Friday, 7 February 2014

Gembala dan Komitmennya




Eka Darmaputra, menyebutkan beberapa hal yang seharusnya ada dalam kepemimpinan Kristiani  melalui dua tokoh Alkitab, yaitu Yusuf dan Yohanes, yang memiliki karakter:
1.      Menempatkan Tuhan sebagai central.
2.      Kearifan memanfaatkan situasi.
3.      Karakter yang baik.
4.      Ketrampilan.
5.      Melihat dirinya sebagai manusia biasa.
6.      Kuat dan tidak mudah patah semangat.
7.      Sederhana dan rendah hati
8.      Keberaniannya untuk menyatakan kebenaran.
Kesungguhan untuk mengupayakan karakter itu adalah bentuk dari tanggung jawab dan penghargaan kita terhadap Allah yang telah memberikan mandat kepemimpinan kepada kita.  Di situlah sesorang pemimpin menunjukkan kwalifikasinya sebagai seorang gembala tetapi sekaligus juga pelayan yang bercirikan keteladanan dan pengorbanan.
Dalam kepemimpinan kristiani (baca gereja) adalah kepemimpinan kolektif, tidak pernah berpusat pada satu orang. Memang ada orang-orang yang secara khusus di percaya untuk mendedikasikan diri lebih dari pada anggota jemaat biasa (dalam diri Pendeta, Penatua dan Diaken), tetapi yang pasti semua orang di panggil dalam panggilan yang sama. Hendrik Kraemer, menjelaskan tentang istilah awam dalam bahasa aslinya 'laikos' adalah bagian dari  umat pilihan atau dalam bahasa aslinya 'laos'. Dengan meminjam penjelasan Kraemer maka sesungguhnya setiap anggota jemaat menerima bagian yang sama dalam Kerajaan Allah, karena semua orang di panggil sebagai 'laos' - umat Allah. Oleh karena itu  setiap orang Kristen yang sejati mempunyai tugas dan panggilan untuk melayani.

Gembala yang memiliki komitmen

Bennett J.Simms, pendiri dan sekaligus pimpinan dari The Institute for Sevant Leadership di North Carolina USA, mengatakan bahwa seorang gembala adalah seorang pelayan yg sekaligus menjadi pemimpin (a servant leader). Dia mengemukakan rumusan 7C untuk menjabarkan komitmen yg perlu diperhatikan oleh seorang gembala untuk melaksanakan kepemimpinan berpola pelayan (servanthood leadership) yaitu:

  1. Calling (Panggilan), seorang gembala harus sadar ia adalah orang yg mendapat panggilan untuk menjadi gembala. Tapi jangan lupa bahwa panggilan itu datang dari Gembala Agung (Kristus) yang menjadi Pemilik dari domba-domba gembalaan itu.
  2. Communication (komunikasi), seorang gembala harus berkomunikasi secara konstan dengan domba gembalaannya.
  3. Compassion (belas kasihan). Simms mengartikan belas kasihan secara unik yaitu menolak memakai kuasa untuk menghardik/membentak domba yg tidak menurut kepada gembala.
  4. Command (memerintah). Di dalam ‘memerintah’ terkandung sebuah tanggung jawab untuk melakukan pilihan dan pertumbuhan, dan tidak sekedar menyuruh kemudian menyalahkan lalu menghukum bila perintah tidak dilaksanakan.
  5. Compromise, maksudnya adalah menyatakan kematangan seorang gembala sebagai pemimpin yg melayani. Simms menekankan unsur bekerja sama (collaboration) dan bukan sekadar bersaingan satu sama lain (competition).
  6. Cruciformity, sikap siap untuk menderita dan memikul salib sebagaimana yg telah Kristus kerjakan di kayu salib.
  7. Courage (berani), seorang gembala harus berani berkorban, menghadapi bahaya, demi melindungi domba dari terkaman musuh.

Ada contoh keteladanan penerapan komitmen seorang gembala sebagai pemimpin-pelayan sesuai teladan Kristus (“Alter Christus”) ; Robert K. Greenleaf, adalah salah seorang eksekutif terkenal yg bekerja di perusahaan raksasa AT &T selama 35 tahun. Setelah pensiun ia menulis buku “The Servant as Leader” yang merupakan kisah pengalamannya bekerja dan ternyata ia meneladani apa yg Tuhan Yesus katakan “Siapa yg hendak menjadi besar... hendaklah ia menjadi pelayan… karena Anak Manusia datang untuk melayani, dan bukan untuk dilayani.” (Markus 10:42-45). Buku ini menjadi berkat bagi banyak orang khususnya hamba Tuhan yg melayani sebagai gembala. Ia juga mengatakan bahwa apa yg Yesus katakan adalah paradox, tetapi merupakan satu kebenaran. Kebenaran bukan saja karena Yesus yg mengatakan, tetapi juga karena, paradox itu benar maka Yesus mengatakannya. (The paradox is true not just because Jesus said it. Jesus said it because it is true.)

Maka komitmen seorang gembala kepada jemaat  adalah melayani sebagai ‘pemimpin yang melayani’. Wujud nyata komitmennya adalah sbb:

  • Ia memberi ‘susu’ bagi domba dan bukan sebaliknya, memerah susu domba-dombanya.
  • Ia menjamah dombanya dengan penuh kasih, bukan menjarah dombanya hingga habis.
  • Ia peduli terhadap pergumulan dombanya dan bukan justru minta domba-dombanya memperdulikan pergumulannya
  • Ia mengembangkan potensi dombanya, bukan mengembangkan ambisi pribadinya.
  • Ia berkolaborasi dengan domba-dombanya (memadu domba) untuk menuntaskan visi/misi, bukan membuat dombanya saling berkompetisi (mengadu domba)
  • Ia mengasihi dan berbelas kasihan, bukan membenci dan menghakimi dombanya
  • Ia committed melayani dombanya dan bukan hanya menuntut domba untuk committed kepadanya.
  • Ia berkorban bagi dombanya, bukan mengorbankan dombanya pada saat bahaya.
  • Ia menghadapi dan menyelesaikan masalah bersama dombanya, bukan lari pergi meninggalkan domba-dombanya ketika ada masalah.

Kalau tidak demikian, ia bukanlah seorang gembala melainkan seorang upahan saja yang memang tidak memiliki komitmen sebagaimana tuntutan bagi seorang gembala. Atau mungkin juga ia sebetulnya serigala berbulu domba yg dikenakannya sebagai jubah gembala dan dengan demikian ia leluasa memangsa domba. Mari kita berdoa agar kiranya kita dijauhkan dari sikap tercela seperti itu serta memohon kekuatan dari Tuhan Sang Gembala yang Agung .


Tuhan Yesus memberkati, dan selamat melayani.

Share this:

0 comments:

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan