"Berani karena benar" tentu bukan slogan yang asing. Namun di zaman
yang sinis ini, kita melihat bahwa orang lebih banyak "Berani
karena salah". Kepentingan diri lebih patut diutamakan, bagaimana
pun cara mencapainya. Bahkan bagi sebagian orang, untung karena
berbuat salah lebih sedap ketimbang keuntungan yang diraih secara
lurus dan benar.
Para pemimpin agama (Mrk. 11:27) tak bisa menyangkal bahwa Yohanes
Pembaptis dan juga Yesus datang "dari sorga" (Mrk. 11:31).
Perumpamaan yang disampaikan Yesus di perikop ini pun benar,
karena memang merangkumkan karya Allah di dalam Israel dan
interaksi-Nya dengan para pemimpin umat yang tidak setia
kepada-Nya serta tidak jujur di hadapan umat yang mestinya mereka
layani. Tak hanya itu, perumpamaan ini pun secara pedas menjawab
pertanyaan mereka di Mrk. 11:28: Yesus datang dari Allah sendiri.
Mereka mestinya tersindir dan meminta ampun kepada Allah. Namun
mereka justru tersinggung, dan mulai "berusaha untuk menangkap
Yesus" (12:12).
Perumpamaan ini menggarisbawahi kesabaran sekaligus ketegasan Allah
menghukum dosa serta kekurangajaran para pemimpin Israel yang
melanggar kepercayaan dan bahkan membunuh si "ahli waris."
Peningkatan permusuhan para pemimpin agama justru menegaskan
nubuat Yesus tentang masa sengsara-Nya (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33)
dan tentang kemuliaan ajaib yang mengikuti masa sengsara itu:
kebangkitan-Nya, yang tadinya dibuang, tetapi kemudian menempati
tempat terhormat sebagai Sang Batu Penjuru.
"Keberanian" para pemimpin Yahudi merupakan pelajaran yang bagaikan
pedang bermata dua. Di satu sisi, kita mesti meniru teladan Yesus
yang berani mengkritik dan memvonis "keberanian" para pemimpin
Yahudi di dalam melawan Allah. Di saat para pemimpin yang jahat
makin "berani" menolak Allah, kita pun mestinya makin berani
menyatakan kebenaran dan keadilan Allah. Di sisi lain, kita sekali
lagi memperoleh janji Allah bahwa dosa yang dilakukan para
pemimpin niscaya akan dijatuhi hukuman setimpal.
yang sinis ini, kita melihat bahwa orang lebih banyak "Berani
karena salah". Kepentingan diri lebih patut diutamakan, bagaimana
pun cara mencapainya. Bahkan bagi sebagian orang, untung karena
berbuat salah lebih sedap ketimbang keuntungan yang diraih secara
lurus dan benar.
Para pemimpin agama (Mrk. 11:27) tak bisa menyangkal bahwa Yohanes
Pembaptis dan juga Yesus datang "dari sorga" (Mrk. 11:31).
Perumpamaan yang disampaikan Yesus di perikop ini pun benar,
karena memang merangkumkan karya Allah di dalam Israel dan
interaksi-Nya dengan para pemimpin umat yang tidak setia
kepada-Nya serta tidak jujur di hadapan umat yang mestinya mereka
layani. Tak hanya itu, perumpamaan ini pun secara pedas menjawab
pertanyaan mereka di Mrk. 11:28: Yesus datang dari Allah sendiri.
Mereka mestinya tersindir dan meminta ampun kepada Allah. Namun
mereka justru tersinggung, dan mulai "berusaha untuk menangkap
Yesus" (12:12).
Perumpamaan ini menggarisbawahi kesabaran sekaligus ketegasan Allah
menghukum dosa serta kekurangajaran para pemimpin Israel yang
melanggar kepercayaan dan bahkan membunuh si "ahli waris."
Peningkatan permusuhan para pemimpin agama justru menegaskan
nubuat Yesus tentang masa sengsara-Nya (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33)
dan tentang kemuliaan ajaib yang mengikuti masa sengsara itu:
kebangkitan-Nya, yang tadinya dibuang, tetapi kemudian menempati
tempat terhormat sebagai Sang Batu Penjuru.
"Keberanian" para pemimpin Yahudi merupakan pelajaran yang bagaikan
pedang bermata dua. Di satu sisi, kita mesti meniru teladan Yesus
yang berani mengkritik dan memvonis "keberanian" para pemimpin
Yahudi di dalam melawan Allah. Di saat para pemimpin yang jahat
makin "berani" menolak Allah, kita pun mestinya makin berani
menyatakan kebenaran dan keadilan Allah. Di sisi lain, kita sekali
lagi memperoleh janji Allah bahwa dosa yang dilakukan para
pemimpin niscaya akan dijatuhi hukuman setimpal.
0 comments:
Post a Comment