Kadangkala, orang-percaya mungkin saja tidak puas dengan tindakan atau kebijakan dari para pemimpin Gereja. Sebuah peristiwa yang terjadi di awal sejarah Gereja menggambarkan hal ini (Kis 6:1-7). Sekelompok orang di Gereja Yerusalem mengeluh kepada para rasul bahwa beberapa orang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Kondisi tersebut kemudian diperbaiki sehingga Gereja pun dapat bertumbuh (Kis 6:7). Gereja mula-mula menggunakan konflik sebagai kesempatan untuk meningkatkan pelayanan. Namun, ketika Gereja tidak memiliki proses yang jelas untuk menangani masalah, manusia cenderung menggunakan cara mereka sendiri.
Mereka mungkin akan mulai meminta pendapat dari gereja lain, mulai bergosip, atau bahkan membentuk kelompok "orang-orang yang menaruh perhatian." Kepemimpinan yang baik dapat membantu menghindari masalah ini dengan tidak mementingkan diri sendiri, termasuk menjadi gembala yang penuh kasih. Pemimpin (Pendeta,Penatua,Diaken) harus menjadi hamba dan teladan, bukannya menjadi seorang penguasa (1 Pet 5:1-3).
Anggota gereja yang dikecewakan pun harus tetap menghormati pemimpinnya (Ibrani 13:7, 17), tidak lekas menuduh mereka (1 Tim 5:19), dan menyatakan kebenaran kepada mereka dengan penuh kasih, bukannya membicarakan mereka dengan orang lain (Ef 4:15). Pada saat seorang pemimpin tampaknya tidak menanggapi sebuah masalah, orang tersebut harus mengikuti pola yang telah ditetapkan dalam Matius 18:15-17, untuk memastikan tidak muncul kesalahpahaman sehinggga mereka masing-masing bisa memahami posisinya.
Alkitab mengingatkan bahwa orang-orang di dalam Gereja mungkin akan mengalami konflik antara satu sama lain. Beberapa konflik timbul karena kesombongan dan keegoisan (Yak 4:1-10). Beberapa konflik timbul karena pelanggaran-pelanggaran yang belum diampuni (Mat 18:15-35). Allah telah mengatakan kepada kita untuk mengusahakan damai sejahtera (Rm 12:18; Kol 3:12-15). Ini merupakan tanggung jawab setiap orang-percaya untuk berusaha menyelesaikan konflik.
Apakah kita bisa secara bersama sama menyelesaikan konflik dengan cara yang ditunjukkan dalam Alkitab ?
1. Menumbuhkan sikap hati yang benar- yaitu lemah lembut (Gal 6:1); rendah hati (Yak 4:10); pemaaf (Ef 4:31,32); dan penyabar (Yak 1:19,20).
2. Intropeksi peranan kita di dalam konflik - Matius 7:1-5 (penting sekali untuk punya sikap terlebih dahulu mengeluarkan balok dari mata sendiri sebelum membantu mengeluarkan selumbar dari mata orang lain).
3. Mendatangi pribadi yang bersangkutan (bukan mendatangi orang lain) untuk menyatakan kepedulian kita - Matius 18:15. Hal ini harus dilakukan dengan kasih (Efe 4:15), bukan sekedar menyampaikan keluhan atau mencurahkan emosi. Merasa tertuduh cenderung mendorong seseorang menjadi defensif. Oleh karena itu, mari bicarakan masalahnya dan jangan menyerang pribadinya. Hal ini tentu dapat memberikan kesempatan yang lebih baik kepada orang tersebut untuk menjelaskan situasi atau meminta pengampunan atas pelanggarannya.
4.Jika langkah awal untuk penyelesaian konflik ini tidak mencapai hasil yang dibutuhkan, kita lanjutkanlah dengan meminta orang lain yang mungkin dapat membantu proses mediasi (Mat 18:16). Ingat, tujuan kita bukan untuk memenangkan argumen; melainkan supaya sesama orang-percaya bisa berdamai.
Kiranya Damai Tuhan Yesus selalu meyertai kita senantiasa, dan kita perlu tetap memelihara kasih Nya sehingga hal-hal tersebut diatas (permusuhan) dijauhkannya dari kita.
Mereka mungkin akan mulai meminta pendapat dari gereja lain, mulai bergosip, atau bahkan membentuk kelompok "orang-orang yang menaruh perhatian." Kepemimpinan yang baik dapat membantu menghindari masalah ini dengan tidak mementingkan diri sendiri, termasuk menjadi gembala yang penuh kasih. Pemimpin (Pendeta,Penatua,Diaken) harus menjadi hamba dan teladan, bukannya menjadi seorang penguasa (1 Pet 5:1-3).
Anggota gereja yang dikecewakan pun harus tetap menghormati pemimpinnya (Ibrani 13:7, 17), tidak lekas menuduh mereka (1 Tim 5:19), dan menyatakan kebenaran kepada mereka dengan penuh kasih, bukannya membicarakan mereka dengan orang lain (Ef 4:15). Pada saat seorang pemimpin tampaknya tidak menanggapi sebuah masalah, orang tersebut harus mengikuti pola yang telah ditetapkan dalam Matius 18:15-17, untuk memastikan tidak muncul kesalahpahaman sehinggga mereka masing-masing bisa memahami posisinya.
Alkitab mengingatkan bahwa orang-orang di dalam Gereja mungkin akan mengalami konflik antara satu sama lain. Beberapa konflik timbul karena kesombongan dan keegoisan (Yak 4:1-10). Beberapa konflik timbul karena pelanggaran-pelanggaran yang belum diampuni (Mat 18:15-35). Allah telah mengatakan kepada kita untuk mengusahakan damai sejahtera (Rm 12:18; Kol 3:12-15). Ini merupakan tanggung jawab setiap orang-percaya untuk berusaha menyelesaikan konflik.
Apakah kita bisa secara bersama sama menyelesaikan konflik dengan cara yang ditunjukkan dalam Alkitab ?
1. Menumbuhkan sikap hati yang benar- yaitu lemah lembut (Gal 6:1); rendah hati (Yak 4:10); pemaaf (Ef 4:31,32); dan penyabar (Yak 1:19,20).
2. Intropeksi peranan kita di dalam konflik - Matius 7:1-5 (penting sekali untuk punya sikap terlebih dahulu mengeluarkan balok dari mata sendiri sebelum membantu mengeluarkan selumbar dari mata orang lain).
3. Mendatangi pribadi yang bersangkutan (bukan mendatangi orang lain) untuk menyatakan kepedulian kita - Matius 18:15. Hal ini harus dilakukan dengan kasih (Efe 4:15), bukan sekedar menyampaikan keluhan atau mencurahkan emosi. Merasa tertuduh cenderung mendorong seseorang menjadi defensif. Oleh karena itu, mari bicarakan masalahnya dan jangan menyerang pribadinya. Hal ini tentu dapat memberikan kesempatan yang lebih baik kepada orang tersebut untuk menjelaskan situasi atau meminta pengampunan atas pelanggarannya.
4.Jika langkah awal untuk penyelesaian konflik ini tidak mencapai hasil yang dibutuhkan, kita lanjutkanlah dengan meminta orang lain yang mungkin dapat membantu proses mediasi (Mat 18:16). Ingat, tujuan kita bukan untuk memenangkan argumen; melainkan supaya sesama orang-percaya bisa berdamai.
Kiranya Damai Tuhan Yesus selalu meyertai kita senantiasa, dan kita perlu tetap memelihara kasih Nya sehingga hal-hal tersebut diatas (permusuhan) dijauhkannya dari kita.