Komunisme tidak memercayai eksistensi surga dan kekekalan. Walau
demikian, pemerintahan komunis di Rusia menjanjikan kemunculan
generasi baru manusia yang berwatak luhur. Dengan mengabaikan
kekekalan sebagai daya dorong, mungkinkah mereka mencapainya?
Keruntuhan komunisme sekian dekade kemudian menyingkapkan
borok-boroknya. Alih-alih bangkitnya "Manusia Sosialis Baru",
rata-rata warga Soviet lebih suka menghabiskan uang untuk
mabuk-mabukan daripada membantu anak-anak yang membutuhkan.
Josef Tson, pendeta Rumania, menggarisbawahi hal ini: "Mereka tidak
punya motivasi untuk berbuat baik. Mereka melihat bahwa dalam dunia
yang sepenuhnya material, hanya ia yang bergegas-gegas dan menyambar
bagi dirinya sendiri, yang bisa memiliki sesuatu. Buat apa mereka
menyangkal diri dan jujur? Apa motivasi yang bisa ditawarkan pada
mereka untuk menjalani hidup yang berguna bagi orang lain?"
Kegawalan komunisme menyodorkan pelajaran tentang pentingnya
perspektif kekekalan dalam menjalani pertobatan. Metanoia, bahasa
Yunani untuk pertobatan, mengacu pada pembaruan pikiran yang
berujung pada perubahan tindakan menuju kebajikan. Tanpa kesadaran
akan kekekalan, pertobatan menjadi seperti perjalanan tanpa motivasi
dan tanpa tujuan. Orang bisa gampang patah arang di tengah jalan.
Sudut pandang mengenai kekekalan menggugah pertobatan kita. Kalau
kita memercayai kekekalan, apakah hidup kita menunjukkan pertobatan
dan perubahan yang sepadan? Sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia
dan ia tidak dapat terus-menerus berbuat dosa (ayat 9) --ARS
APA YANG KITA LAKUKAN DI DUNIA INI BERGEMA DI KEKEKALAN
1 Yohanes 3:1-10
0 comments:
Post a Comment