Ruth, wanita berusia 38 tahun, meniti langkahnya menyusuri trotoar di
sepanjang jalan di kota Jakarta. Setiap tempat ia datangi dengan penuh harap
dan cemas, untuk mencari putra sulungnya yang pergi entah ke mana.
Daniel, bocah berusia 7 tahun itu, telah meninggalkannya selama 2 tahun
lebih. Siang itu saat Ruth kehilangan anaknya, ketika ia tengah
sibuk-sibuknya melayani para pelanggannya. Usaha "togel" yang digelutinya di
daerah Cikarang, terpaksa ia lakukan untuk mencukupi kebutuhannya dan ketiga
anaknya. Suami yang menjadi tumpuan harapan bagi dia dan keluarganya, telah
terpikat oleh wanita lain dan tega meninggalkan istri dan anak-anaknya.
Sementara itu, Daniel yang telah pergi meninggalkan ibu dan semua
keluarganya, ketika peristiwa ini terjadi sedang asyik berada di Monas
dengan teman-teman sebayanya. Dengan menaiki kereta api di Stasiun Kereta
Api Cikarang, ia bisa tiba di Jakarta -- meninggalkan tempat asalnya dan
turun di Stasiun Jatinegara, kemudian naik kereta api lain menuju Stasiun
Gambir. Di Stasiun Gambir dan di Monas, ia bertemu teman-teman baru, yang
mengajaknya untuk mabuk dan mengisap lem aibon. Walaupun rasanya pusing,
namun Daniel tetap mengikuti ajakan teman-teman barunya tanpa merasa
terpaksa. Bersama dengan anak-anak jalanan lainnya, ia juga harus berusaha
mendapatkan makanan untuk tetap hidup. Berbekal "kecrekan" buatannya yang
hanya terdiri dari empat keping tutup botol yang dipipihkan, ia mencari
kepingan logam penyambung hidupnya di jalan.
Jika ia lapar, tak jarang ia meminta-minta uang pada orang di Stasiun Gambir
dengan tidak segan-segan. Saat malam tiba, Daniel dan teman-temannya mandi
di kolam pancuran kompleks Monas. Setelah lelah, ia akan tidur di mana pun
kepalanya bisa bersandar.
Sementara itu, Ruth terus berjuang untuk menemukan kembali anaknya yang
sangat dia sayangi itu. Hari esok yang sepertinya tidak pasti dan keadaan
ekonomi yang sulit, pernah membuatnya patah semangat dan tawar hati. Timbul
ketidakpercayaan kepada Tuhan. "Mungkinkah Tuhan akan menolongku menghadapi
semua ini?" Demikian kata hatinya saat ia mulai ragu, frustrasi, dan
depresi. Ia mulai jarang pergi beribadah kepada Tuhan dalam persekutuan di
gereja, bahkan ia mulai merokok.
Namun, tidak terlalu lama ia mulai menyadari kesalahannya. Ia dapat melihat
betapa Tuhan tetap setia dalam hidupnya. Kebaikan Tuhan tetap ia rasakan dan
membuatnya kembali berbalik kepada Tuhan. Di tengah kemiskinan dan
kekurangannya, ia mendapatkan jalan untuk bisa bekerja di sebuah perusahaan.
Sebenarnya, perusahaan itu hanya bagi mereka yang telah lahir baru, namun
oleh anugerah Tuhan, Ruth tetap diterima oleh Bapak Lucky, pemilik
perusahaan itu.
Perhatian dari rekan-rekan kerja serta pemimpin perusahaannya, membuatnya
terharu dan semakin merasakan bahwa Tuhan tetap setia memelihara hidupnya.
Persekutuan doa di perusahaan itu juga memberinya pengenalan yang lebih lagi
akan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara, serta jawaban bagi segala
persoalan hidupnya. Imannya tumbuh semakin kuat dan pengharapan untuk dapat
menemukan kembali Daniel semakin ia rasakan.
Ruth begitu senang berada di tengah-tengah rekan sekerjanya. Ia juga senang
dengan suasana kerja di perusahaan itu, karena rasa kekeluargaan dan
solidaritasnya sangat kental. "Tuhan, Aku sangat bersyukur kepada-Mu, karena
aku mendapatkan teman-teman yang sangat memerhatikanku dan mereka lebih dari
pada saudara-saudaraku sendiri. Bahkan Pak Lucky, pimpinanku sendiri
membantu mencari Daniel ke Monas dan Stasiun Gambir atas keinginannya
sendiri."
Saat perusahaan itu mengadakan retret, mereka membuat suatu permainan. Namun
hati Ruth gelisah. Ia tidak dapat berhenti memikirkan anaknya. Ia segera
pergi ke kamarnya dan berdoa. Ketika tiba di rumah dan kembali mengerjakan
aktivitasnya pun ia masih terus berseru kepada Tuhan. Di tengah kerinduan
dan kecemasannya itu, Ruth berteriak dalam doa. Secara ajaib, Tuhan
berbicara dalam hati Ruth, "Sekarang berangkatlah engkau mencari Daniel ke
tempat yang akan Aku tunjukkan kepadamu nanti!" Mendengar suara Tuhan itu,
Ruth langsung berangkat pergi. Ia segera menaiki bus kota jurusan Mangga
Dua, sambil terus mencari-cari. Ia turun di Monas. Ia mencari-cari anaknya
di sana. Di kompleks Monas itu banyak anak gelandangan, yang membuat hatinya
sedih dan hancur. Semua anak gelandangan ditanya satu-persatu, siapa tahu di
antara mereka ada yang tahu keberadaan anaknya.
Sambil beristirahat sejenak, Ruth coba melegakan tenggorokannya yang mulai
panas dan kering di tengah panasnya Jakarta, dengan meminum air mineral dari
botol minuman yang ia beli di pinggir jalan. Hatinya berkata, "Tuhan, aku ke
sini bukan karena kekuatan dan kemauan saya, tetapi Engkau yang menyuruh
saya ke sini untuk mencari anak saya, Daniel. Tuhan, Engkau yang menyuruh,
bukan saya. Sekarang saya hanya melakukan apa yang Engkau katakan."
Tidak lama kemudian, sekitar 500 meter dari Monas, Ruth bertanya pada
seorang anak kecil, "Nak, kamu kenal sama Daniel? Apa kamu melihat Daniel?"
Anak itu menjawab, "Oh ya, saya tahu. Daniel ada di sana. Dia lagi tidur."
Bagaikan mendapatkan secercah cahaya di tengah kegelapan, hati Ruth begitu
meluap-luap. Harapannya begitu kuat untuk menemukan Daniel. Bergegas, Ruth
menuju tempat yang ditunjukkan anak itu. Setelah sampai, Ruth melihat Daniel
masih tidur dengan begitu nyenyak, namun hanya beralaskan selembar kertas
koran.
Dengan hati-hati Ruth mendekati dan berusaha membangunkan Daniel. Suaranya
lembut membangunkan anak itu, "Daniel, bangun Nak! Mama sangat sayang sama
kamu! Mama mengasihi kamu!" Kemudian Daniel berkata, "Sana... sana... Oh,
tidak Kak, tidak Kak. Aku tidak mau ikut Kakak. Aku tinggal di sini saja."
Mendengar kata-kata itu, hati Ruth sangat sedih dan tidak kuat
menghadapinya.
Sekali lagi, Ruth kembali mengandalkan Tuhan. Ia berteriak minta tolong
kepada Tuhan Yesus agar memulihkan ingatan Daniel. Dengan otoritas kuasa
Tuhan ia berdoa, hanya beberapa detik setelah doa selesai diucapkan, Daniel
mulai sadar dan ingatannya pulih kembali. Ruth memeluknya erat-erat, sembari
mendengar ucapan dari bibir anaknya, "Aku mau ikut sama Mama." Melihat
anaknya yang sudah begitu dekil, Ruth kemudian segera memandikan Daniel di
kolam pancuran kompleks Monas.
Dengan hati yang begitu bergembira, Ruth pun membawa Daniel pulang ke tempat
kediaman mereka kembali. Ia sungguh merasakan bahwa pertemuannya dengan
Daniel, semata-mata oleh kemurahan Tuhan. Sejak bertemu Daniel, Ruth senang
sekali. Ia bersukacita karena Tuhan Yesus telah menemukan anaknya. Hatinya
meluap-luap penuh kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan. Ruth merasakan
sukacita selalu di dalam pimpinan Tuhan. Sungguh kuasa Tuhan nyata dan
menjadikan segalanya indah pada waktu-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
Penulis: Basuki, Lasri Yuliana, dan Cacuk Wibisono
Penerbit: Yayasan Cahaya Bagi Negeri Indonesia, 2001
Halaman: 89 -- 97
POKOK DOA
1. Bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan Ruth dengan anaknya yang
hilang. Itu semua karena campur tangan dan kemurahan Tuhan.
2. Berdoa untuk para orang tua, agar lebih memiliki hati yang tulus sehingga
dapat memerhatikan dan mengasihi anak-anaknya, serta bertanggung jawab atas
hidup dan masa depan anak-anaknya.
3. Berdoa untuk setiap keluarga, agar lebih mendekatkan diri dan senantiasa
mengandalkan Tuhan dalam setiap hidupnya.
"Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia
dekat!"
sepanjang jalan di kota Jakarta. Setiap tempat ia datangi dengan penuh harap
dan cemas, untuk mencari putra sulungnya yang pergi entah ke mana.
Daniel, bocah berusia 7 tahun itu, telah meninggalkannya selama 2 tahun
lebih. Siang itu saat Ruth kehilangan anaknya, ketika ia tengah
sibuk-sibuknya melayani para pelanggannya. Usaha "togel" yang digelutinya di
daerah Cikarang, terpaksa ia lakukan untuk mencukupi kebutuhannya dan ketiga
anaknya. Suami yang menjadi tumpuan harapan bagi dia dan keluarganya, telah
terpikat oleh wanita lain dan tega meninggalkan istri dan anak-anaknya.
Sementara itu, Daniel yang telah pergi meninggalkan ibu dan semua
keluarganya, ketika peristiwa ini terjadi sedang asyik berada di Monas
dengan teman-teman sebayanya. Dengan menaiki kereta api di Stasiun Kereta
Api Cikarang, ia bisa tiba di Jakarta -- meninggalkan tempat asalnya dan
turun di Stasiun Jatinegara, kemudian naik kereta api lain menuju Stasiun
Gambir. Di Stasiun Gambir dan di Monas, ia bertemu teman-teman baru, yang
mengajaknya untuk mabuk dan mengisap lem aibon. Walaupun rasanya pusing,
namun Daniel tetap mengikuti ajakan teman-teman barunya tanpa merasa
terpaksa. Bersama dengan anak-anak jalanan lainnya, ia juga harus berusaha
mendapatkan makanan untuk tetap hidup. Berbekal "kecrekan" buatannya yang
hanya terdiri dari empat keping tutup botol yang dipipihkan, ia mencari
kepingan logam penyambung hidupnya di jalan.
Jika ia lapar, tak jarang ia meminta-minta uang pada orang di Stasiun Gambir
dengan tidak segan-segan. Saat malam tiba, Daniel dan teman-temannya mandi
di kolam pancuran kompleks Monas. Setelah lelah, ia akan tidur di mana pun
kepalanya bisa bersandar.
Sementara itu, Ruth terus berjuang untuk menemukan kembali anaknya yang
sangat dia sayangi itu. Hari esok yang sepertinya tidak pasti dan keadaan
ekonomi yang sulit, pernah membuatnya patah semangat dan tawar hati. Timbul
ketidakpercayaan kepada Tuhan. "Mungkinkah Tuhan akan menolongku menghadapi
semua ini?" Demikian kata hatinya saat ia mulai ragu, frustrasi, dan
depresi. Ia mulai jarang pergi beribadah kepada Tuhan dalam persekutuan di
gereja, bahkan ia mulai merokok.
Namun, tidak terlalu lama ia mulai menyadari kesalahannya. Ia dapat melihat
betapa Tuhan tetap setia dalam hidupnya. Kebaikan Tuhan tetap ia rasakan dan
membuatnya kembali berbalik kepada Tuhan. Di tengah kemiskinan dan
kekurangannya, ia mendapatkan jalan untuk bisa bekerja di sebuah perusahaan.
Sebenarnya, perusahaan itu hanya bagi mereka yang telah lahir baru, namun
oleh anugerah Tuhan, Ruth tetap diterima oleh Bapak Lucky, pemilik
perusahaan itu.
Perhatian dari rekan-rekan kerja serta pemimpin perusahaannya, membuatnya
terharu dan semakin merasakan bahwa Tuhan tetap setia memelihara hidupnya.
Persekutuan doa di perusahaan itu juga memberinya pengenalan yang lebih lagi
akan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara, serta jawaban bagi segala
persoalan hidupnya. Imannya tumbuh semakin kuat dan pengharapan untuk dapat
menemukan kembali Daniel semakin ia rasakan.
Ruth begitu senang berada di tengah-tengah rekan sekerjanya. Ia juga senang
dengan suasana kerja di perusahaan itu, karena rasa kekeluargaan dan
solidaritasnya sangat kental. "Tuhan, Aku sangat bersyukur kepada-Mu, karena
aku mendapatkan teman-teman yang sangat memerhatikanku dan mereka lebih dari
pada saudara-saudaraku sendiri. Bahkan Pak Lucky, pimpinanku sendiri
membantu mencari Daniel ke Monas dan Stasiun Gambir atas keinginannya
sendiri."
Saat perusahaan itu mengadakan retret, mereka membuat suatu permainan. Namun
hati Ruth gelisah. Ia tidak dapat berhenti memikirkan anaknya. Ia segera
pergi ke kamarnya dan berdoa. Ketika tiba di rumah dan kembali mengerjakan
aktivitasnya pun ia masih terus berseru kepada Tuhan. Di tengah kerinduan
dan kecemasannya itu, Ruth berteriak dalam doa. Secara ajaib, Tuhan
berbicara dalam hati Ruth, "Sekarang berangkatlah engkau mencari Daniel ke
tempat yang akan Aku tunjukkan kepadamu nanti!" Mendengar suara Tuhan itu,
Ruth langsung berangkat pergi. Ia segera menaiki bus kota jurusan Mangga
Dua, sambil terus mencari-cari. Ia turun di Monas. Ia mencari-cari anaknya
di sana. Di kompleks Monas itu banyak anak gelandangan, yang membuat hatinya
sedih dan hancur. Semua anak gelandangan ditanya satu-persatu, siapa tahu di
antara mereka ada yang tahu keberadaan anaknya.
Sambil beristirahat sejenak, Ruth coba melegakan tenggorokannya yang mulai
panas dan kering di tengah panasnya Jakarta, dengan meminum air mineral dari
botol minuman yang ia beli di pinggir jalan. Hatinya berkata, "Tuhan, aku ke
sini bukan karena kekuatan dan kemauan saya, tetapi Engkau yang menyuruh
saya ke sini untuk mencari anak saya, Daniel. Tuhan, Engkau yang menyuruh,
bukan saya. Sekarang saya hanya melakukan apa yang Engkau katakan."
Tidak lama kemudian, sekitar 500 meter dari Monas, Ruth bertanya pada
seorang anak kecil, "Nak, kamu kenal sama Daniel? Apa kamu melihat Daniel?"
Anak itu menjawab, "Oh ya, saya tahu. Daniel ada di sana. Dia lagi tidur."
Bagaikan mendapatkan secercah cahaya di tengah kegelapan, hati Ruth begitu
meluap-luap. Harapannya begitu kuat untuk menemukan Daniel. Bergegas, Ruth
menuju tempat yang ditunjukkan anak itu. Setelah sampai, Ruth melihat Daniel
masih tidur dengan begitu nyenyak, namun hanya beralaskan selembar kertas
koran.
Dengan hati-hati Ruth mendekati dan berusaha membangunkan Daniel. Suaranya
lembut membangunkan anak itu, "Daniel, bangun Nak! Mama sangat sayang sama
kamu! Mama mengasihi kamu!" Kemudian Daniel berkata, "Sana... sana... Oh,
tidak Kak, tidak Kak. Aku tidak mau ikut Kakak. Aku tinggal di sini saja."
Mendengar kata-kata itu, hati Ruth sangat sedih dan tidak kuat
menghadapinya.
Sekali lagi, Ruth kembali mengandalkan Tuhan. Ia berteriak minta tolong
kepada Tuhan Yesus agar memulihkan ingatan Daniel. Dengan otoritas kuasa
Tuhan ia berdoa, hanya beberapa detik setelah doa selesai diucapkan, Daniel
mulai sadar dan ingatannya pulih kembali. Ruth memeluknya erat-erat, sembari
mendengar ucapan dari bibir anaknya, "Aku mau ikut sama Mama." Melihat
anaknya yang sudah begitu dekil, Ruth kemudian segera memandikan Daniel di
kolam pancuran kompleks Monas.
Dengan hati yang begitu bergembira, Ruth pun membawa Daniel pulang ke tempat
kediaman mereka kembali. Ia sungguh merasakan bahwa pertemuannya dengan
Daniel, semata-mata oleh kemurahan Tuhan. Sejak bertemu Daniel, Ruth senang
sekali. Ia bersukacita karena Tuhan Yesus telah menemukan anaknya. Hatinya
meluap-luap penuh kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan. Ruth merasakan
sukacita selalu di dalam pimpinan Tuhan. Sungguh kuasa Tuhan nyata dan
menjadikan segalanya indah pada waktu-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
Penulis: Basuki, Lasri Yuliana, dan Cacuk Wibisono
Penerbit: Yayasan Cahaya Bagi Negeri Indonesia, 2001
Halaman: 89 -- 97
POKOK DOA
1. Bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan Ruth dengan anaknya yang
hilang. Itu semua karena campur tangan dan kemurahan Tuhan.
2. Berdoa untuk para orang tua, agar lebih memiliki hati yang tulus sehingga
dapat memerhatikan dan mengasihi anak-anaknya, serta bertanggung jawab atas
hidup dan masa depan anak-anaknya.
3. Berdoa untuk setiap keluarga, agar lebih mendekatkan diri dan senantiasa
mengandalkan Tuhan dalam setiap hidupnya.
"Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia
dekat!"
0 comments:
Post a Comment