Saturday, 31 March 2012

MENGAKHIRI DENGAN BAIK


 Mana yang lebih mudah? Memulai sesuatu atau melanjutkan dan
 menyelesaikan sesuatu yang sudah dimulai? Tergantung tipe orangnya.
 Bagi orang praktis, apalagi kaya ide, memulai sesuatu hanya semudah
 ia berpikir atau berucap. Namun, bagi orang yang banyak berhitung,
 membayangkan dulu proses detailnya, memulai sesuatu adalah tantangan
 besar. Perlu energi besar untuk mengambil langkah pertama. Sementara
 bagi yang mudah memulai, energi lebih besar diperlukan untuk tetap
 bertekun dan tak cepat beralih memulai hal lain lagi.



 Perkataan Pengkhotbah dalam ayat pilihan hari ini menarik. Ia tidak
 cuma menunjukkan suatu perbandingan yang dihayatinya benar: "Akhir
 suatu hal lebih baik daripada awalnya". Ia juga menyertakan
 kualifikasi pendukungnya: "Panjang sabar lebih baik daripada tinggi
 hati". Untuk setia sampai akhir jelas dibutuhkan ke"sabaran yang
 panjang. Dan, kita perlu waspada agar tidak tergoda untuk berhenti
 dari sesuatu yang belum selesai karena tinggi hati. Karena takut
 ketahuan gagal, misalnya; atau bosan; atau tidak siap menjalani
 proses "perendahan" dan pemurnian karakter yang semakin berat dan
 sulit.



 Yesus telah memberi teladan agung saat Dia melapor kepada Bapa: "Aku
 telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan
 pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku" (Yohanes 17:4). "Dalam
 keadaan sebagai manusia, Ia telah merendah"kan diri-Nya dan taat"
 (Filipi 2:8). Apakah kita juga rindu memuliakan Tuhan dalam
 pekerjaan dan pelayanan kita? Mari tunaikan tugas yang dipercayakan
 kepada kita dengan tidak setengah hati dan juga tidak setengah jadi.
 --ODY

  KITA DIPANGGIL TIDAK HANYA UNTUK MEMULAI SUATU PEKERJAAN BAIK,
   TETAPI JUGA UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRINYA DENGAN BAIK.

  Pengkhotbah 7:1-14

Thursday, 22 March 2012

PELAMAR PELAYANAN

Pernahkah Anda melihat atau setidaknya membayangkan kegembiraan
seorang pelamar pekerjaan ketika ia dinyatakan diterima? Ia merasa
sangat beruntung dan akan berterimakasih kepada mereka yang
menetukan nasib baiknya tersebut. Ia pasti merasa berhutang budi
kepada sang pemberi pekerjaan. Dalam pelayanan, pernahkah kita
berpikir siapa bos dan siapa yang menjadi "pelamar pelayanan"?

Mengingat latar belakang hidup Paulus yang kelam, mendapatkan
pengampunan atas segala dosanya saja sudah merupakan anugerah besar.
Akan tetapi lebih dari itu, ia dipercaya menjadi rekan sekerja Allah
untuk pekerjaan besar dan penting. Ia kemudian menjadi Rasul yang
sangat giat dan militan karena ia tidak ingin menyia-nyiakan
kesempatan tersebut. Ia sadar, sebagai bekas seteru Allah, untuk
melamar memohon pelayanan dan minta untuk dipercayai, ia sebenarnya
tidak pantas. Kalau ia memperoleh lebih dari itu, bukankah itu
sungguh karena belas kasihan dan kemurahan dari Allah Sang Pemilik
pelayanan?

Sadarkah kita, seringkali kita bersikap seperti bos dan
memperlakukan Allah seperti "pelamar pekerjaan"? Seringkali kita
merasa "membantu" Allah dan menanam jasa ketika kita memutuskan
untuk melayani. Mungkin kita merasa kalau kita berkata "ya" maka
Allah akan sangat berterima kasih atas keputusan tersebut. Ini
sebuah konsep yang tidak pantas terhadap Allah. Sadarlah, kalau kita
diberi kesempatan melayani dalam bentuk apa pun, itu karena belas
kasihan dan kemurahan Allah. Syukurilah dan manfaat kesempatan
istimewa tersebut dengan bertanggung jawab atas anugerah-Nya.
Hormatilah kepercayaan Allah! --PBS
DIAMPUNI DAN MELAYANI: KEDUANYA ADALAH BELAS KASIHAN DAN KEMURAHAN.
2 Korintus 4:1-5


Wednesday, 21 March 2012

Mengamen di Pinggir Jalan

Ruth, wanita berusia 38 tahun, meniti langkahnya menyusuri trotoar di
sepanjang jalan di kota Jakarta. Setiap tempat ia datangi dengan penuh harap
dan cemas, untuk mencari putra sulungnya yang pergi entah ke mana.
Daniel, bocah berusia 7 tahun itu, telah meninggalkannya selama 2 tahun
lebih. Siang itu saat Ruth kehilangan anaknya, ketika ia tengah
sibuk-sibuknya melayani para pelanggannya. Usaha "togel" yang digelutinya di
daerah Cikarang, terpaksa ia lakukan untuk mencukupi kebutuhannya dan ketiga
anaknya. Suami yang menjadi tumpuan harapan bagi dia dan keluarganya, telah
terpikat oleh wanita lain dan tega meninggalkan istri dan anak-anaknya.
Sementara itu, Daniel yang telah pergi meninggalkan ibu dan semua
keluarganya, ketika peristiwa ini terjadi sedang asyik berada di Monas
dengan teman-teman sebayanya. Dengan menaiki kereta api di Stasiun Kereta
Api Cikarang, ia bisa tiba di Jakarta -- meninggalkan tempat asalnya dan
turun di Stasiun Jatinegara, kemudian naik kereta api lain menuju Stasiun
Gambir. Di Stasiun Gambir dan di Monas, ia bertemu teman-teman baru, yang
mengajaknya untuk mabuk dan mengisap lem aibon. Walaupun rasanya pusing,
namun Daniel tetap mengikuti ajakan teman-teman barunya tanpa merasa
terpaksa. Bersama dengan anak-anak jalanan lainnya, ia juga harus berusaha
mendapatkan makanan untuk tetap hidup. Berbekal "kecrekan" buatannya yang
hanya terdiri dari empat keping tutup botol yang dipipihkan, ia mencari
kepingan logam penyambung hidupnya di jalan.
Jika ia lapar, tak jarang ia meminta-minta uang pada orang di Stasiun Gambir
dengan tidak segan-segan. Saat malam tiba, Daniel dan teman-temannya mandi
di kolam pancuran kompleks Monas. Setelah lelah, ia akan tidur di mana pun
kepalanya bisa bersandar.
Sementara itu, Ruth terus berjuang untuk menemukan kembali anaknya yang
sangat dia sayangi itu. Hari esok yang sepertinya tidak pasti dan keadaan
ekonomi yang sulit, pernah membuatnya patah semangat dan tawar hati. Timbul
ketidakpercayaan kepada Tuhan. "Mungkinkah Tuhan akan menolongku menghadapi
semua ini?" Demikian kata hatinya saat ia mulai ragu, frustrasi, dan
depresi. Ia mulai jarang pergi beribadah kepada Tuhan dalam persekutuan di
gereja, bahkan ia mulai merokok.
Namun, tidak terlalu lama ia mulai menyadari kesalahannya. Ia dapat melihat
betapa Tuhan tetap setia dalam hidupnya. Kebaikan Tuhan tetap ia rasakan dan
membuatnya kembali berbalik kepada Tuhan. Di tengah kemiskinan dan
kekurangannya, ia mendapatkan jalan untuk bisa bekerja di sebuah perusahaan.
Sebenarnya, perusahaan itu hanya bagi mereka yang telah lahir baru, namun
oleh anugerah Tuhan, Ruth tetap diterima oleh Bapak Lucky, pemilik
perusahaan itu.
Perhatian dari rekan-rekan kerja serta pemimpin perusahaannya, membuatnya
terharu dan semakin merasakan bahwa Tuhan tetap setia memelihara hidupnya.
Persekutuan doa di perusahaan itu juga memberinya pengenalan yang lebih lagi
akan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara, serta jawaban bagi segala
persoalan hidupnya. Imannya tumbuh semakin kuat dan pengharapan untuk dapat
menemukan kembali Daniel semakin ia rasakan.
Ruth begitu senang berada di tengah-tengah rekan sekerjanya. Ia juga senang
dengan suasana kerja di perusahaan itu, karena rasa kekeluargaan dan
solidaritasnya sangat kental. "Tuhan, Aku sangat bersyukur kepada-Mu, karena
aku mendapatkan teman-teman yang sangat memerhatikanku dan mereka lebih dari
pada saudara-saudaraku sendiri. Bahkan Pak Lucky, pimpinanku sendiri
membantu mencari Daniel ke Monas dan Stasiun Gambir atas keinginannya
sendiri."
Saat perusahaan itu mengadakan retret, mereka membuat suatu permainan. Namun
hati Ruth gelisah. Ia tidak dapat berhenti memikirkan anaknya. Ia segera
pergi ke kamarnya dan berdoa. Ketika tiba di rumah dan kembali mengerjakan
aktivitasnya pun ia masih terus berseru kepada Tuhan. Di tengah kerinduan
dan kecemasannya itu, Ruth berteriak dalam doa. Secara ajaib, Tuhan
berbicara dalam hati Ruth, "Sekarang berangkatlah engkau mencari Daniel ke
tempat yang akan Aku tunjukkan kepadamu nanti!" Mendengar suara Tuhan itu,
Ruth langsung berangkat pergi. Ia segera menaiki bus kota jurusan Mangga
Dua, sambil terus mencari-cari. Ia turun di Monas. Ia mencari-cari anaknya
di sana. Di kompleks Monas itu banyak anak gelandangan, yang membuat hatinya
sedih dan hancur. Semua anak gelandangan ditanya satu-persatu, siapa tahu di
antara mereka ada yang tahu keberadaan anaknya.
Sambil beristirahat sejenak, Ruth coba melegakan tenggorokannya yang mulai
panas dan kering di tengah panasnya Jakarta, dengan meminum air mineral dari
botol minuman yang ia beli di pinggir jalan. Hatinya berkata, "Tuhan, aku ke
sini bukan karena kekuatan dan kemauan saya, tetapi Engkau yang menyuruh
saya ke sini untuk mencari anak saya, Daniel. Tuhan, Engkau yang menyuruh,
bukan saya. Sekarang saya hanya melakukan apa yang Engkau katakan."
Tidak lama kemudian, sekitar 500 meter dari Monas, Ruth bertanya pada
seorang anak kecil, "Nak, kamu kenal sama Daniel? Apa kamu melihat Daniel?"
Anak itu menjawab, "Oh ya, saya tahu. Daniel ada di sana. Dia lagi tidur."
Bagaikan mendapatkan secercah cahaya di tengah kegelapan, hati Ruth begitu
meluap-luap. Harapannya begitu kuat untuk menemukan Daniel. Bergegas, Ruth
menuju tempat yang ditunjukkan anak itu. Setelah sampai, Ruth melihat Daniel
masih tidur dengan begitu nyenyak, namun hanya beralaskan selembar kertas
koran.
Dengan hati-hati Ruth mendekati dan berusaha membangunkan Daniel. Suaranya
lembut membangunkan anak itu, "Daniel, bangun Nak! Mama sangat sayang sama
kamu! Mama mengasihi kamu!" Kemudian Daniel berkata, "Sana... sana... Oh,
tidak Kak, tidak Kak. Aku tidak mau ikut Kakak. Aku tinggal di sini saja."
Mendengar kata-kata itu, hati Ruth sangat sedih dan tidak kuat
menghadapinya.
Sekali lagi, Ruth kembali mengandalkan Tuhan. Ia berteriak minta tolong
kepada Tuhan Yesus agar memulihkan ingatan Daniel. Dengan otoritas kuasa
Tuhan ia berdoa, hanya beberapa detik setelah doa selesai diucapkan, Daniel
mulai sadar dan ingatannya pulih kembali. Ruth memeluknya erat-erat, sembari
mendengar ucapan dari bibir anaknya, "Aku mau ikut sama Mama." Melihat
anaknya yang sudah begitu dekil, Ruth kemudian segera memandikan Daniel di
kolam pancuran kompleks Monas.
Dengan hati yang begitu bergembira, Ruth pun membawa Daniel pulang ke tempat
kediaman mereka kembali. Ia sungguh merasakan bahwa pertemuannya dengan
Daniel, semata-mata oleh kemurahan Tuhan. Sejak bertemu Daniel, Ruth senang
sekali. Ia bersukacita karena Tuhan Yesus telah menemukan anaknya. Hatinya
meluap-luap penuh kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan. Ruth merasakan
sukacita selalu di dalam pimpinan Tuhan. Sungguh kuasa Tuhan nyata dan
menjadikan segalanya indah pada waktu-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
Penulis: Basuki, Lasri Yuliana, dan Cacuk Wibisono
Penerbit: Yayasan Cahaya Bagi Negeri Indonesia, 2001
Halaman: 89 -- 97

POKOK DOA
1. Bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan Ruth dengan anaknya yang
hilang. Itu semua karena campur tangan dan kemurahan Tuhan.
2. Berdoa untuk para orang tua, agar lebih memiliki hati yang tulus sehingga
dapat memerhatikan dan mengasihi anak-anaknya, serta bertanggung jawab atas
hidup dan masa depan anak-anaknya.
3. Berdoa untuk setiap keluarga, agar lebih mendekatkan diri dan senantiasa
mengandalkan Tuhan dalam setiap hidupnya.
"Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia
dekat!"

















JANGAN BIARKAN BERKUASA

Orang-orang yang sudah pulih dari kecanduan alkohol atau
obat-obatan terlarang biasanya akan memandang hal-hal itu dengan
lebih waspada. Mereka tahu bahayanya. Berani mencoba adalah hal yang
bodoh. Itu sama saja menyerahkan diri untuk dikuasai zat-zat yang
merusak.

Paulus juga memperingatkan orang-orang percaya di Roma untuk tidak
bertindak bodoh, memberi kesempatan pada dosa untuk memegang kendali
hidup mereka. Dosa sudah kalah oleh kematian dan kebangkitan Kristus
(ayat 6-11). Dosa sesungguhnya tidak punya kuasa lagi atas orang
yang percaya pada Kristus, kecuali orang itu menyerahkan diri,
membiarkan anggota-anggota tubuhnya melayani keinginan-keinginan
yang tidak benar (ayat 12-13). Keinginan bisa tampak tidak
berbahaya, bukankah kita selalu menginginkan hal yang baik bagi diri
sendiri? Itulah tipuan dosa. Tampaknya baik dan menyenangkan, tetapi
sebenarnya menyesatkan (bandingkan Efesus 4:17-22).

Mari waspada! Dosa bisa mulai bergerilya dari hal-hal yang tampak
sepele. Dari kebutuhan istirahat yang bisa menjadi kemalasan ketika
dikuasai dosa. Dari kebutuhan makan dan minum yang bisa menjadi
kerakusan atau kecanduan. Dari kebutuhan finansial, seksual,
hiburan, pendidikan, dan banyak lagi. Mari memeriksa diri: apakah
kita sedang menyerahkan anggota-anggota tubuh kita otak, mata,
telinga, lidah, tangan, kaki, suara, organ seksual, dan lain-lain
untuk melayani dosa? Dengan kekuatan sendiri, tidak ada manusia yang
dapat bebas dari kuasa dosa. Namun, tiap orang percaya dapat
memandang apa yang telah Tuhan perbuat melalui Kristus dan berkata
"tidak" saat menghadapi dosa. --ELS
TIDAK! DOSA, ENGKAU BUKANLAH TUAN SAYA!
KRISTUSLAH TUAN SAYA, DAN HIDUP SAYA INI HANYA UNTUK MELAYANI-NYA.
Roma 6:1-14


Friday, 9 March 2012

Markus 12:1-12 - Berani karena salah?

"Berani karena benar" tentu bukan slogan yang asing. Namun di zaman
yang sinis ini, kita melihat bahwa orang lebih banyak "Berani
karena salah". Kepentingan diri lebih patut diutamakan, bagaimana
pun cara mencapainya. Bahkan bagi sebagian orang, untung karena
berbuat salah lebih sedap ketimbang keuntungan yang diraih secara
lurus dan benar.
Para pemimpin agama (Mrk. 11:27) tak bisa menyangkal bahwa Yohanes
Pembaptis dan juga Yesus datang "dari sorga" (Mrk. 11:31).
Perumpamaan yang disampaikan Yesus di perikop ini pun benar,
karena memang merangkumkan karya Allah di dalam Israel dan
interaksi-Nya dengan para pemimpin umat yang tidak setia
kepada-Nya serta tidak jujur di hadapan umat yang mestinya mereka
layani. Tak hanya itu, perumpamaan ini pun secara pedas menjawab
pertanyaan mereka di Mrk. 11:28: Yesus datang dari Allah sendiri.
Mereka mestinya tersindir dan meminta ampun kepada Allah. Namun
mereka justru tersinggung, dan mulai "berusaha untuk menangkap
Yesus" (12:12).
Perumpamaan ini menggarisbawahi kesabaran sekaligus ketegasan Allah
menghukum dosa serta kekurangajaran para pemimpin Israel yang
melanggar kepercayaan dan bahkan membunuh si "ahli waris."
Peningkatan permusuhan para pemimpin agama justru menegaskan
nubuat Yesus tentang masa sengsara-Nya (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33)
dan tentang kemuliaan ajaib yang mengikuti masa sengsara itu:
kebangkitan-Nya, yang tadinya dibuang, tetapi kemudian menempati
tempat terhormat sebagai Sang Batu Penjuru.
"Keberanian" para pemimpin Yahudi merupakan pelajaran yang bagaikan
pedang bermata dua. Di satu sisi, kita mesti meniru teladan Yesus
yang berani mengkritik dan memvonis "keberanian" para pemimpin
Yahudi di dalam melawan Allah. Di saat para pemimpin yang jahat
makin "berani" menolak Allah, kita pun mestinya makin berani
menyatakan kebenaran dan keadilan Allah. Di sisi lain, kita sekali
lagi memperoleh janji Allah bahwa dosa yang dilakukan para
pemimpin niscaya akan dijatuhi hukuman setimpal.

PENGENALAN YANG MENGHANGATKAN

Seorang perempuan Samaria yang kemungkinan besar adalah pelacur
terlibat percakapan dengan Tuhan Yesus. Uniknya ia menunjukkan
ketertarikan akan perkara-perkara rohani dengan menanyakan tentang
tempat penyembahan yang benar (ayat 20). Entah hanya karena iseng
atau hal tersebut sudah lama ada di benaknya, percakapan tersebut
membawanya kepada pengetahuan yang benar akan Allah.

Yesus tidak menyebutkan tempat tertentu. Dia lebih tertarik mengajar
tentang penyembahan yang benar, yaitu penyembahan dalam roh dan
kebenaran (ayat 23-24 ). Yesus lalu menjelaskan maksud-Nya. Kita
menyembah dalam roh, karena Allah adalah Roh. Roh kita diciptakan
untuk bergaul dengan Penciptanya, sehingga hubungan kita dengan
Tuhan itu lebih penting daripada sekadar ritual atau liturgi; lebih
penting daripada soal tempat, waktu atau hal-hal fisik. Kita juga
harus menyembah dalam kebenaran. Kita harus belajar dari Firman
Tuhan tentang siapa dan seperti apa Allah yang kita sembah, bukan
membuat gambaran Allah seturut apa yang kita inginkan sendiri.

Seringkali kita lebih suka berada di salah satu kubu. Entah di kubu
yang menekankan kehangatan hubungan dengan Tuhan, tetapi
mendefinisikan Tuhan menurut pengertian sendiri, atau di kubu yang
menekankan pentingnya pengenalan akan Allah tanpa pernah membangun
kehangatan hubungan dengan-Nya. Biarlah kekariban bersama Allah
mendorong kita untuk semakin mengenal Dia. Dan, biarlah pemahaman
kita yang makin dalam akan Allah menghangatkan terus persahabatan
kita dengan-Nya. --PBS
MAKIN KENAL, MAKIN KITA BERGAIRAH MENYEMBAH TUHAN;
MAKIN MENYEMBAH, MAKIN BERHASRAT KITA MENGENAL-NYA.

Yohanes 4:1-24




Thursday, 8 March 2012

Keteguhan otoritas-Nya

Tindakan Yesus membereskan Bait Allah dan menghentikan segala
   aktivitas komersial yang ada di dalamnya, tentu mengejutkan para
   pejabat dan pekerja di Bait Allah. Karena itu para pemimpin agama
   mempertanyakan otoritas yang membuat Yesus merasa berhak melakukan
   semua tindakan itu. Pertanyaan mereka merupakan jebakan dan dapat
   digunakan sebagai alat untuk mengajukan Yesus ke pengadilan agama.
   Namun trik itu ditangkis Yesus dengan memberikan pertanyaan yang
   dilematis bagi mereka.

Baptisan Yohanes merupakan sesuatu yang berbeda. Para imam memang
   sering melakukan pekerjaan penyucian di bait suci. Namun Yohanes
   bukan imam, tetapi ia membaptis orang di sungai atau di tempat di
   mana ia bisa mendapatkan cukup air. Karena ini merupakan sesuatu
   yang baru, pembaptisan Yohanes menimbulkan pertanyaan mengenai
   otoritas apa yang membuat baptisan Yohanes sah. Jelas akan ada dua
   pilihan, otoritas Allah atau manusia. Mereka kemudian sadar bahwa
   jawaban mereka akan menjadi dilema, bagai makan buah simalakama.
   Mereka tahu apa pun jawaban mereka, mereka akan terjebak. Karena
   itu mereka memilih untuk menjawab, "Kami tidak tahu" (33). Meski
   demikian, jawaban ini pun memperlihatkan ketidaktertarikan mereka
   pada kebenaran.

Banyak juga orang Kristen masa kini yang meragukan otoritas Yesus.
   Orang lebih yakin pada kemampuan teknologi atau kuasa manusia
   daripada percaya otoritas Yesus. Banyak juga orang Kristen yang
   beralih kepercayaan karena meragukan kuasa mutlak Yesus.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita yakin bahwa Yesus berotoritas
   untuk menguatkan, menghibur, menolong, dan memulihkan kita?
   Percayakah kita pada kuasa Yesus, yang sudah terbukti dapat
   mengalahkan Iblis, menyembuhkan orang yang dirasuki Iblis,
   menyembuhkan orang kusta, menyembuhkan orang lumpuh, mengampuni
   dosa, meredakan angin ribut, memberi makan ribuan orang, dan
   banyak lagi yang lain? Kiranya Tuhan meneguhkan iman kita.

   Markus 11:27-33

DOA VS MANTRA

 Dalam hikayat 1001 Malam dikisahkan tentang Alibaba yang menjadi
 kaya gara-gara menemukan mantra untuk membuka gua berisi harta yang
 disimpan para penyamun. Siapapun orangnya, yang penting ia
 mengucapkan mantra dengan benar, akan dapat membuka atau menutup gua
 tersebut, dan tentunya menikmati harta yang tersimpan di dalamnya.



 Ketika Yesus mengajar para murid-Nya, "Mintalah, maka akan diberikan
 kepadamu, " apakah Dia juga sedang mengajarkan bahwa doa itu bekerja
 seperti mantra? (ayat 7-8). Ayat 9-11 memberitahukan bahwa poin
 sebenarnya adalah Yesus sedang mendorong dan menolong setiap orang
 percaya untuk berdoa secara benar. Pertama, kita berdoa karena kita
 ini anak-anak Allah. Doa merupakan sarana berkomunikasi dan sarana
 meminta kepada Bapa di Surga. Yesus mendorong kita untuk berani
 menyapa dan meminta. Kedua, kita berdoa karena Allah sendiri yang
 meminta kita berdoa. Dia selalu mendengar dan menjawab doa. Tidak
 selalu jawaban-Nya itu tepat seperti yang kita minta, tapi kasih-Nya
 yang sempurna menjamin pemberian terbaik untuk anak-anak-Nya.



 Kita hidup di zaman yang serba mudah dan cepat, tetapi doa sama
 sekali bukan mantra yang menjamin terkabulnya semua keinginan kita.
 Mari bertekun melakukan bagian kita: meminta, mencari, mengetuk.
 Katakan kepada Allah segala kebutuhan maupun isi hati kita
 (bandingkan: Filipi 4:6; Mazmur 62:9). Di dalam keinginan untuk
 memuliakan Allah, mungkin kita keliru meminta batu atau ular. Namun
 di dalam hikmat-Nya selalu roti dan ikan yang diberikan-Nya! --ICW

       MANTRA KABULKAN HAL BAIK MAUPUN BURUK YANG KITA MINTA.
     DOA MENJAMIN HANYA HAL-HAL TERBAIK KITA TERIMA DARI BAPA.

  Matius 7:7-11

Tuesday, 6 March 2012

Markus 11:15-19 - Ada buah atau cuma daun?

Saat melihat pohon ara berdaun, Yesus berharap menemui buahnya. Begitu
pula ketika memasuki Bait Allah, Yesus tentu mengharapkan bertemu
dengan orang-orang yang hidup selaras dengan firman Allah. Namun
realitas yang terlihat sungguh mengejutkan Yesus.
Sebagaimana namanya, tentu orang akan menganggap bahwa Bait Suci
adalah tempat orang melakukan hal-hal yang suci. Namun apa yang
terjadi? Para rohaniwan yang melayani di Bait Suci telah
kehilangan kepekaannya sehingga tidak lagi memiliki rasa hormat
terhadap Allah yang Kudus, yang disembah umat di bait-Nya. Mereka
tidak lagi gentar terhadap kehadiran Tuhan di Bait Suci. Bait Suci
yang seharusnya menjadi tempat orang Israel berdoa, beribadah,
mendengarkan Taurat, dan menerima pengajaran dari imam dibiarkan
menjadi area komersial, di mana banyak terjadi kecurangan dan
penipuan. Atau dengan kata lain, para rohaniwan yang terhormat itu
telah membiarkan Bait Suci dinajiskan, padahal mereka bertugas
untuk memelihara kekudusannya. Bait Suci yang seharusnya menjadi
rumah doa bagi segala bangsa malah dijadikan sarang penyamun (17,
bdk. Yer. 7:11). Betapa mengenaskan!
Maka dapat dipahami bila Yesus menjadi marah dan menjungkirbalikkan
meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati (15). Dengan
tegas Ia melarang orang menginjak-injak kekudusan Bait Suci (16).
Namun orang bebal memang tidak akan pernah mengerti teguran.
Seharusnya para pemimpin umat bertobat, tetapi mereka malah
merancang pembunuhan Yesus karena rasa takut dan terancam. Dari
luar, mereka jelas terlihat sebagai pemimpin rohani, tetapi sikap
dan tindakan mereka sama sekali tidak menunjukkan kualitas
kerohanian mereka. Mereka sama seperti pohon ara yang berdaun,
tetapi tidak berbuah.
Apakah Anda juga kelihatan saleh atau merasa diri saleh? Bagaimana
bila Tuhan melihat ke dalam hati Anda? Adakah Dia akan menemukan
kehidupan rohani yang berbuah ataukah Dia harus kecewa juga?
Markus 11:15-19


BERTANYA KEPADA TUHAN

Setiap orang selalu menginginkan keberhasilan dalam hidupnya, Dan,
kunci untuk menggapai keberhasilan, misalnya dengan belajar tekun
serta bekerja keras. Itu sajakah? Mari melihat pengalaman Daud dan
mengamati apa yang menjadi kunci keberhasilannya.

Kabar penobatan Daud menjadi raja telah sampai di telinga orang
Filistin dan mereka berencana menangkap Daud. Peperangan bukanlah
hal baru bagi Daud; kemenangan-kemenangan telah banyak ia raih.
Wajar jika ia, dengan percaya diri dan dengan mengandalkan strategi
perang yang ia pelajari, maju bersama pasukannya. Namun, tidak
demikian ceritanya. Dalam dua kesempatan berbeda, Daud selalu
bertanya kepada Allah sebelum berperang (ayat 10, 14) dan kemudian
menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya (ayat 11, 15). Usai
kemenangan gemilang yang pertama, mengalir pengakuan dari mulut
Daud: "Allah telah menerobos musuhku dengan perantaraanku seperti
air menerobos" (ayat 11). Ia mengaku bahwa ia hanyalah perantara.
Allahlah yang menerobos di antara kekuatan lawan; masuk seperti air.
"Bertanya kepada Tuhan" bukanlah formula keberhasilan. Dengan
bertanya, sesungguhnya Daud tengah menundukkan diri pada kuasa-Nya,
mengikuti cara Tuhan, dan mengandalkan-Nya.

Dalam menjalani hidup, kita kerap dihadapkan pada pilihan,
keputusan, dan tantangan yang tak gampang. Apakah kita berdoa dan
bertanya kepada Tuhan saat menghadapi semua itu? Lebih jauh lagi,
apakah dengan bertanya kepada-Nya, kita juga tengah mengalasi hati
dengan penundukan diri dan kesiapan diri menjalani perintah-Nya
menurut cara Tuhan? Kiranya kita diberi kepekaan mendengar serta
ketaatan untuk menjalankan perintah itu. --LCM
BERTANYA DAN MENCARI KEHENDAK TUHAN BERARTI MEMPERSILAKAN DIA
MEMIMPIN DI DEPAN.

1 Tawarikh 14:8-17



Monday, 5 March 2012

Jangan berdaun saja!

Ketika dunia fotografi masih menggunakan film negatif sebagai sarana
untuk merekam foto, suatu produsen film negatif mengiklankan bahwa
produknya akan menghasilkan foto yang seindah warna aslinya. Namun
pohon ara dalam bacaan hari ini memperlihatkan diri lebih indah
dari warna aslinya karena pohon ara itu telah berdaun, tetapi
tidak berbuah. Memang ada penjelasan bahwa saat itu bukan musim
buah ara (13), tetapi bukan itu persoalannya. Masalahnya, pohon
ara itu berdaun meski bukan musim buah ara. Sementara keberadaan
daun pada pohon ara seharusnya menunjukkan keberadaan buah ara
juga.

Yesus, yang kecewa terhadap pohon ara itu, kemudian mengutuk pohon ara
itu agar tidak berbuah untuk selamanya (14). Namun perlu kita
catat bahwa Yesus melakukan hal ini bukan semata-mata karena Ia
kesal akibat tidak mendapatkan pohon ara, pada saat sedang lapar
(12-13). Pohon ara ini merupakan ilustrasi yang pas untuk
menggambarkan: sebagaimana Yesus berharap mendapatkan buah ara di
pohonnya begitulah Tuhan ingin mendapatkan buah iman bangsa
Israel, tetapi tidak mendapatkannya (bdk. Yer. 8:13). Bangsa
Israel begitu giat melakukan aktivitas keagamaan. Sangat
mengesankan, seperti kerimbunan daun pada pohon ara yang juga
mengesankan. Namun amat disayangkan karena aktivitas keagamaan itu
tidak menghasilkan buah dalam kerohanian mereka. Ini sama dengan
munafik (bdk. Mrk. 7:6). Terlihat bahwa Tuhan Yesus tidak menyukai
pengakuan di bibir saja, sementara iman tidak mewujud dalam
realitas kehidupan. Seolah beriman, nyatanya tidak ada buah yang
dihasilkan oleh iman itu. Iman mereka didasarkan pada kepentingan
diri semata, yaitu agar mereka lepas dari kuasa Roma dan dapat
menikmati mukjizat Yesus sehingga tidak perlu berlelah-lelah
bekerja.

Bila Tuhan melihat iman kita, iman seperti apakah yang akan Dia lihat?
Iman yang dipenuhi aktivitas pelayanan, tetapi tanpa waktu untuk
mendengar suara Allah melalui Alkitab? Mari kita memperlihatkan
iman kita di dalam hidup kita hari demi hari, dalam hal yang kecil
sekalipun.

Markus 11:12-14

SEBULAT-BULAT HATI

Seperti gereja saat ini yang memiliki Pengakuan Iman, orang Yahudi
pun demikian. Pengakuan iman mereka singkat, padat, bernas:
"Dengarlah Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa". Dalam
istilah Ibrani ini disebut: Shema Yisrael (Dengarlah hai Israel).
Melaluinya, umat senantiasa diingatkan untuk tidak menduakan Tuhan,
hanya Dia satu-satunya yang mutlak disembah.

Bagaimana penerapannya? Kesederhanaan jawaban Alkitab mungkin agak
mengejutkan: "Kasihilah Tuhan...." (ayat 4). Ya! kasihilah Tuhan,
itu buktinya. Namun tentunya tidak dengan sembarangan, melainkan
dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Kata orang Jawa, kanthi
gumolonging manah: dengan sebulat-bulat hati! Ketika Firman ini
disampaikan, Israel tidak sedang dalam penindasan sehingga perlu
diingatkan untuk tidak meninggalkan Tuhan. Mereka sedang bersiap
memasuki negeri perjanjian yang subur dan makmur. Namun justru tepat
di saat itu Tuhan berseru: Hati-hati! Di tempat yang berlimpah
berkat jasmani, manusia cenderung melupakan Tuhan (ayat 10-15).

Ya, mengutamakan Tuhan bisa jadi lebih sulit ketika hidup lancar dan
berkat melimpah. Mengasihi Dia dengan segenap hati bisa jadi lebih
sukar ketika banyak hal begitu menyenangkan dan menguasai wilayah
hati kita. Dalam konteks inilah syahadat Israel tadi kembali menjadi
penting: Tuhan itu Allah kita. Tuhan itu esa! Harta dan kenikmatan
bukan Allah kita! Pasangan atau anak bukan Allah kita! Hobi dan
pekerjaan bukan Allah kita! Anda bisa meneruskan daftarnya.
Kasihilah Tuhan dengan sebulat-bulat hati, bukan sebagian saja.
--DKL

TUHAN TIDAK MINTA KITA MENGASIHI-NYA DENGAN SEBAGIAN BESAR HATI
TUHAN MINTA KITA MENGASIHI DIA DENGAN SEGENAP HATI.

Ulangan 6:1-15

Saturday, 3 March 2012

Jangan salah konsep!

Markus menuturkan kedatangan Yesus ke Yerusalem menjelang hari "H"
penderitaan-Nya.

Dua murid diminta untuk mengambil keledai muda dari seseorang di desa.
Sebagai Raja, Yesus akan mengendarai seekor keledai muda, yang
menggambarkan ketenangan dan kerendahhatian. Bila di Markus
10:42-43, raja dunia digambarkan dengan tangan besi maka Yesus,
Sang Raja Damai datang dengan kelembutan dan tanpa kekuatan
militer. Yesus telah menggenapi nubuat Zakharia (Za. 9:9).

Sambutan orang banyak terhadap Yesus yang datang mengendarai keledai
(8) bagai upaya membentangkan karpet merah bagi orang terhormat
yang akan melalui tempat itu. Tampaknya orang banyak melihat
tindakan Yesus sebagai suatu pernyataan simbolis tentang
identitas-Nya sebagai Mesias bagi Israel. Oleh karena itu mereka
mengelu-elukan Dia sebagai Raja Israel yang datang dalam nama
Tuhan. Dalam hal ini orang banyak telah bertindak dengan benar.
Akan tetapi, konsep mereka mengenai misi kedatangan Yesus dan
kerajaan-Nya merupakan suatu kesalahan besar. Mereka telah gagal
memahami kedatangan Yesus yang mengendarai keledai sebagai simbol
misi yang mengusung kerendahhatian, bukan kuasa politik atau
militer.

Orang banyak telah salah berharap karena telah salah konsep mengenai
kerajaan Allah. Seruan elu-elu mereka pada Yesus ternyata
didasarkan pada berbagai mukjizat yang telah dilakukan oleh Yesus
(bdk. Luk. 19:37), bukan karena pemahaman mereka akan misi Yesus.
Orang banyak hanya memikirkan dimensi fisik, padahal Kerajaan
Allah mewujud dalam pembaruan hubungan seseorang dengan Allah.
Kerajaan Allah dibangun bukan di atas revolusi dan peperangan,
melainkan melalui penolakan, penderitaan, dan bahkan kematian
Yesus di kayu salib yang dianggap memalukan.

Kiranya hubungan kita dengan Yesus dibangun bukan di atas konsep dan
hasrat yang keliru, melainkan atas kerinduan mengalami perjumpaan
dengan Dia hari demi hari hingga kita serupa dengan Dia.

Markus 11:1-11

Friday, 2 March 2012

Anugerah: buta jadi melihat

John Calvin menyatakan bahwa anugerah Tuhan diberikan kepada manusia

     yang berada dalam kondisi total berdosa agar diselamatkan.

     Sementara Abraham Kuyper menyatakan bahwa Tuhan berdaulat mutlak

     atas segala sesuatu, termasuk atas kerusakan total manusia dan

     memberikan karunia kepada manusia untuk memenuhi panggilan mereka.

 

Mata Bartimeus berada dalam keadaan rusak total. Namun sekalipun buta,

     ia dapat mendengar Tuhan Yesus dengan jelas sehingga ia berseru

     sampai dua kali untuk memohon anugerah Yesus. (47-48). Bartimeus

     sadar dirinya bukanlah siapa-siapa. Yesus tidak mengenal dia.

     Tentu tidak aneh bila Yesus menganggap dia tidak penting. Karena

     itu yang diminta Bartimeus adalah belas kasihan Yesus. Keteguhan

     Bartimeus dalam memohon menunjukkan keyakinan yang besar bahwa

     Yesus sanggup menyembuhkan kebutaannya. Ia tidak mudah dilemahkan

     meski tak ada orang yang bersedia menuntun dia kepada Yesus. Ia

     tidak patah semangat walaupun orang-orang menyuruh dia untuk diam.

 

Pertanyaan Yesus, "Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?",

     adalah penyelidikan untuk mengetahui sejauh mana iman dan

     pengharapan Bartimeus. Lalu Bartimeus menyatakan bahwa yang ia

     minta adalah agar ia dapat melihat. Dari permintaan Bartimeus,

     terlihat pengakuan iman akan kuasa Yesus yang sanggup

     menyembuhkan. Maka Yesus pun mengkonfirmasi bahwa imannya

     menyelamatkan dia sehingga dalam tindakan tunggal Yesus terjadi

     dua hal besar dalam diri Bartimeus, yaitu keselamatan rohani dan

     kesembuhan jasmaninya. Bukan hanya mata jasmaninya yang jadi dapat

     melihat Yesus secara fisik, mata rohaninya pun dapat melihat

     kemahakuasaan Yesus.

 

Sebagai respons, Bartimeus mengikuti Yesus sehingga jalan Yesus

     menjadi jalannya juga. Bila kita mengaku telah menerima

     keselamatan, sudahkah jalan Yesus menjadi jalan kita juga?

     Sudahkah cara pandang Yesus jadi cara pandang kita juga? Kiranya

     anugerah yang telah kita terima membuat kita dapat melihat hidup

     dari sudut pandang Allah.

 

Markus 10:46-52

 

MEMBACA ADIKARYA

Saya takjub ketika membaca Les Miserables karya Victor Hugo, salah

   satu novel terbaik sepanjang masa. Penggambaran watak tokohnya amat

   detail dan konfliknya begitu memikat. Pengalaman itu mengajarkan

   paling tidak dua hal. Pertama, kerendahan hati: kecil sekali

   kemungkinannya saya mampu menggarap karya seelok itu. Kedua,

   meningkatkan citarasa sastrawi, membuat saya ingin membaca lebih

   banyak adikarya lainnya.

 

 

 

   Yesaya mengalami hal yang jauh lebih hebat dari membaca novel

   adikarya: ia memandang kemuliaan Tuhan! Dan, pengalaman dahsyat itu

   mengubah hidupnya secara radikal. Menyaksikan kemuliaan Tuhan Yang

   Mahakudus, segera ia tersadar akan kenajisannya sebagai makhluk

   berdosa (ayat 5). Syukurlah, kemuliaan Tuhan itu sekaligus menjadi

   jawaban bagi keberdosaannya: perjumpaan ilahi itu menyucikan dirinya

   (ayat 6-7). Berbekal pengudusan dan kerendahan hati, Yesaya pun siap

   menjadi utusan Tuhan (ayat 8), menjalankan amanat yang Dia berikan

   (ayat 9-13).

 

 

 

   Bagaimana kita melawan dosa? Cobalah membaca satu atau beberapa ayat

   yang memaparkan kemuliaan Tuhan. Hapalkanlah. Renungkanlah.

   Yakinilah kebenarannya. Biarlah Firman itu memenuhi pikiran dan hati

   kita. Mintalah pertolongan Roh Kudus untuk mengingatnya kembali di

   tengah kesibukan sehari-hari dan memunculkan ide untuk

   menerapkannya. Firman itu akan meningkatkan citarasa rohani kita;

   menguatkan kita untuk menepiskan tipu daya dosa; membuat kita lebih

   merindukan kemuliaan Tuhan daripada kesenangan duniawi; kemudian,

   siap menjadi utusan-Nya. --ARS

 

PERJUMPAAN DENGAN KEMULIAAN TUHAN MELEMAHKAN DAYA PIKAT DOSA DALAM HIDUP KITA.

 

Yesaya 6

Thursday, 1 March 2012

WAJAH TUHAN

Setelah beberapa jam melintasi kepadatan lalu lintas Jakarta,
akhirnya sampai jugalah saya di bandara. Sambil bergegas check in,
terbayang wajah kecewa Sam, anak saya yang berumur tiga setengah
tahun, yang beberapa hari ini saya tinggalkan di rumah. Saya batal
membelikannya oleh-oleh dari outlet yang ada di bandara, karena
nyaris ketinggalan pesawat. Penjelasan apa yang harus saya katakan?
Namun, kekhawatiran saya rupanya tidak menjadi kenyataan. Begitu Sam
melihat saya dari pintu kedatangan, ia langsung menghambur lari
melewati petugas, dan melompat ke dalam pelukan saya. "Sam kangen
papah, " katanya. Betapa senangnya mengetahui bahwa kehadiran saya
menjadi hadiah yang lebih berharga daripada semua oleh-oleh yang
bisa saya bawa.

Kehadiran Tuhan. Wajah Tuhan. Itulah yang menjadi kerinduan dan
pencarian Daud. Jika boleh meminta satu hal saja, Daud tahu hal
teramat berharga yang paling diinginkannya: kehadiran Tuhan dalam
hidupnya (ayat 4). Di dalam hadirat Tuhan, ada penyertaan,
perlindungan, pembelaan, kesukaan, kebaikan, kekuatan (ayat 1-6,
13-14). Hal mengerikan yang paling ditakutkan Daud: Tuhan
menyembunyikan kehadiran-Nya (ayat 9).

Berapa banyak Anda menghargai dan menginginkan Tuhan dalam hidup
Anda? Adakah hal-hal lain yang sedang Anda cari lebih dari keintiman
dalam hadirat-Nya? Ataukah berkat-berkat Tuhan, yang Anda
nanti-nantikan namun tidak kunjung tiba, menjadi-kan Anda kecewa dan
meninggalkan-Nya? Carilah (kembali) wajah-Nya, dan melompatlah ke
dalam pelukan-Nya, di mana kerinduan Anda dan kerinduan Tuhan
berjumpa. --JOO
APAKAH KITA MENCARI TANGAN ALLAH, UNTUK MELIHAT
APA YANG DIA BERIKAN KEPADA KITA?
ATAU KITA MENCARI WAJAH ALLAH, UNTUK BERSUKACITA
DALAM KEHADIRAN-NYA? -TOMMY TENNEY



Monday, 9 January 2012

HARGA SEBUAH KEPEMIMPINAN (I)

Setiap pencapaian berharga memunyai harga yang harus dibayar dengan kerja keras, kesabaran, iman, dan daya tahan.

Kepemimpinan sejati selalu menuntut harga dari setiap individu, bahkan jika kepemimpinan itu dijalankan oleh orang yang paling matang dan stabil emosinya sekalipun. Tampaknya sudah menjadi pendapat umum di dunia bahwa semakin tinggi prestasi, semakin mahal pula harga yang harus dibayar. Demikian juga dengan kepemimpinan sejati. Yesus sendiri tampaknya memikirkan hal ini ketika Ia berkata, "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya." (Lukas 9:24a)

Sangat benar bahwa setiap pencapaian berharga harus dibayar dengan setimpal. Persoalan ini bisa diringkas menjadi satu pertanyaan dasar: Berapa banyak yang bersedia Anda bayar dengan kerja keras memeras keringat, kesabaran, iman, dan daya tahan untuk mendapatkannya?

Ted Williams -- megabintang bisbol tahun 40-an dan 50-an, namanya termasuk dalam "Hall of Fame", dan dianggap sebagai salah satu pemukul terbaik yang pernah bermain -- dikenal sebagai pemukul "alami". Sekali waktu ia pernah ditanyai tentang bakat alaminya dan langsung menjawab, "Tidak ada istilah pemukul alami. Saya menjadi seorang pemukul yang baik karena saya membayar harga berupa latihan yang terus-menerus." Bagi pengamat awam, caranya mengayunkan tongkat pemukul terlihat mudah. Demikian juga, keahlian profesional dalam kepemimpinan tidak begitu saja datang; hal itu hanya muncul melalui upaya tekun.

Mari kita pertimbangkan beberapa aspek mahalnya harga yang harus dibayar oleh orang-orang yang menduduki jabatan kepemimpinan maupun yang ingin mencapainya.

1. Kritik

Kritik adalah sebuah harga mahal yang dibayar oleh para pemimpin. Jika seseorang tidak dapat mengelola kritik, hal itu berarti pada dasarnya ia belum matang secara emosional. Kekurangan ini pada akhirnya akan muncul dan menghalangi kemajuannya dan kelompoknya mencapai tujuan bersama. Setiap pemimpin harus mengantisipasi beberapa hal semacam itu. Namun, kritik bisa berujung pada kebaikan jika sang pemimpin mampu menerimanya.

Saya dapat melihat bahwa sering kali orang-orang yang melontarkan kritikan kepada sayalah yang paling membantu saya. Betapa sulitnya menerima kritik pada awalnya, namun betapa luar biasa leganya pada akhirnya! Satu-satunya cara kita benar-benar mengenali diri kita adalah dengan umpan balik dari orang lain. Kita benar-benar tidak tahu bagaimana kesan kita di mata orang lain tanpa mereka memberitahukannya kepada kita. Oleh karena itu, kita membutuhkan tanggapan mereka.

Para penjilat membantu kita merasa lebih baik tentang diri kita, namun kita tidak benar-benar diuntungkan oleh mereka. Perubahan sejati dan pertumbuhan emosional datang saat kita menghadapi kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan diri kita sebagaimana yang dilihat oleh orang lain. Inilah harga sebuah kepemimpinan karena sang pemimpin berada dalam posisi yang paling banyak terlihat. Situasi ini membuatnya lebih rentan terhadap kritik. Namun, pemimpin yang matang mampu menangani hal ini dan membuat penyesuaian dan koreksi pribadi yang dibutuhkan. Ia mampu berkata, "Terima kasih atas kritik Anda dalam hidup saya. Hal itu telah membawa saya kepada introspeksi diri yang lebih mendalam, saya membutuhkannya."

2. Keletihan

Seseorang berkata bahwa dunia ini dipimpin oleh orang-orang yang lelah. Barangkali ada hakikat nyata dari pernyataan ini, karena para pemimpin sejati harus bersedia bangun lebih awal dan belajar lebih lama daripada generasi mereka. Beberapa orang memunyai stamina luar biasa, tetapi keletihan sering kali muncul saat mereka ingin mencapai tujuan organisasi mereka dan muncul dalam tanggung jawab kepemimpinan mereka.

Pemimpin yang bijaksana akan berusaha untuk menemukan keseimbangan dan mencari kesibukan lain -- sebuah perubahan irama hidup -- untuk mengurangi stres. Ia harus mencari beberapa hiburan yang menyenangkan. Jika tidak, pada akhirnya ia tidak lagi berguna. Anda pasti pernah mendengar ungkapan, "Aku lebih memilih terbakar habis bagi Allah daripada mati berkarat demi iblis." Semangat ini mulia dan saleh, dan pengabdian seseorang harus mengarah kepada pemikiran itu. Namun di sisi lain, jika seseorang dapat belajar bagaimana untuk bersantai sejenak alih-alih bekerja mati-matian, efektivitasnya akan berlipat ganda.

Jika seseorang benar-benar "terbakar habis", pengaruh dan kontribusinya berakhir. Perawatan kesehatan, istirahat, dan keseimbangan hidup yang tepat akan membantu pemimpin menjaga kemampuannya untuk bertahan. Namun, seorang pemimpin harus siap untuk menerima harga yang harus dibayarnya, baik secara emosional maupun jasmaniah.

Selama berminggu-minggu menulis bab ini, saya benar-benar menderita kelelahan selama pelayanan di luar negeri. Saya harus mempersingkat pelayanan di luar negeri lalu pulang ke rumah untuk istirahat dan perubahan irama hidup yang drastis. Jika saya menerapkan apa yang sekarang saya ajarkan berbulan-bulan sebelumnya lebih awal, hal ini tidak akan terjadi. "Perubahan irama" merupakan kebutuhan mutlak bagi pemimpin yang ambisius.

3. Waktu untuk Berpikir

Harga lain yang harus dibayar oleh para pemimpin Kristen adalah waktu yang harus disisihkan untuk berpikir kreatif dan merenung. Kita jarang menganggapnya sebagai harga yang harus dibayar, namun demikianlah adanya. Kebanyakan orang terlalu sibuk meluangkan waktu untuk benar-benar berpikir.

Demi suatu tujuan, banyak pemimpin ingin bergerak maju tanpa membayar harga untuk berpikir demi menentukan cara terbaik untuk mencapai tujuan. Benar bahwa "solusinya bukanlah bekerja lebih keras, melainkan bekerja lebih cerdas."

Kebanyakan upaya yang berhasil hanya diraih setelah berjam-jam pemikiran yang mendalam dan penelitian yang cermat.

4. Kesendirian

Harga keempat yang harus dibayar oleh pemimpin -- yang jarang kita perhatikan -- adalah kesediaan untuk sendirian karena ia telah kehilangan kebebasannya dengan melayani orang lain. Seorang pemimpin sejati mendukung minat, gagasan, dan cita-cita para anggotanya. Pada saat yang sama, pemimpin yang efektif harus berjuang untuk menunaikan potensi dan cita-citanya tanpa terserap ke dalam kelompok. Ini membuatnya hidup dalam kesendirian yang seimbang, berada di antara dirinya dengan kelompoknya, karena dia perlu memerhatikan orang lain sekaligus mengasingkan diri dari mereka.

Semua pemimpin tangguh bersikap demikian karena mereka mampu menyamakan diri dengan kelompoknya tanpa menjadi "salah satu dari mereka." Seorang pemimpin harus siap untuk melangkah menjauh dari rombongan dan menyendiri. Yesus sering kali melakukan hal ini dalam pelayanan-Nya. Meskipun sang pemimpin pada dasarnya adalah orang yang ramah, pada saat yang bersamaan ia harus siap untuk menempuh jalan kesendirian.

Sang pemimpin harus dapat menjalin persahabatan, namun ia harus cukup matang dan cukup tegar untuk berdiri seorang diri, bahkan jika ada banyak yang menentangnya selagi menjalankan tugasnya.

Penelitian mendalam tentang tokoh-tokoh Alkitab yang sangat diberkati dan dipakai Allah mengungkapkan bahwa mereka lebih sering menjadi orang-orang dalam kesendirian. Para nabi, misalnya, benar-benar kesepian; mereka sering kali disalahartikan dan menjadi ancaman bagi masyarakat karena teguran langsung mereka terhadap perilaku masyarakat. Sekarang pun sama saja, pengkhotbah yang kesepian adalah seseorang yang berkata "Beginilah bunyi firman Allah" dan mengajak orang-orang untuk bertobat.

Salah satu alasan sulitnya menanggung kesendirian adalah secara emosional para pemimpin mungkin membutuhkan orang lain. Oleh karena itu mereka tidak mampu bersikap individualis.

Alasan lain mengapa kesendirian begitu sulit dalam kepemimpinan adalah karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Naluri dasar dalam kepribadian manusia adalah kebutuhan untuk "dirangkul" dan diterima oleh rekan-rekan sebaya. Keinginan untuk dekat dengan orang-orang dan berbagi beban tanggung jawab itu wajar. Sebagai seorang pemimpin, sulit jika harus membuat keputusan yang memengaruhi hidup orang lain. Para pemimpin sering kali memisahkan diri, itulah harga mahal yang harus mereka bayar.

5. Identifikasi

Seorang pemimpin tidak saja harus menjadi seorang diri dan terasing pada waktu yang bersamaan, namun secara berlawanan ia juga harus menyamakan diri dengan kelompoknya. Ia harus selalu berada di depan kelompoknya, namun secara bersamaan berjalan bersama orang-orang yang dipimpinnya. Ini dapat menjadi suatu perbedaan tipis. Pasti ada jarak antara sang pemimpin dan para anggotanya. Penting bagi sang pemimpin untuk mengetahui prinsip ini, namun tetap mampu berhubungan dengan rekan-rekannya.

Supaya efektif, sang pemimpin tidak dapat berlari terlalu jauh mendahului kelompoknya. Alkitab dipenuhi ilustrasi yang menggambarkan para pemimpin yang menyamakan diri dengan kelompoknya. Contoh yang paling tepat adalah Tuhan Yesus, yang sering berbagi sukacita maupun dukacita dengan orang-orang. Penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib adalah perlambang identifikasi-Nya dengan umat manusia. Rasul Paulus mengatakan ia akan menjadi seperti orang Yahudi atau seperti orang Yunani atau seperti hamba supaya memenangkan masing-masing (1 Korintus 9:19-23).

Jadi, dalam hal tertentu, pemimpin sejati harus membayar harga untuk mendekatkan diri, menjadi bagian kelompok. Ini berarti ia harus bersedia untuk menjadi pribadi yang jujur dan terbuka. Rasa kemanusiaannya harus muncul. Ia tidak boleh terlihat seperti robot, pribadi yang kaku seperti mesin yang takut mengungkapkan dirinya yang sebenarnya.

Untuk menyamakan diri dengan kelompok, sang pemimpin harus membayar harga untuk meluangkan waktu mengenal para anggotanya -- untuk berbagi perasaan, kesuksesan, maupun kegagalan. Karena sebagian besar tujuan tidak dapat diraih seorang diri, kelompok harus dijadikan tumpuan. Sang pemimpin harus menyadari kekuatan kelompok, bersedia untuk membuat kelonggaran, dan memimpin dengan kasih tanpa kehilangan visi akan sasaran jangka panjang. (t/Dicky)

Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: The Making of a Christian Leader
Judul asli artikel: The Price of Leadership
Penulis: Ted W. Engstrom
Penerbit: Zondervan, Michigan 1976
Halaman: 95 -- 98

Thursday, 5 January 2012

MATA HATI TUHAN

Bayangkan suatu keajaiban terjadi setelah Anda membaca kalimat
ini. Dalam sekejap Tuhan Yesus mengubah mata Anda menjadi mata-Nya
dan hati Anda menjadi hati-Nya. Kegirangan, Anda lalu mencoba
bagaimana rasanya melihat dunia dari mata Tuhan dengan mengamati
satu per satu orang yang berlalu lalang di jalanan. Perbedaan apa
yang Anda sadari?

Hari ini kita membaca kisah tentang Tuhan Yesus yang berkeliling
dari kota ke kota, mengajar dan memberitakan Injil, menyembuhkan dan
memulihkan. Suatu kali Dia terdiam. Memandang orang banyak itu, yang
datang kepada-Nya dengan mata penuh dahaga akan kabar baik dan
pemulihan. Momen ini Matius lukiskan dengan begitu emosional. Yesus
... melihat ... dan hancurlah hati-Nya oleh belas kasihan. Kata
"belas kasihan" (compassion) berarti Tuhan Yesus turut merasakan
penderitaan orang banyak dan begitu digerakkan oleh keinginan
mengangkat derita tersebut. Murid-murid lalu mendengar-Nya berkata
dengan gelisah, "Tidakkah kau lihat, orang-orang ini telah siap
dituai, namun di mana pekerjanya? Berlututlah, mintalah supaya Tuhan
mengirim pekerja-pekerja" (ayat 37-38).

Sudah berapa lama sejak kita pertama kali memutuskan mengikut Yesus?
Sejak saat itu, sampai sejauh mana cara pandang Anda terhadap sesama
menyerupai cara pandang-Nya? Apakah Anda me-rasakan kegelisahan
hati-Nya? Kerinduan dan gejolak hati-Nya, terhadap orang-orang yang
memerlukan Injil dan pemulihan? Mari perbarui visi dan motivasi
pelayanan kita di tahun yang baru ini dengan menjadikan mata hati
Tuhan sebagai mata hati kita --ZDK

TUHAN YESUS SEDANG MENANTIKAN SEORANG REKAN SEHATI: ANDA

Matius 9:35-38

IMAN SEPERTI APA?

Saya pernah menerima SMS doa yang sangat mengesankan. Namun, di
bawahnya ada catatan. SMS itu harus diteruskan kepada sedikitnya 12
orang barulah berkat Tuhan akan tercurah. Jika tidak, celakalah yang
akan dituai. Menyebarnya SMS itu menunjukkan banyak orang meyakini
isinya. Apa gerangan yang "diimani" para pengirim SMS ini? Tuhan
akan mengabulkan doa dengan sogokan 12 SMS?

Doa memang harus didasari iman. Namun, iman seperti apa? Yakobus
memberi contoh iman yang ditunjukkan Elia (ayat 17-18). Elia tahu ia
berdoa kepada Tuhan Pencipta semesta yang berkuasa menahan dan
menurunkan hujan. Elia juga yakin Tuhan berkenan akan doanya, karena
apa yang ia minta akan menyatakan kebenaran Tuhan pada orang-orang
di zamannya (lihat 1 Raja-raja 16-17). Pengenalan yang benar akan
Tuhan membuat kita peka mana yang berkenan dan tidak berkenan
bagi-Nya sehingga kita dapat berdoa dengan penuh keyakinan. Dalam
pengenalan akan Tuhan yang kudus, Yakobus juga mengingatkan kita
untuk saling mengaku dosa (ayat 16). Anugerah Tuhan saja yang
memungkinkan kita yang tak layak menjadi orang-orang yang "benar" di
hadapan-Nya.

Mari memeriksa diri hari ini. Keyakinan seperti apa yang mendasari
doa-doa kita? Tuhan bukanlah mesin untuk mencurahkan berkat atau
membuat orang kualat, sesuai usaha dan kemauan kita. Makin kita
mengenal-Nya, makin kita dapat berdoa dengan yakin dalam situasi apa
pun. Elia telah membuktikan-Nya. Yakobus mengaminkannya. Doa orang
yang benar, jika dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.
Biarlah kita mengalaminya juga --YCK

KEYAKINAN KITA BERTAMBAH BESAR
KETIKA KITA MENGENAL TUHAN DENGAN BENAR

Yakobus 5:13-18

Tuesday, 3 January 2012

TAK PERLU DIPIKIR?

Pernah lihat kaki seribu? Bayang-kan kalau hewan berkaki banyak
ini berjalan sambil sibuk mengamati kakinya satu demi satu, berusaha
mempelajari mekanisme langkahnya. Jalannya bakal kacau. Daripada
kacau, bukankah sebaiknya ia tak usah berpikir? Serupa dengan itu,
banyak orang merasa iman tak perlu banyak dipikir. Makin sederhana,
makin baik. Mempelajari teologi mengancam kesederhanaan iman.
Bukankah kita dinasihatkan untuk menjadi seperti anak-anak
(childlike)? Pemahaman pengajaran adalah bagian para "hamba Tuhan"
dan "teolog". Jemaat "awam" cukup belajar mengenai kerohanian yang
praktis.

Kontras dengan itu, Alkitab menggambarkan bahwa pertumbuhan menuju
kedewasaan yang menyeluruh (ayat 15) juga meliputi menjadi dewasa
dalam "iman dan pengetahuan yang benar" akan Tuhan. Artinya, kita
justru harus dengan sengaja memikirkan dan bertumbuh dalam
pengenalan akan Tuhan (ayat 13, lihat juga 2 Petrus 3:18). Inilah
sebenarnya arti kata teologi (teos=Tuhan+logos=pengetahuan,
pemahaman). Orang dengan pemahaman yang benar akan Tuhan tidak akan
mudah "diombang-ambingkan" (ayat 14). Menjadi seperti anak-anak
dalam iman bukan berarti menjadi childish atau kekanak-kanakan (1
Korintus 14:20).

Seberapa banyak aspek pertumbuhan ini kita perhatikan? Kita tak
mungkin mencintai, melayani, dan menyembah Pribadi yang tak kita
kenal atau yang kita kenal secara samar. Di tahun yang baru ini,
mari cari dan gunakan tiap sarana pertumbuhan yang ada untuk
menolong kita makin dewasa dalam pengenalan akan Tuhan --JOO

KASIHILAH TUHAN DENGAN SEGENAP AKAL BUDIMU

Efesus 4:11-16

Monday, 2 January 2012

RINDU YANG SEHARUSNYA

Doug Banister dalam bukunya, Sacred Quest, bertanya: Beranikah
saya berharap bahwa saya memiliki hubungan yang demikian dekatnya
dengan Tuhan sehingga hati saya diisi dengan visi baru, dan
keagamaan kering saya menjadi sebuah pencarian dengan hasrat yang
kuat, serta penyembahan kepada Kristus yang hidup? Dapatkah saya
benar- benar bertemu Kristus dengan keakraban yang membuat saya
tidak lagi menelusuri tempat-tempat kecanduan saya? Dapatkah Yesus
benar-benar menyentuh kesepian hati saya? Apakah ini sesuatu yang
terlalu besar untuk diharapkan?

Mazmur ini menjawab: Tidak, justru itu yang seharusnya diharapkan
tiap orang percaya! Seperti kerinduan pemazmur yang menggelegak,
mengisi daging, jiwa, dan hatinya untuk berada dekat dengan Tuhan
(ayat 2-5). Kemungkinan besar mazmur ini dinyanyikan dalam
perjalanan ziarah orang Israel ke Bait Allah di Yerusalem. Hasrat
akan keintiman dengan Tuhan mendorong mereka memulai perjalanan
panjang tersebut (ayat 6-7). Makin lama, makin dekat dan kuat (ayat
8). Perjumpaan dengan Tuhan jauh lebih berharga dibanding hal-hal
lainnya (ayat 11).

Bukankah hidup kita di dunia juga adalah sebuah perjalanan ziarah
untuk mencari dan menemukan sukacita terbesar di dalam Tuhan? Adakah
perjumpaan dengan Tuhan menjadi harapan yang menggelorakan hati
kita? Mari bangkit dari kedangkalan rohani menuju persekutuan yang
sejati dan penuh dengan Tuhan. Bawalah tiap pembaruan yang Anda
rindukan terjadi dalam hubungan pribadi dengan Tuhan di tahun yang
baru ini kepada-Nya --JOO

BANYAK HAL YANG BISA MENCOBA MENGISI KEKOSONGAN HATI INI
NAMUN, APA YANG DAPAT MEMUASKANNYA SELAIN HADIR-MU, TUHAN?

Mazmur 84:1-13

JIKA TUHAN MENGHENDAKI

Hidup di dunia itu singkat. Kata pepatah Jawa, "urip mung mampir
ngombe" [hidup itu hanya mampir minum]. Gambaran hidup manusia dalam
Alkitab juga sama singkatnya. Seperti suatu giliran jaga malam,
seperti mimpi, seperti bunga dan rumput, seperti angin dan bayangan
(Mazmur 90:4-5; 103:15; 144:4). Bacaan hari ini melengkapinya.
Seperti uap! Sebentar ada lalu lenyap (ayat 14).

Bagaimana harus menata hidup dalam waktu yang seperti "uap" ini?
Rasul Yakobus menasihatkan agar umat percaya tak mengandalkan diri
sendiri, tetapi memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan (ayat 15-16).
Kita melakukan ini dan itu "jika Tuhan menghendakinya ...." Ungkapan
ini jelas bukan hanya bagian dari sopan santun agar seseorang
terlihat rendah hati dan rohani atau alasan menghibur diri
menghadapi berbagai ketidakpastian. Namun, merupakan ekspresi
ketundukan pada kedaulatan Tuhan mengakui bahwa Dialah pemegang
kendali atas hidup ini. Kehendak-Nya, isi hati-Nya penting bagi
kita.

Dr. Michael Griffiths, dalam buku Ambillah Aku Melayani Engkau,
berkata: "Kita punya satu hidup untuk ditempuh. Mungkin sudah kita
lalui seperempat, sepertiga, setengah, bahkan mungkin lebih

dari itu. Apa yang sudah kita lalui itu sudah lampau, dan takkan
kembali lagi. Tetapi bagaimana dengan yang masih sisa? Apakah yang
akan kita lakukan dengan itu?" Hidup itu singkat; tak terduga. Mari
membuat perencanaan dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan pekerjaan
di awal tahun ini, dengan sungguh-sungguh mengakui kedaulatan Tuhan
dan menundukkan diri pada kehendak-Nya --ELS

YA TUHAN, MESKI HIDUPKU SEPERTI UAP YANG MUDAH BERLALU.
BIARLAH HADIRKU MEMBAWA AROMA HARUM DI HADAPAN-MU

Yakobus 4:13-17

Berlangganan

FeedLangganan Artikel by Email ?

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Matius 11:28-30

TA'ALAU ILAYYA ya jami'al-mut'abina wats-tsaqilil-ahmal, wa Ana urihukum. Ihmilu niri 'alaikum wa ta'allamu minni, li-anni wadi'un wa mutawadhi'ul-qalb, fa-tajidu rahatan li-nufusikum. Li-anna niri hayyinun wa himli khafif ” (Matius 11:28-30) COME TO ME, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For my yoke is easy and my burden is light).” (Matius 11:28-30) MARILAH KEPADA-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan..” (Matius 11:28-30) Dào wǒ zhèlǐ lái, nǐ shuí shì láokǔ dān zhòngdàn de, wǒ jiù shǐ nǐmen dé ānxí. Jiù ná wǒ de è, nǐ xué wǒ, yīnwèi wǒ shì wēnróu qiānbēi de xīnzàng hé línghún huì fāxiàn xiūxí. Yīnwèi wǒ de è shì róngyì de, wǒ de dànzi shì qīng. Komt tot Mij, allen die vermoeid en belast zijt, en Ik zal u rust geven. Neem mijn juk op u en leert van Mij, want Ik ben zachtmoedig en nederig van hart en ziel rust vinden. Voor mijn juk is zacht en mijn last is licht. Matteüs 11: 28-30 He, para wong kang kesayahan lan kamomotan, padha mrenea, Aku bakal gawe ayemmu. Pasanganku padha tampanana ing pundhakmu lan padha nggegurua marang Aku, awit Aku iki alus lan lembah manah, satemah kowe bakal padha oleh ayeming nyawamu, Amargo pasanganKu iku kepenak lan momotanku iku entheng. Subete wa anata ga tsukareta to futan-shadeari, watashi wa anata ga yasuma sete ageyou, watashi ni kimasu. Anata ni watashi no ku-biki o toru to, watashi wa nokori no bubun o mitsukeru no kokoro to tamashī ni yasashiku, kenkyona omoi no tame ni, watashi kara manabimasu. Watashi no ku-biki wa oi yasuku, watashi no ni wa karuikaradesu. Hãy đến với tôi, tất cả các bạn những kẻ mệt mỏi và gánh nặng, Ta sẽ cho các ngươi được yên nghỉ. Hãy mang lấy ách của ta và học hỏi từ tôi, vì tôi hiền lành và khiêm nhường trong lòng và tâm hồn sẽ được nghỉ ngơi. Vì ách ta dễ chịu và gánh ta nhẹ nhàng.