Sabat (Ibrani: shabbath) adalah
dimulai dari hari Jumat sore (matahari terbenam) sampai Sabtu sore (matahari
terbenam). Dan secara prinsip, Allah menginginkan manusia untuk menyembah-Nya
secara khusus, karena Allah adalah Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Sabat, hari
ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari khusus yang diberkati dan dikuduskan
oleh Allah, karena Allah berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah
dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3; Kel 20:11). Karena Sabat adalah hari yang
dikuduskan oleh Allah, maka Allah melarang umat-Nya untuk bekerja pada hari
Sabat (Kel 20:9-11). Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan
Allah dan menjadikannya perjanjian kekal (lih. Kel 31:13; Kel 31:16; Kel
31:17). Lebih lanjut Allah juga memerintahkan untuk memelihara hari Sabat (Im
19:3, Im 19:30) dan yang melanggar hari Sabat dihukum mati (lih. Kel 31:14; Kel
31:15; Bil 15:32-36). Dari ayat-ayat tersebut di atas, dan masih banyak
ayat-ayat yang lain, hari Sabat memang ditentukan oleh Tuhan sendiri yang harus
dijalankan oleh umat-Nya secara turun-temurun.
Kita masih mengingat bahwa
Yesus sendiri beberapa kali berdebat dengan kaum Farisi yang memberikan beban
yang tak tertanggungkan kepada manusia (Mat 23:4) dan kemudian Yesus menyatakan
bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mrk 2:27).
Yesus
sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela muridnya ketika mereka
mengambil makanan di ladang, dan Yesus mengutip tentang apa yang dilakukan oleh
Daud (Mat 12:3; Mrk 2:25; Luk 6:3; Luk 14:5).
Lebih lanjut, Rasul Paulus
menegaskan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Kol 2:16; Gal 4:9-10;
Rom 14:5-6). Demikian pula Rasul Yohanes menuliskan wahyu yang diterimanya pada
hari Tuhan (Why 1:10).
Kebangkitan Tuhan adalah
menjadi pokok iman Kristen dan kebangkitan Yesus terjadi pada hari Minggu, yang
disebut sebagai hari pertama di dalam minggu (Luk 24:1). Setelah
kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus menampakkan diri dalam perjalanan ke Emmaus, dan
melakukan pemecahan roti di depan murid-murid-Nya pada hari kebangkitan-Nya,
yaitu hari Minggu, hari pertama minggu itu (Luk 24:13-35, Luk 24:1).
Jemaat
Kristen perdana yang non Yahudi merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis
20:7; 1 Kor 16:2). Selanjutnya, maka perayaan Hari Tuhan bagi umat Kristen
adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan
bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat).
Lalu apa alasan orang Kristen
untuk mengubah Sabat dari Sabtu menjadi Minggu?
Dasar dari Kitab Suci tentang
perayaan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan
Kristus bangkit pada hari
Minggu, dan 2 x Ia menampakkan diri setelah kebaktian, juga pada hari Minggu.
Kebangkitan Yesus Kristus
dari kematian terjadi pada “hari pertama setelah hari Sabat” (Mrk 16:2, 9; Luk
24:1; Yoh 20:1). Pada hari yang sama, Tuhan yang bangkit menampakkan diri
kepada dua orang murid ke Emaus (lih. Luk 24:13-35) dan kepada kesebelas Rasul
yang berkumpul bersama (cf. Luk 24:36; Yoh 20:19).
Seminggu kemudian seperti
yang dihitung oleh Injil Yohanes (lih. Yoh 20:26)- para murid berkumpul kembali sekali lagi,
ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka dan membuat-Nya dikenali oleh
Tomas, dengan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda dari Sengsara-Nya.
Hari
Pentakosta -hari pertama dari delapan minggu setelah Paska Yahudi (lih. Kis
2:1), ketika janji yang dibuat oleh Yesus kepada para Rasul setelah
Kebangkitan-Nya digenapi dengan pencurahan Roh Kudus (lih. Luk 24:49;
Kis1:4-5)- juga terjadi pada hari Minggu.
Ini adalah hari proklamasi yang
pertama dan Baptisan yang pertama: Petrus mengumumkan kepada orang-orang yang
berkerumun bahwa Kristus telah bangkit dan “mereka yang menerima sabda-Nya
dibaptis” (Kis 2:41). Ini adalah hari epifani Gereja, dinyatakan sebagai bangsa
yang di dalamnya anak-anak Allah yang terpencar dikumpulkan dalam kesatuan,
melampaui semua perbedaan mereka.
untuk alasan ini maka sejak
dari zaman para Rasul, “hari pertama setelah hari Sabat”, hari pertama minggu,
mulai membentuk ritme kehidupan bagi para rasul Kristus (lih. 1Kor 16:2). “Hari
pertama setelah hari Sabat” adalah juga hari di mana jemaat di Troas berkumpul
“untuk memecahkan roti”, ketika Paulus mengucapkan perpisahan dan secara
mukjizat menghidupkan Eutikhus kembali (lih. Kis 20:7-12). Kitab Wahyu memberikan
bukti praktek untuk menyebut hari pertama minggu sebagai “Hari Tuhan” (Why
1:10).
Ini kini menjadi sebuah ciri yang membedakan umat Kristen dari dunia di
sekitar mereka… Dan ketika umat Kristen menyebut “Hari Tuhan”, mereka
memberikan kepada istilah ini arti yang penuh dari pemberitaan Paskah: “Yesus
Kristus adalah Tuhan” (Flp 2:11; lih. Kis 2:36; 1Kor 12:3). Maka Kristus diberi
gelar yang sama, yang oleh kitab Septuaginta biasanya digunakan untuk
menerjemahkan apa yang dalam wahyu Perjanjian Lama adalah nama Tuhan yang
melampaui segala ucapan: YHWH.
Di masa Kristen awal, ritme
mingguan dari hari-hari, umumnya tidak menjadi bagian kehidupan di kawasan di
mana Injil tersebar, dan hari-hari perayaan kalender Yunani dan Romawi tidak
bertepatan dengan hari Minggu-nya umat Kristen. Maka, untuk umat Kristen,
adalah sangat sulit untuk melaksanakan/ menerapkan Hari Tuhan pada suatu hari
tertentu dalam setiap minggu. Hal ini menjelaskan mengapa umat beriman harus
berkumpul sebelum matahari terbit. Namun demikian kesetiaan terhadap ritme
mingguan kemudian menjadi norma, sebab hal itu berdasarkan atas Perjanjian Baru
dan berkaitan dengan wahyu Perjanjian Lama. Ini sungguh digarisbawahi oleh para
Apologist dan para Bapa Gereja dalam tulisan-tulisan dan khotbah mereka, di
mana dalam mengatakan Misteri Paska, mereka menggunakan teks Kitab Suci yang
sama, yang menurut kesaksian St. Lukas (lih. Luk 24:27, 44-47), Kristus yang
bangkit sendiri telah menjelaskan kepada para murid. Menurut terang teks-teks
ini, perayaan hari Kebangkitan tersebut memperoleh nilai doktrinal dan simbolis
yang mampu menyatakan keseluruhan misteri Kristiani dalam segalanya yang baru.
Para Rasul, secara khusus St.
Paulus, pada awalnya terus hadir di sinagoga sehingga di sana mereka dapat
mewartakan Yesus Kristus, menjelaskan “perkataan nabi-yang dibacakan setiap
hari Sabat” (Kis 13:27). Sejumlah komunitas [jemaat] melaksanakan Sabat
sementara juga merayakan hari Minggu. Namun demikian, segera, kedua hari mulai
dibedakan dengan lebih jelas, utamanya sebagai reaksi terhadap tuntutan
sejumlah orang Kristen yang berasal dari kaum Yahudi, yang membuat mereka
cenderung untuk mempertahankan kewajiban hukum Taurat yang lama …. Pembedaan
hari Minggu dari Sabat Yahudi bahkan bertumbuh lebih kuat dalam pemahaman
Gereja, meskipun terdapat masa dalam sejarah, ketika, karena kewajiban
istirahat Minggu begitu ditekankan, sehingga Hari Tuhan cenderung menjadi mirip
dengan hari Sabat. Tambahan lagi, terdapat kelompok-kelompok dalam kalangan
Kristen yang melakukan baik Sabat maupun Minggu sebagai “dua hari yang
bersaudara.”
Perbandingan hari Minggu
Kristen dengan hari Sabat menurut visi Perjanjian Lama mendorong besarnya
perhatian pandangan-pandangan teologis. Secara khusus, di sana timbul kaitan
yang unik antara Kebangkitan dan Penciptaan. Pandangan Kristen secara spontan
menghubungkan Kebangkitan Kristus, yang terjadi “di hari pertama minggu itu”,
dengan hari pertama dari hari kosmik (lih. Kej 1:1-24) yang membentuk kisah
Penciptaan di Kitab Kejadian: hari penciptaan terang (lih. Kej 1:3-5). Kaitan
ini mengundang sebuah pemahaman Kebangkitan sebagai awal dari ciptaan yang
baru, buah-buah sulung yang tentangnya Kristus yang mulia adalah, “yang sulung
dari segala ciptaan” (Kol 1:15) dan “yang sulung dari antara orang mati” (Kol
1:18).
.................... “Hari
Sabat adalah akhir dari penciptaan yang pertama, sedangkan hari Tuhan adalah
awal dari penciptaan yang kedua, di mana Ia memperbaharui dan memperbaiki yang
lama, dengan cara yang sama seperti Ia menentukan bahwa mereka harus menerapkan
Sabat sebagai peringatan akan akhir dari penciptaan pertama, maka kita
menghormati hari Tuhan sebagai peringatan akan penciptaan yang baru.” ( St.
Athanasius, On Sabbath and Circumcision 3 )
Beberapa keberatan dan jawaban
seputar hari Sabat dan hari Minggu
1. Kis 20:7 membuktikan tidak
ada ibadah pada hari Minggu?
Ada sejumlah orang berargumen
bahwa Kis 20:7 dan ayat-ayat selanjutnya menunjukkan bahwa pemecahan roti yang
dilakukan oleh Rasul Paulus itu adalah acara makan-makan biasa dan bukan
ibadah, dan bahwa hal memecah roti itu terjadi dua kali, sebelum Eutikhus jatuh
dan dilanjutkan lagi setelah Eutikhus jatuh dan dihidupkan kembali. Benarkah
demikian?
Untuk mengetahui apakah
pertemuan itu merupakan ibadah atau bukan, kita melihat kepada bahasa asli yang
digunakan pada ayat itu:
“Pada hari pertama dalam minggu
itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan
saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan
harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.” (Kis 20:7)
Kata kerja ‘berkumpul‘ yang
digunakan di sana adalah ‘synaxis‘ (dari kata synago, serupa dengan kata
sinagoga yang artinya adalah tempat berkumpul untuk beribadah).
Dengan demikian, interpretasi
yang mengatakan bahwa ‘memecah-mecah roti’ di sana hanya makan-makan biasa, itu
adalah interpretasi pribadi, yang tidak sesuai dengan maksud penggunaan kata
tersebut pada zaman itu oleh para Rasul. Sebab jelas kata sebelumnya, yaitu
‘berkumpul/ synaxis‘ itu artinya adalah berkumpul untuk beribadah.
Sedangkan interpretasi bahwa
kejadian memecah roti sebanyak dua kali itu juga merupakan kesimpulan yang
diambil sendiri, tetapi hal itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam perikop
tersebut. Yang disebutkan dalam ayat Kis 20:7 adalah bahwa para murid
“berkumpul untuk memecah-mecahkan roti” (tidak disebut kapan tepatnya pemecahan
roti dilakukan), dengan Paulus yang bertindak sebagai pembicara. Namun
demikian, tidak dikatakan di sana bahwa sementara Paulus berbicara, atau
sebelum Paulus berbicara mereka sudah memecah-mecah roti. Yang eksplisit
dikatakan di sana adalah “Karena Paulus
amat lama berbicara, orang muda [Eutikhus] itu tidak dapat menahan kantuknya… ”
(ay. 8). Maka jelas ia tertidur bukan karena sedang makan, tetapi karena
pembicaraan Paulus yang lama.
Maka yang lebih masuk akal di
sini adalah bahwa mereka berkumpul untuk tujuan memecah-mecahkan roti (yaitu
beribadah mengenang Perjamuan Tuhan, sebagaimana disebutkan juga dalam Kis
2:42), yang didahului dengan khotbah pengajaran Rasul Paulus.
Cara ibadah
sedemikian, diajarkan oleh Yesus sendiri kepada dua orang murid-Nya dalam
perjalanan ke Emaus, yaitu bahwa pemecahan roti dilakukan setelah pembacaan dan
penjelasan Kitab Suci (lih. Luk 24:13-35). Namun kemungkinan karena pengajaran/
khotbah Rasul Paulus itu yang berlangsung amat lama, maka salah seorang
pendengarnya, yang bernama Eutikhus, tertidur. Hal ini, walau tidak ideal,
mungkin saja terjadi, karena ibadah saat itu berlangsung sampai menjelang
tengah malam, dan pembicaraan yang lama, dapat saja membuat orang mengantuk.
Sejujurnya, kata “memecah-mecahkan roti”
yang tertulis dalam Injil mempunyai
hubungan arti dengan Perjamuan, sebagaimana digambarkan dalam mukjizat
pergandaan roti (Mat 14:19, 15:36; Mrk 6:41, 8:6,19; Luk 9:16); Perjamuan
Terakhir (Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19); dan (Luk 24:30,
35). Oleh karena itu, kata “memecah-mecahkan roti” dalam Kisah para Rasul (Kis
20:7; 27:35) bukan untuk diartikan sekedar makan-makan biasa. Rasul Paulus juga
menggunakan istilah ‘memecah roti’ (the breaking of bread) dalam 1 Kor 10:16,
yang berarti ‘persekutuan dengan Tubuh Kristus’.
2. Pada abad awal, Rasul Paulus
dan para murid masih datang ke sinagoga pada hari Sabat, dan tidak pada hari
Minggu?
Pada saat Gereja awal, untuk
beberapa waktu para Rasul memang masih datang ke sinagoga pada hari Sabat,
sebab tujuan mereka adalah mewartakan Kristus kepada orang-orang Yahudi yang
beribadah di sana (lih. Kis 13:14, 42-44; 17:2-3; 18:4). Namun ini tidak
berarti bahwa para murid tidak berkumpul pada hari pertama di dalam minggu
(yaitu hari Minggu) untuk merayakan Kebangkitan Kristus.
3. Penentuan Hari Minggu
sebagai Hari Tuhan artinya membatalkan kesucian hari Sabat?
Tidak. Ini adalah
kesalahpahaman seseorang jika ia tidak membaca Kitab Suci sebagaimana Gereja,
menurut ajaran Kristus dan para Rasul, membacanya. Gereja mengajarkan
agar kita membaca Kitab Suci dalam kesatuan: artinya bahwa Perjanjian Lama
dibaca dalam terang Perjanjian Baru, dan sebaliknya Perjanjian Baru dalam
terang Perjanjian Lama . Artinya, apa yang diajarkan dalam
Perjanjian Lama adalah untuk digenapi oleh Kristus dalam Perjanjian Baru. Nah
penggenapan ini tidak mengharuskan bahwa pelaksanaannya harus sama persis
dengan Perjanjian Lama, sebab jika demikian artinya Perjanjian Lama itu tidak
pernah diperbaharui oleh Kristus. Adalah kehendak Allah sendiri, untuk menggenapi
Perjanjian Lama di dalam Kristus dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya sebelum
Kristus menyelesaikan misinya di dunia melalui Misteri Paska-Nya, pelaksanaan
Sabat masih mengikuti hukum Taurat; tetapi setelah seluruh nubuat para nabi
dalam Perjanjian Lama tergenapi dengan Misteri Paska Kristus (sengsara, wafat,
kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Surga) dan Pentakosta, maka perayaan Hari
Tuhan diadakan berdasarkan Misteri Paska itu, yaitu hari Kebangkitan Kristus
(hari Paska)
Yesus Memberkati kita semua