Pada suatu
ketika, hiduplah seorang pedagang batu-batuan. Setiap hari dia berjalan dari
kota ke kota untuk memperdagangkan barang-barangnya itu. Ketika dia sedang
berjalan menuju ke suatu kota, ada suatu batu kecil di pinggir jalan yang
menarik hatinya. Batu itu tidak bagus, kasar, dan tidak mungkin untuk dijual.
Namun pedagang itu memungutnya dan menyimpannya dalam sebuah kantong, dan kemudian
pedagang itu meneruskan perjalanannya. Setelah lama berjalan, lelahlah pedagang
itu, kemudian dia beristirahat sejenak.
Selama dia
beristirahat, dia membuka kembali bungkusan yang berisi batu itu.
Diperhatikannya batu itu dengan seksama, kemudian batu itu digosoknya dengan
hati-hati batu itu. Karena kesabaran pedagang itu, batu yang semula buruk itu,
sekarang terlihat indah dan mengkilap. Puaslah hati pedagang itu, kemudian dia
meneruskan perjalanannya.
Selama dia
berjalan lagi, tiba-tiba dia melihat ada yang berkilau-kilauan di pinggir
jalan. Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah sebuah mutiara yang indah.
Alangkah senangnya hati pedagang tersebut, mutiara itu diambil dan disimpannya
tetapi dalam kantong yang berbeda dengan kantong tempat batu tadi. Kemudian dia
meneruskan perjalanannya kembali.
Adapun si batu
kecil itu merasa bahwa pedagang itu begitu memperhatikan dirinya, dan dia
merasa begitu bahagia. Namun pada suatu saat mengeluhlah batu kecil itu kepada
dirinya sendiri. “Tuan begitu baik padaku, setiap hari aku digosoknya walaupun
aku ini hanya sebuah batu yang jelek, namun aku merasa kesepian. Aku tidak
mempunyai teman seorangpun, seandainya saja Tuan memberikan kepadaku seorang
teman”.
Rupanya keluhan
batu kecil yang malang ini didengar oleh pedagang itu. Dia merasa kasihan dan
kemudian dia berkata kepada batu kecil itu “Wahai batu kecil, aku mendengar
keluh kesahmu, baiklah aku akan memberikan kepadamu sesuai dengan yang engkau
minta”. Setelah itu kemudian pedagang tersebut memindahkan mutiara indah yang
ditemukannya di pinggir jalan itu ke dalam kantong tempat batu kecil itu
berada.
Dapat
dibayangkan betapa senangnya hati batu kecil itu mendapat teman mutiara yang
indah itu. Sungguh betapa tidak disangkanya, bahwa pedagang itu akan memberikan
miliknya yang terbaik kepadanya. Waktu terus berjalan dan si batu dan mutiara
pun berteman dengan akrab. Setiap kali pedagang itu beristirahat, dia selalu
menggosok kembali batu dan mutiara itu.
Namun pada
suatu ketika, setelah selesai menggosok keduanya, tiba-tiba saja pedagang itu
memisahkan batu kecil dan mutiara itu. Mutiara itu ditempatkannya kembali di
dalam kantongnya semula, dan batu kecil itu tetap di dalam kantongnya sendiri.
Maka sedihlah hati batu kecil itu. Tiap-tiap hari dia menangis, dan memohon
kepada pedagang itu agar mengembalikan mutiara itu bersama dengan dia. Namun
seolah-olah pedagang itu tidak mendengarkan dia.
Maka putus
asalah batu kecil itu, dan di tengah-tengah keputusasaannya itu, berteriaklah
dia kepada pedagang itu “Oh tuanku, mengapa engkau berbuat demikian ? Mengapa
engkau mengecewakan aku ?”
Rupanya keluh
kesah ini didengar oleh pedagang batu tersebut. Kemudian dia berkata kepada
batu kecil itu “Wahai batu kecil, kamu telah kupungut dari pinggir jalan.
Engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Mengapa engkau mengeluh?
Mengapa engkau berkeluh kesah? Mengapa hatimu berduka saat aku mengambil
mutiara itu daripadamu? Bukankah mutiara itu miliku, dan aku bebas mengambilnya
setiap saat menurut kehendakku? Engkau telah kupungut dari jalan, engkau yang
semula buruk kini telah menjadi indah.
Ketahuilah
bahwa bagiku, engkau sama berharganya seperti mutiara itu, engkau telah
kupungut dan engkau kini telah menjadi milikku juga. Biarlah aku bebas
menggunakanmu sekehendak hatiku. Aku tidak akan pernah membuangmu kembali”.
Yang dimaksud dengan batu kecil itu adalah kita-kita semua, sedangkan pedagang itu adalah Tuhan sendiri. Kita semua ini buruk dan
hina di hadapanNya, namun karena kasihnya itu Dia memoles kita, sehingga kita
dijadikannya indah di hadapanNya. Sedangkan
yang dimaksud dengan mutiara itu adalah berkat Tuhan bagi kita semua. Siapa
yang tidak senang menerima berkat? Berkat itu dapat berupa apa saja dalam
kehidupan kita sehari-hari, mungkin berupa kegembiraan, kesehatan, orangtua,
saudara dan sahabat, dan banyak lagi.
Apakah kita
pernah bersyukur, setiap kali kita mendapat berkat itu? Dan apakah kita tetap
bersyukur, jika seandainya Tuhan mengambil semuanya itu dari kita? Bukankah
semua itu milikNya dan Ia bebas mengambilnya kembali kapanpun Ia mau?
Bersyukurlah selalu kepadaNya, karena Dia tidak akan pernah mengecewakan kita
semua.
Amin
2 comments:
Ajar aq Tuhan untuk selalu bersyukur.. Haleluya
Ajar aq Tuhan untuk selalu bersyukur.. Haleluya
Post a Comment