hilang. Saya perhatikan bahwa orang
Kristen sekarang ini cenderung malu untuk mengungkapkan kasihnya kepada saudara
seiman secara terbuka lewat cara ini. Mengapa? Lalu bagaimana kita akan
memenuhi perintah-Nya untuk mengungkapkan kasih agar orang lain tahu bahwa kita
saling mengasihi? Kita tentunya ingin mentaati perintah-Nya sampai ke
perinciannya, sehingga orang lain tahu bahwa kita saling mengasihi. Dan saya
mendapati bahwa ini masih menjadi cara yang sangat memungkinkan bagi kita untuk
memperlihatkan kasih di antara kita terhadap orang luar. Dan orang-orang akan
berkata, "Lihat, itu orang-orang Kristen.
Lihat betapa mereka saling mengasihi satu dengan yang lain!"
Ringkasan
Pada hari Penghakiman, Tuhan hanya akan menanyakan satu
pertanyaan, "Apakah engkau telah memenuhi perintah-Ku untuk mengasihi
sesama saudara seiman?"
Pengajaran dari Yesus ini menekankan satu fakta bahwa kasih
di antara kita bukanlah suatu hal yang bersifat pilihan, dan pada saat
penghakiman nanti, Allah tidak akan menanyakan hal-hal seperti, "Kapan
kamu dibaptis? Hari apa? Tunjukkan surat baptismu untuk bisa masuk ke dalam
kerajaan." Ia bahkan tidak akan menanyakan hal seperti, "Seberapa
ortodoks imanmu? Apakah engkau percaya pada hasil keputusan konsili Nicea?
Apakah engkau percaya pada pengakuan saat baptisan? Di gereja mana kamu
beribadah? Apakah itu gereja yang besar?" Ia tidak tertarik sama sekali
dengan itu semua. Ia hanya akan menanyakan satu hal pada Anda, "Apakah
engkau mengasihi saudara-Ku? Apakah engkau peduli pada mereka di saat mereka
sedang kekurangan?" Hanya itu pertanyaan yang akan diajukan-Nya.
Jadi jangan pusingkan masalah surat baptis untuk penghakiman
nanti. Surat itu tidak akan berguna sedikitpun bagi Anda nantinya. Orang-orang
yang baru saja dibaptis, mungkin sekarang ini sedang menunggu kapan surat
baptisan mereka bisa diambil. Saya beritahukan Anda, Anda boleh mengambil surat
baptisan itu kapan saja Anda menginginkannya, tetapi janganlah surat itu
digantungkan sebagai hiasan dinding. Biasanya, kami tidak menerbitkan surat
baptis, kecuali jika dibutuhkan untuk keperluan resmi. Karena surat itu tidak
akan berguna bagi Anda di hari Penghakiman nanti, karena satu-satunya hal yang
penting di hari itu adalah: Apakah Anda telah memenuhi perintah-Nya untuk
mengasihi?
Saat kita mengasihi, kita akan mengalami kuasa dan kualitas
pada titik kedalaman yang baru
Setelah mengetahui itu semua, maka masalahnya tinggal apakah
kita sudah melakukannya. Yesus berkata, "Yang berbahagia ialah mereka yang
mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya" (Lukas 11:28). Dan jika
kita bisa melakukannya, memenuhinya secara terus menerus di dalam hidup kita,
kita akan mengalami satu kedalaman kualitas kehidupan Kristen dan kedalaman
kuasa yang sebelumnya tidak kita ketahui dan alami sepenuhnya
Sumber: Cahaya Pengharapan Ministries
www.cahayapengharapan.org